Pengembangan Diri
Apa yang Bisa Kita Kendalikan?
“Kamu kok berubah sih?”
Pernah menanyakan pertanyaan di atas kepada orang yang dekat dengan kita? Kemungkinan besar pernah. Perubahan sikap orang lain kerap menganggu pikiran kita, apalagi jika kita tidak tahu apa penyebabnya.
Secara manusiawi, kita pasti ingin mereka kembali seperti semula dan menjalin hubungan seperti biasanya. Sayangnya, tidak semua berhasil. Ada yang pada akhirnya berpisah jalan.
Perubahan sikap orang lain seperti ini menjadi contoh mengenai apa yang tidak bisa kita kendalikan.
Dikotomi Kendali
Penulis pernah menuliskan artikel terkait dikotomi kendali yang terinspirasi dari buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring. Intinya, di dunia ini ada yang bisa kita kendalikan dan ada yang tidak.
Selain perubahan sikap orang lain, apa yang tidak bisa kita kendalikan? Sebagai seorang individu, di antaranya adalah:
- Cuaca
- Bencana alam
- Terbitnya matahari dari Timur
- Kucing boker sembarangan
- Pacar yang selingkuh
- Orangtua yang toxic
- Perekonomian negara secara global
- Tuntutan bos yang tidak masuk akal
- Menyebarnya video tidak senonoh
- Perdebatan netizen
- Nyinyiran tetangga
- Dan masih banyak (banget) lainnya
Lantas, apa yang bisa kita kendalikan? Cuma satu.
Diri kita.
Pola pikir kita, prinsip kita, pandangan kita, respon kita terhadap sesuatu yang tidak bisa dikendalikan, itu semua adalah hal-hal yang bisa kita kendalikan. Semuanya ada di dalam diri kita.
Ambil contoh perubahan sikap orang lain yang tiba-tiba tanpa alasan. Kita tidak bisa memaksa mereka untuk kembali seperti dulu lagi atau bahkan sekadar meminta penjelasan apa yang telah terjadi.
Yang bisa kita kendalikan adalah memberikan respon terhadap perubahan tersebut. Mau legowo, mau terus ngeyel meminta penjelasan, mau bodo amat, itu semua bisa kita pilih.
Terkadang kita, termasuk Penulis, terlalu fokus dengan hal yang tidak bisa kita kendalikan sehingga lupa dengan apa saja yang bisa dikendalikan.
Apa yang Bisa Kita Kendalikan
Penulis sedang membaca buku Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya karya Jules Evans. Ndilalah, bab awal dari buku ini membahas Seni Menjaga Kendali yang dicetuskan oleh seorang filsuf bernama Epictetus.
Di sini, ada poin menarik yang mengusik Penulis. Menurut Epictetus, ada dua kesalahan kita yang menimbulkan penderitaan.
- Kita berusaha mengendalikan sesuatu yang di luar kendali kita
- Kita tidak bertanggung jawab atas hal-hal yang seharusnya bisa kita kendalikan
Contohnya, kita punya cita-cita mendapatkan beasiswa kuliah ke luar negeri. Ambisi kita yang besar akan menjadi percuma jika usahanya tidak sebanding. Bukannya belajar dan mempersiapkan diri, kita justru banyak menghabiskan waktu di depan layar ponsel.
Keputusan untuk diterima atau tidaknya itu di luar kendali kita, tapi usaha untuk meraih itu sepenuhnya kendali kita. Apa yang bisa kita kendalikan itulah tanggung jawab kita.
Jika kita bisa memisahkan apa yang bisa kita kendalikan dan tidak, insyaAllah hidup kita akan menjadi lebih tenang dan tidak mudah merasa cemas, stres, depresi, dan lain sebagainya.
Penutup
Tidak dipungkiri kalau ada saja faktor eksternal yang akan memengaruhi kehidupan kita. Faktor privilege juga sangat memberikan dampak yang tidak kecil terhadap kehidupan kita.
Hanya saja, perlu diingat kalau kita punya kuasa penuh atas diri kita sendiri. Penulis meyakini kalau sebenarnya semua kejadian itu netral, persepsi manusia yang menentukan kejadian tersebut termasuk baik atau buruk.
Penulis kurang lebih sudah 2 tahun mempelajari mengenai filosofi yang disebut stoikatau stoisme ini. Hasilnya? Susahnya bukan main menerapkan segala teori di atas dalam kehidupan sehari-hari.
Walau begitu, Penulis yakin jika kita terus berusaha dan berlatih, pada akhirnya kita akan bisa menjalani hidup yang lebih baik dan lebih tenang.
Lawang, 12 November 2020, terinspirasi setelah membaca bab kedua buku Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya karya Jules Evans
Foto: Rohan Makhecha
You must be logged in to post a comment Login