Connect with us

Leon dan Kenji (Buku 1)

Chapter 9 Gisella Margaret Spencer

Published

on

Matahari sudah menyembunyikan diri ketika aku pulang. Aku membawa segudang pelajaran dari sana. Bahkan aku meminjam buku “Kiat Menahan Marah” miliknya. Anak ini, nampaknya akan membawaku ke luar dari kebobrokan hatiku. Nampaknya Tuhan sudah merencanakan ini semua. Perjalanan pulangku yang gelap ini serasa disinari oleh cahaya bulan. Aku tak pernah menyangka tiga hari di SMA akan mengubah tiga tahunku di SMP.

Aku masih tidak percaya apa yang terjadi pada diriku ini. Ini benar-benar suatu keajaiban. Keajaiban? Aku tidak pernah percaya pada keajaiban. Segala sesuatu berawal dari kerja keras, bukan dari keajaiban. Setidaknya, kerja keras Kenji yang dapat meluluhkan kerasnya hatiku.

Aku membuka pintu rumahku perlahan. Tampaknya adikku telah tertidur lelap di kursi ruang tamu. Kalau aku yang dulu, pasti membiarkannya tetap tertidur disana. Namun pelajaran dari rumah Kenji telah membuatku berkeinginan untuk berubah. Untuk pertama kali dalam waktu yang lama, aku memakai hati nuraniku sebagai kakak.

“Gisel, bangun, pindah ke kamar.” aku membangunkannya dengan menepuk-nepuk kaki adikku. Adikku membuka matanya sedikit, dan begitu melihatku dia membelalakan matanya lebar-lebar.

“Ka . . kakak?”

“Pindah ke kamar, nanti kamu sakit.”

“Ka . . kakak dari mana?”

“Dari rumahnya Kenji, yang tadi kesini.”

“Ka. . kakak tidak melakukan sesuatu yang . . .” dia tidak meneruskan kata-katanya.

“Tidak. Sudahlah, cepatlah pindah ke kamar.”

Dengan wajah terbengong-bengong adikku pindah ke kamarnya. Mungkin dia belum siap menerima perubahanku.

Aku sangat lelah hari ini, lelah secara mental. Seusai aku mandi aku segera merebahkan tubuhku diatas tempat tidurku tanpa menghiraukan protes dari perutku yang minta diisi oleh makanan. Aku berusaha tidur secepat mungkin, namun pikiranku terbayang kejadian di rumah Kenji terus. Meskipun kami sama-sama hidup tanpa orang tua, aku masih lebih beruntung. Setiap bulan aku dikirimi uang oleh pamanku, sedangkan dia harus mengayuh sepeda tuanya di saat semua orang masih terlelap. Aku bisa tidur di atas kasur yang empuk, sedangkan dia tidur beralaskan tikar. Terus aku memikirkan perbedaan antara aku dan dia, sampai akhirnya mataku terpejam dengan sendirinya.

***

Suara adzan membangunkanku dari mimpi-mimpiku. Adzan apa yang berkumandang ketika matahari saja belum terbit? Kesal tak bisa tertidur lagi, aku beranjak dari tempat tidurku. Aku melangkah keluar dari kamar, dan menengok ke kamar adikku. Dia masih tertidur pulas dan memasang wajah polos tanpa dosa. Aku memandanginya tanpa ekspresi, tanpa berpikir apapun. Yang kulakukan hanya melihatnya. Gisel, nama panjangnya Gisella Margaret Spencer. Ibuku pernah bercerita, ia yang memberi nama tersebut, sedang namaku diberikan oleh ayah. Gisella memiliki arti janji. Margaret diambil dari mantan perdana menteri Inggris Margaret Theacher yang terkenal dengan julukan iron lady. Sedangkan Spencer diambil dari nama keluarga mantan istri pangeran Charles, putri Diana. Mungkin harapannya, Gisel adalah sebuah janji ibuku untuk mendidik Gisel mejadi seorang yang kuat, namun tetap baik hatinya bagaikan putri Diana.

