Tentang Rasa

Kadang Waktu pun Tak Bisa Mengobati Sakit Hati

Published

on

So they say that time
Takes away the pain
…but I’m still the same

Heartache (35XXXVV) – One OK Rock

Rasanya semua manusia pernah mengalami sakit hati. Walaupun seringkali disebabkan oleh masalah percintaan, banyak hal lain yang bisa menyebabkan kita merasa sakit hati seperti omongan orang lain.

Memang, sakit hati paling lekat maknanya dengan cinta. Perasaan tak berbalas, dikhianati dengan kejam, hubungan yang berakhir begitu saja, ditikung, ada banyak peristiwa yang bisa kita ambil sebagai contoh.

Orang-orang sering bilang kalau sakit hati juga akan sembuh seiring dengan berjalannya waktu. Time will heals. Benarkah begitu?

Berbagai Cara Obati Sakit Hati

Apa Obat Sakit Hati? (Diana Polekhina)

Sama seperti penyakit lain, sakit hati pun tentu ada obatnya. Setiap orang memiliki obatnya masing-masing sesuai dengan kepribadian, lingkungan, pengalaman, tingkat sakit hati, dan lain sebagainya. Penulis akan coba jabarkan beberapa di antaranya.

Secara logika, manusia akan berusaha membenci orang yang membuatnya merasa sakit hati. Bahkan, tak jarang orang yang memiliki sifat pendendam akan berusaha untuk membuat orang tersebut merasakan sakit yang lebih parah lagi.

Selain itu, kadang kita membutuhkan orang lain untuk bisa melupakan si penyebab sakit hati. Mencurahkan perhatian dan kasih sayang ke orang lain bisa menjadi obat yang cukup ampuh. Dengan kata lain, mencari orang lain sebagai “pelampiasan”.

Kadang tempat di mana kita berada bisa menjadi penyebab sakit hati. Oleh karena itu, “kabur” dan pindah ke tempat baru bisa membantu kita untuk melupakan sakit hati tersebut. Hanya saja, kondisi pandemi seperti sekarang membuat aktivitas ini cukup sulit dilakukan.

Ada juga yang memutuskan untuk fokus memperbaiki diri sendiri, menemukan versi dirinya yang lebih baik lagi. Kejadian kelam yang telah terjadi dijadikan titik balik dalam hidupnya. Ia berusaha melakukan interopeksi demi menemukan apa yang bisa diperbaiki dari dirinya.

Menyibukkan diri dengan banyak hal juga menjadi salah satu alternatif untuk mengalihkan sakit hati kita. Ada yang sibuk dengan berbagai aktivitas produktif, namun tidak sedikit yang terjebak dalam kegiatan kurang bermanfaat dengan dalih “pelarian”.

Mana Pilihan Penulis?

Fokus Memperbaiki Diri Sendiri (Jonathan Borba)

Kalau Penulis harus sampai mengalami sakit hati yang menyakitkan, pilihan membenci orang dan mencari orang baru sebagai “pelampiasan” sepertinya akan dikesampingkan.

Mau sesakit apapun luka yang diberi oleh orang lain, Penulis akan berusaha untuk tidak membalas sakit tersebut. Memang susah, tapi bisa dilakukan jika kita bisa berusaha untuk menerimanya dengan ikhlas dan mau memaafkannya.

Mencari orang lain sebagai “pelampiasan” juga bukan style Penulis. Jika harus membuka hati untuk orang baru, Penulis harus bisa mengobati sakit hatinya terlebih dahulu. Jangan sampai orang lain terkena getah dari sakit yang kita alami.

Penulis pernah “kabur” untuk jangka waktu yang cukup panjang dan cukup efektif. Hanya saja, sekali lagi kondisi pandemi seperti ini membuat mobilitas kita sangat terhambat.

Obat yang Penulis pilih secara pribadi adalah fokus memperbaiki diri dan menyibukkan diri dengan kegiatan yang positif. Bisa dibilang, ini obat yang susahnya bukan main karena perasaan kita sendiri masih kacau.

Dibutuhkan tekad dan keinginan yang kuat demi mengalahkan rasa sakit yang ada di dalam hati. Terkadang kita harus memaksa diri untuk terus melangkah maju, walau perih kadang masih terasa begitu mengiris.

Hanya saja, meskipun terkadang sudah melakukan banyak hal, sakit hati masih saja terus terasa.

Berdampingan dengan Luka

Sabar, Kadang Sakit Hati Memang Susah Hilangnya (Bernard)

Kembali ke paragraf awal, di mana Penulis sempat menyebut time will heals. Selain mencoba berbagai obat yang tersedia, kita juga berpikir kalau waktu pada akhirnya akan pelan-pelan mengobati luka tersebut.

Sayangnya, bahkan waktu pun terkadang tidak bisa berbuat apa-apa untuk menangani sakit hati kita.

Ada yang masih merasakan sakit hati walau waktu telah berlalu selama satu bulan, tiga bulan, enam bulan, satu tahun, dua tahun, bahkan seumur hidupnya. Kita seolah tidak bisa berdamai dengan sakit hati ini.

Berbagai obat sudah dicoba dan tidak ada yang berhasil. Kegagalan ini yang kadang menyebabkan orang terjerumus ke jalan yang salah ketika sedang sakit hati. Mabuk, narkoba, seks bebas, dan lain-lain.

Jika memang kita kesulitan untuk mengobati sakit hati tersebut, cobalah untuk hidup berdampingan rasa sakit tersebut.

Ketika sakit tersebut teringat atau terasa secara tiba-tiba, coba disenyumi saja, yang sabar, sembari menyugesti diri untuk ikhlas. Memang masih akan terasa sakit, tapi setidaknya kita bisa mengendalikan respon kita terhadap rasa sakit tersebut.

Kalaupun waktu tidak bisa mengobati sakit kita, setidaknya kita bisa hidup dengan rasa sakit tersebut tanpa mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Memang terdengar utopis dan belum teruji, tapi tidak ada ruginya untuk dicoba.

Jadikan rasa sakit yang seolah tak ada habisnya tersebut untuk menyusun kehidupan menjadi lebih baik lagi. Jadikan pelajaran agar kesalahan yang membuat kita merasa sakit tidak terulang lagi di masa depan.

Penutup

Pada akhirnya, kita semua hanya manusia biasa yang memiliki perasaan. Kita memiliki tingkat daya tahan dalam menerima sakit yang berbeda-beda. Ada yang bisa pulih dengan cepat, ada yang kesulitan untuk bisa menerima rasa sakit tersebut.

Apa yang bisa kita lakukan adalah respon terhadap rasa sakit tersebut. Apakah rasa sakit itu akan menjadi turning table kita atau justru malah menjerumuskan kita, semua pilihan ada di tangan kita.

Jika Pembaca ingin mencari inspirasi yang terkait dengan masalah perasaan, silakan mampir ke rubrik Tentang Rasa, rubrik terbaru dari Whathefan.


Lawang, 23 September 2021, terinspirasi dari…

Foto: Aron Visuals on Unsplash

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version