Sosial Budaya
Kadang Mental Gratisan Kita Itu Terlalu Parah
Setiap pagi, Penulis (berusaha) membangun satu rutinitas: Mengasah otak menggunakan aplikasi Elevate. Aplikasi ini memiliki fitur yang sangat menarik dan sangat membantu dalam melatih kemampuan bahasa Inggris, matematika, hingga memori kita.
Penulis sudah cukup lama menggunakan aplikasi, bahkan selama dua tahun terakhir sudah berlangganan layanan premiumnya. Alasannya, karena versi gratisnya tidak membuka semua jenis latihannya. Selain itu, Penulis juga merasa sangat puas dengan aplikasi ini.
Tadi pagi, setelah merekomendasikan aplikasi ini ke seorang kawan, Penulis iseng mengecek kolom komentar di ulasannya. Rating aplikasi ini cukup tinggi, 4,6 dari sekitar 460 ribu pengguna (di App Store bahkan mencapai 4,8 dari sekitar 340 ribu pengguna).
Nah, menariknya ada beberapa (kalau bukan banyak) ulasan bintang satu untuk aplikasi ini, dengan alasan yang menurut Penulis cukup konyol. Salah satunya adalah “tolong ditambahkan bahasa Indonesia”. Penulis hanya mengangkat satu alisnya ketika membaca ini.
Namun, ada satu lagi yang membuat Penulis merasa gemas dan mengelus dada: Mereka memberikan bintang satu karena protes aplikasi ini harus langganan jika ingin membuka semua fiturnya. Mereka ingin menikmati semua fiturnya secara gratis.
Empati Kita ke Developer Itu Sepertinya Kurang
Sejatinya, aplikasi Elevate bisa digunakan secara gratis, walaupun memang ada limitasinya. Istilahnya, freemium. Namun, dari pengalaman Penulis pribadi, yang gratis saja sebenarnya sudah cukup, apalagi aplikasi ini tidak memiliki iklan yang menganggu.
Dalam membuat suatu aplikasi atau gim, tentu developer (terlepas dari passion dan sejenisnya) berharap bisa mendapatkan untung. Dengan begitu, mereka bisa terus mengembangkan apa yang telah mereka kerjakan.
Sayangnya, melalui contoh yang Penulis temukan pagi ini, sepertinya kesadaran kita akan hal ini masih kurang. Tampaknya mental gratisan yang kita miliki terlalu parah, hingga berharap banyak hal yang kita nikmati sudah seharusnya gratis.
Mungkin karena memiliki latar belakang sebagai lulusan IT, Penulis merasa berempati dengan para developer di balik sebuah aplikasi maupun gim, terutama akhir-akhir ini. Penulis paham rumitnya coding, terlebih jika aplikasinya cukup complicated seperti Elevate.
Untuk itu, jika merasa puas Penulis biasanya tidak ragu mengeluarkan uang (yang jumlahnya tidak seberapa) untuk memberi support kepada para developer dari aplikasi atau gim yang Penulis gunakan, terutama jika mereka masih kecil atau indie.
Kembali lagi ke Elevate. Bagi yang enggan mengeluarkan biaya langganan tahunan untuk bisa menikmati semua fitur yang dimiliki Elevate, mungkin mencari mod adalah jalan keluarnya. Namun, sekali lagi, itu menunjukkan kalau empati kita ke developer masih sangat kurang.
Bajakan, Nikmat tapi Menimbulkan Perasaan Bersalah
Tidak hanya aplikasi atau gim bajakan banyak beredar, media lain seperti film dan lagu pun banyak sekali yang bajakan. Bahkan, kalau tidak mau menggunakan yang bajakan, malah kadang akan dilihat aneh. Kalau ada gratis, ngapain yang berbayar?
Penulis belakangan ini menyadari dan sedang belajar tentang menghargai orang lain, bahkan ke orang-orang yang tidak kita kenal sekalipun. Para developer di balik aplikasi atau sineas di balik sebuah film adalah beberapa di antaranya.
Untuk itu, Penulis benar-benar berusaha untuk tidak lagi menikmati sesuatu yang bersifat bajakan. Memang nikmat karena yang berbau bajakan selalu gratis dan kita tidak perlu mengeluarkan uang, tapi Penulis merasakan perasaan bersalah ketika menggunakannya.
Mungkin ada Pembaca yang menganggap Penulis munafik, karena pasti ada saja sesuatu yang berbau bajakan yang pernah digunakannya. Jujur, Penulis pun masih pelan-pelan menyingkirkan semua yang berbau bajakan dari hidupnya.
Dulu Penulis merasa kesulitan untuk menemukan layanan legal untuk menonton anime dan membaca manga. Lalu, Penulis menemukan situs Bilibili (Bstation) dan MangaPlus yang legal, sehingga sekarang bisa meninggalkan yang bajakan .
Untuk film, Penulis setidaknya berusaha untuk tidak mencari link ilegal. Kalau tidak ada di Disney+ yang memang Penulis berlangganan, lebih baik tidak usah menonton sekalian, bahkan jika filmnya benar-benar ingin Penulis tonton sekalipun.
Penulis dulu banyak mendengarkan lagu bajakan dan menaruhnya dengan rapi di iTunes. Sekarang, semuanya telah hilang dan Penulis beralih menggunakan YouTube Music. Gim FIFA 18 yang bajakan telah diganti dengan FIFA 22 yang Penulis beli di Steam dengan harga diskon.
Untungnya sekarang kalau beli laptop sudah include Windows dan Office gratis, sehingga tidak perlu lagi menggunakan bajakannya. Kalaupun ada aplikasi bajakan yang masih digunakan, mungkin Adobe Photoshop. Itupun jarang karena Penulis lebih sering menggunakan Canva.
Memang Penulis belum bisa sepenuhnya meninggalkan segala sesuatu yang berbau bajakan. Namun, Penulis akan benar-benar berusaha untuk segera meninggalkannya. Jujur, Penulis merasa bersalah dan berdosa karena sudah mengambil hak orang lain.
Penutup
Walau terkadang masih bolong-bolong bahkan berhenti selama berminggu-minggu, Penulis sama sekali tidak merasa rugi telah berlangganan Elevate selama dua tahun. Dengan biaya sekitar Rp20 ribu per bulan, bagi Penulis rasanya sangat worth it.
Mungkin mental gratis yang kita miliki terkadang agak keterlaluan, hingga kita melupakan tentang orang-orang yang ada di balik suatu aplikasi maupun gim. Ide, tenaga, waktu mereka yang sudah dikeluarkan untuk memberikan layanan terbaik sudah seharusnya diapresiasi.
Penulis memang tidak bisa mengendalikan orang lain untuk bisa lebih menghargai para developer. Namun, setidaknya Penulis bisa saling mengingatkan untuk lebih menghargai developer melalui tulisan ini. Semoga saja bisa diterima oleh para Pembaca sekalian.
Bagi Pembaca yang tertarik untuk mengunduh aplikasi Elevate, silakan klik tautan di bawah ini:
Lawang, 5 November 2022, terinspirasi setelah membaca kolom ulasan aplikasi Elevate
Foto: Tapsmart
You must be logged in to post a comment Login