Aku jadi teringat bagaimana perlakuan ayah kami yang tidak mempedulikan kami. Aku teringat ibuku yang hanya bisa menangis dan tak bisa melakukan apapun, sampai akhirnya ibuku memilih gantung diri dan membiarkan anak-anaknya dalam keadaan terlantar. Setelah kejadian itu, ayahku dengan acuhnya meninggalkan kami, dan memilih pergi dengan wanita lain. Aku ditinggal di dunia ini hanya dengan seorang saudara perempuan yang ditolak segala sekolah.

Karena kurang mendapat kasih sayang dari orang tua inilah yang menjadikan aku memiliki watak buruk seperti ini. Semula yang bisa kulakukan hanyalah menangis, meratapi nasib dan memegangi lutut di sudut ruangan. Namun aku sadar, hal itu tidak berguna. Semakin aku keras menangis, semakin banyak yang tidak peduli terhadapku. Aku bertekad, aku harus bangkit dari kesuraman ini. Aku akan melakukan balas dendam kepada semua orang yang telah membuatku menderita selama ini. Semua orang kuanggap sebagai musuh, karena mereka tak ada yang benar-benar peduli terhadap diriku. Aku tidak punya tujuan hidup, tapi kalau bisa, aku ingin melenyapkan semua jasad selain diriku. Akan tetapi, untuk menghabisi adikku saja aku tak mampu, bagaimana dengan orang lain?

Karena itu, sudah kuputuskan aku akan mengalahkan mereka dengan otakku. Selama di SMP tak ada yang bisa menyamai kepintaranku. Bahkan para gurupun kewalahan mengajari aku karena pertanyaan-pertanyaan yang kuajukan melampaui batas pemikiran mereka. Oleh karenanya, aku dianggap sombong, dan aku pun dijauhi oleh semua temanku. Menjauhi? Tidak, aku yang menjauhi mereka. Aku tidak membutuhkan bantuan orang lain, aku bisa melakukan semua sendiri.

Adikku menggeliat di atas tempat tidur. Dia sudah terbangun dari tidurnya. Dia tersentak kaget melihatku berdiri di ambang pintu. Aku hanya diam melihat keterkagetan adikku, karena tidak tahu harus berbuat apa. Untunglah, adikku segera menguasai diri.

“Pagi kak.”

“Pagi.”

“Kakak enggak marah kan sama Gisel?”

“Tidak.”

“Lalu kenapa kakak berdiri disana?”

“Tidak apa-apa.”

Adikku terdiam mendengar jawabanku. Kami hanya saling tatap beberapa saat, hingga ia menyingkirkan selimut dari tubuhnya dan bangun dari tempat tidurnya.

“Aku sayang kakak.” dia berlari menuju aku dan mendekap diriku dengan pelukannya.

Sekali lagi aku dibuat sangat merasa bersalah oleh orang-orang yang kuanggap idiot. Lihatlah, selama tiga tahun terakhir ini aku selalu memperlakukannya dengan buruk, namun Gisel tidak pernah balik marah kepadaku. Ia selalu berusaha menghiburku, merawatku, dan tetap menyayangiku. Kebencian dan dendam telah menghitamkan hatiku, membutakan mataku. Setelah pertemuan dengan Kenji, sedikit demi sedikit aku mulai bisa melihat kebaikan-kebaikan yang ada di sekitarku.

Dengan canggung, aku mengelus rambut adikku yang panjang terurai. Pada hari itu, untuk pertama kalinya aku merasakan bahwa aku menyayangi adikku. Aku adalah kakakmu, aku bertanggung jawab atas dirimu, dan aku janji akan berusaha merawatmu sebaik mungkin. Itu yang terucap dalam hatiku, dan aku bersungguh-sungguh melaksanakan hal tersebut. Aku akan berusaha menebus kesalahan-kesalahanku di masa lampau. Aku merasa, inilah awal dari kehidupan baruku. Dan aku yakin, aku bisa menjalani hidup di kehidupan baruku ini.

***

“Kakak enggak berangkat sekolah?” tanya adikku ketika matahari sudah mulai meninggi, aku masih diam di meja belajarku.

“Diskors.”

“Kenapa?” tanya adikku terkejut.

“Tidak apa-apa.”

Ternyata pembawaanku sebagai orang yang dingin belum bisa hilang. Tetap saja aku menjawab pertanyaan dengan singkat, padat dan jelas. Mungkin perubahan membutuhkan waktu untuk beradaptasi.

