Politik & Negara

New Normal?

Published

on

Banyak yang menduga (bahkan menuduh) kalau pemerintah sudah mulai angkat tangan dalam menghadapi pandemi Corona yang sedang kita hadapi.

Bukti terbarunya adalah anjuran new normal yang sedang digalakkan secara masif, mulai dari inspeksi presiden ke mall, pengerahan TNI dan Polri sebagai pengawal, hingga bisingnya BuzzeRp.

Penulis hanya sekilas membaca mengenai definisi new normal yang dimaksudkan oleh pemerintah. Yang jelas, ada beberapa tahapan yang akan dijalankan selama beberapa bulan ke depan.

Apakah ini akan kembali menjadi sekadar gimmick?

***

Kehidupan yang sedang kita jalani sekarang ini bisa dianggap sebagai tidak normal alias abnormal. Kerja dari rumah, tidak bisa bebas berpergian, lebaran tidak pulang, dan lain sebagainya.

Artinya, kehidupan sebelum Corona datang adalah sesuatu yang dianggap normal. New normal artinya kehidupan yang sedang kita jalani ini akan segera dianggap sebagai sesuatu yang normal.

Jangan heran kalau setiap berangkat ke kantor menggunakan masker, menggunakan hand sanitizer ketika akan masuk ke dalam kantor, dan menjaga jarak dengan kolega.

Masalahnya, banyak masyarakat dari berbagai lapisan yang skeptis mengenai kebijakan ini karena angka penderita dan korban Corona masih terbilang tinggi.

Banyak yang khawatir kalau gelombang kedua akan muncul setelah penerapan new normal ini. Apalagi, lebaran kemarin masih banyak yang melakukan mudik meski sudah ada larangan.

Selain itu, rasanya ada banyak sekali persyaratan new normal yang kurang diperhatikan seperti ketersediaan tenaga medis, kurva yang telah melandai, dan lain sebagainya.

***

Salah satu dalih atau tujuan dari penerapan new normal adalah herd immunity atau suatu kelompok populasi kebal yang terhadap infeksi virus. Yang kuat yang bertahan, seleksi alam ala Darwin.

Istilah ini juga disebutkan oleh salah satu stafsus milenial melalui Twitter. Katanya, seleksi alam yang dikendalikan. Responnya? Sudah bisa ditebak, banyak yang menyerangnya secara tajam.

Jika memang menggunakan sistem seleksi alam, siapa yang akan bertahan? Orang-orang yang berlimpah privilege? Bagaimana dengan mereka yang berjarak dari segala fasilitas kesehatan?

Maka dari itu, jika ada berita pemain sepakbola atau artis yang terkena virus, Penulis tidak akan terlalu peduli. Bukan karena tidak ada empati, tapi karena yakin mereka punya uang untuk mendapatkan perawatan terbaik.

Nah, bagaimana dengan masyarakat yang ada di lapisan bawah? Ketika Corona saja mereka terpaksa tetap beraktivitas agar bisa makan, gimana mau punya dana untuk berobat?

Menurut Penulis pribadi, menggunakan herd immunity kurang tepat. Kita tidak pernah tahu siapa yang imunnya kuat dan siapa yang kurang kuat (dan siapa yang punya dana lebih untuk berobat), sehingga unsur gambling sangat terasa di sini.

***

Penulis bukan bagian dari stafsus milenial, sehingga tidak tahu persis apa tujuan pemerintah begitu semangat menyuarakan new normal ini.

Ingin membangkitkan ekonomi yang sedang lesu? Merasa optimis kita bisa hidup “berdampingan” dengan Corona? Sebagai pengalih karena ketidakmampuannya mengatasi pandemi?

Penulis serahkan jawabannya ke para pembaca sekalian.

 

 

Kebayoran Lama, 28 Mei 2020, terinspirasi dari hebohnya berita seputar New Normal

Foto: The Jakarta Post

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version