“Ini kak, Gisel buatkan roti.” katanya dengan menyodorkan sepiring roti tanpa kulit.

Mungkin karena kebiasaan membuang roti yang ia buatkan, aku segera saja mengambil piring itu. Namun untunglah aku segera teringat akan keinginanku untuk berubah. Kuletakkan kembali piringku, mengambilnya, melihatnya, lalu memakannya. Adikku tersenyum manis melihatku untuk pertama kali memakan roti buatannya.

“Enak kak?” tanya adikku dengan menopangkan dagu dengan kedua tangannya di depan wajahku.

“Ya.”

“Kak Kenji bicara apa saja kok kakak bisa sampai berubah?”

Aku hanya diam. Aku belum siap untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Aku hanya menunduk ke bawah sambil memakan rotiku.

“Kok diam kak?”

Bingung berbuat apa, aku meninggalkan adikku, menuju kamar dan menguncinya rapat-rapat. Memang benar karena Kenji aku sampai bisa berubah seperti ini, walaupun setan dalam hatiku masih memberontak, protes atas perubahan yang kualami. Tidak mungkin seorang Leon berubah hanya karena kata-kata anak kecil, kata setan tersebut. Kujawab, tidak bisa kupungkiri kata-katanya sungguh mampu menggungah hati seekor singa sekalipun.

“Jika kau berubah, maka kau akan menjadi lemah.” lanjut setan dalam hatiku, atau mungkin juga yang berbisik ini diriku yang satu lagi.

“Apa hubungannya?”jawabku sengit.

Kau akan memiliki perasaan, memiliki rasa kasihan. Itulah yang membuatmu menjadi lemah.

“Aku tidak melihat adanya kesinambungan antara kedua hal ini.”

Bodoh! Sekarang bayangkan jika adikmu membuatmu emosi, biasanya kau akan langsung menggamparnya kan? Sekarang jika kau memiliki rasa belas kasihan, kau pasti akan memberinya ampunan.

“Memang itu yang benar.”

Dasar setan! Kenapa kau menjadi begini.

“Hei, bukannya kau yang setan? Aku manusia!”

Ah sudahlah, kita buktikan nanti. Manusia terlemah, Leon.”

“Pergilah kau setan, jangan ganggu hidupku lagi. Jika aku sudah bertekad, harus kulaksanakan!” kataku bersungguh-sungguh.

Setelah perdebatan antara diriku dan setan dalam diriku, aku mulai merenungi kesalahan-kesalahan yang telah kuperbuat selama ini. Mungkin saja dengan mengingat segala kesalahanku, aku bisa mempercepat langkah perubahan ini. Hanya saja aku tidak tahu cara bagaimana memulai perubahan ini. Aku bingung.

***

Matahari sudah tepat diatas kepala. Dan sampai sekarang pula lah aku masih berada di dalam kamar. Tidak ada yang kulakukan, hanya berdiam diri. Lalu kemudian terdengar suara ketukan pintu. Mungkin Gisel. Aku melangkah malas menuju pintu dan membuka kuncinya.

“Kak, sekarang Gisel boleh pinjam buku kakak kan? Gisel pasti bisa buktikan kalau Gisel juga bisa belajar. Meskipun dulu Gisel sering ditolak sekolah, Gisel yakin bisa mempelajari semuanya kalau Gisel mau belajar.” diplomasi adikku bersungguh-sungguh. Aku belum pernah melihat wajahnya yang seperti ini.

“Tid.. iya boleh, tapi kakak mau tanya dulu sebentar.”

“Tanya apa kak?”

“Setiap kamu dikeluarkan dari sekolah, keluhan tiap guru selalu sama. Gisel selalu melamun ketika pelajaran, Gisel selalu bertanya di luar konteks pelajaran, Gisel selalu bertanya setiap lima belas menit setelah melamun. Mengapa kau melakukan itu?”

Entah dari mana pikiranku ini terlintas begitu saja di dalam benakku. Mungkin aku butuh alasan agar rela meminjamkan adikku buku.

Gisel memandangku dengan tatapan keheranan. Setelah beberapa saat ia baru bisa mengendalikan keheranannya dan mulai menimang-nimang jawaban yang akan ia berikan.

“Pelajaran di sekolah membosankan. Masa cuma hitung-menghitung, baca-membaca, tulis-menulis. Gisel kan sudah bisa itu semua dari TK. Untuk apa mempelajari sesuatu yang sudah kita kuasai? Padahal masih banyak yang belum Gisel ketahui seperti mengapa matahari menjadi pusat alam semesta, mengapa gravitasi bisa menarik semuanya ke bawah, bagaimana pohon mendapatkan energinya, dan masih banyak yang lain.” jawabnya dengan gestur yang menunjukkan bahwa ia masih kesal dengan sekolah-sekolah yang mengeluarkannya.

Jawaban yang sederhana tapi jujur, aku sangat kaget dengan jawaban adikku ini. Mengapa pikirannya sudah melampaui umurnya?

“Umurmu sekarang berapa?”

“Sembilan tahun.”

Berarti sekarang harusnya dia masih kelas empat SD, namun mengapa pertanyaan yang ia ajukan sudah sangat ilmiah, dan sepertinya mustahil anak sekecil dia sudah memikirkan hal seperti itu.

“Selain itu, dulu kan Gisel kan sering diajari sama ibu kak.” tambahnya.

Begitu mengatakan kata Ibu, mata Gisel langsung berkaca-kaca. Mungkin dia kangen dengan ibunya.

“Gisel kangen ibu kak.”dia berkata begitu sembari menubruk tubuhku dan memelukku.

Terdengar tangisan yang sangat kencang. Mungkin selama ini dia merasakan perasaaan kangen tersebut, tapi tidak tahu harus disampaikan kepada siapa. Kini ia melihat bahwa aku sebagai kakaknya, telah siap untuk menampung segala yang ia pendam selama ini. Kuusap rambutnya perlahan-lahan, mencoba menyabarkannya, dan menyuruhnya untuk duduk agar ia lebih tenang. Kuambilkan dia segelas air putih agar suaranya bisa kembali normal.

“Te . . terima kasih kak.” katanya terisak kecil.

“Sudahlah lupakan. Kita harus bisa hidup mandiri.”

“Iya kak.”

“Ini kunci lemari kakak. Silahkan ambil saja apa yang ingin kau baca.”

“Te . . terima kasih banyak kak.” dia memelukku lagi.

Siang hari ini mataku telah dibuka. Gisel yang selama ini kuanggap idiot, ternyata luar biasa cerdas. Daya pikirnya telah melampaui anak seusianya. Dia sudah jauh meninggalkan pelajaran-pelajaran yang semestinya baru ia pelajari. Dia tidak idiot, dia tidak bodoh. Dia sudah jauh dan lama meninggalkan teman-temannya. Dialah adikku, Gisella Margaret Spencer.

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)

Published

on

By

Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.

Malik

Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.

Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.

Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.

Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!

Para Kakak Pembimbing OSIS

Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.

Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.

Rudi dan Sinta

Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.

Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.

Paman Anton

Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.

Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.

Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.

Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.

Penutup

Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?

Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!

 

 

Kebayoran Lama, 19 November 2018

Continue Reading

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi

Published

on

By

Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.

Andrea Putri Sudarwono

Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.

Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.

Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.

Aqilla Sagita Danastri

Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.

Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.

Taskya Namya (media.iyaa.com)

Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.

Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.

Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.

Elvina Yurina Zefina

Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.

Kwon Yuri (kpop.asiachan.com)

Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.

Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.

Maroon Malvinanita

Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.

Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.

Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.

Verena Nur Izora

Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.

Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.

Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.

Virginia Vanya Valora

Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.

VVV Venlo (youtube.com)

Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.

Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.

 

 

Kebayoran Lama, 10 November 2018

Continue Reading

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi

Published

on

By

Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.

Andra Putra Sudarwono

Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.

Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.

via bookstr.com

Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.

Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.

via indosport.com

Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.

Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.

Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.

Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.

Achmad Khrisna Subejo

Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.

Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.

via http://bokunoheroacademia.wikia.com

Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).

Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.

Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.

Arjuna Wahyunara

Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.

via snsdkorean.com

Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.

Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.

Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.

Jean Xavier Pierre

Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.

Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.

Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.

Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.

 

 

 

Kebayoran Lama, 5 November 2018

Continue Reading

Facebook

Tag

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan