Sosial Budaya

Darah Indonesia dan Nasionalisme

Published

on

Beberapa waktu lalu (bahkan mungkin hingga sekarang) netizen sedang meributkan pernyataan Agnes Monica atau Agnez Mo dalam sebuah wawancara.

Dari sebuah potongan video, terlihat ia mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki darah Indonesia. Sontak hal tersebut membuat banyak netizen langsung menghakimi Agnez dengan menyebutnya sudah lupa dengan negaranya sendiri.

Benarkah demikian?

Klarifikasi Agnez

Wawancara Agnez (Tagar)

Penulis bukan penggemar ataupun pembenci Agnez. Biasa saja. Penulis juga tidak pernah mendengarkan lagu-lagunya. Paling dulu sempat nonton Agnez main sinetron Pernikahan Dini bareng Sahrul Gunawan.

Seingat penulis, Agnez sudah sejak dulu mencanangkan impian untuk go international. Dulu banyak sekali yang mencibir dan mengatakan itu hal yang mustahil. But she did it dan orang-orang yang meremehkannya pun pura-pura tak melihat.

Kasus darah Indonesia ini menarik perhatian penulis karena menyangkut masalah nasionalisme. Banyak orang yang meyerang Agnez dan mungkin merasa lebih nasionalis, mulai dari public figure, politisi, hingga sesama kalangan artis.

Diksi darah Indonesia sendiri bisa menjadi perdebatan tersendiri. Apa yang dimaksud dengan darah Indonesia? Bisa garis keturunan dan DNA, bisa dianggap sebagai kebangsaan, dan lain sebagainya. Tergantung persepsi masing-masing.

Karena tak ingin gegabah mengambil sikap, penulis pun memutuskan untuk menonton video klarifikasinya di kanal YouTube Deddy Corbuzier dan video lengkap wawancaranya.

Penulis paham bahwa mengapa Agnez mengatakan tidak punya darah Indonesia adalah karena pertanyaan yang diajukan kepadanya: mengapa ia terlihat berbeda dari orang Indonesia kebanyakan secara fisik.

Agnez pun lantas menjelaskan bahwa dirinya memiliki darah Jerman, China, dan Jepang secara genetika. Bagian inilah yang dipotong lantas menjadi viral.

Padahal kalau kita melihat wawancaranya secara utuh, kita bisa mendengar kalau Agnez sudah menjelaskan tentang Indonesia panjang lebar, termasuk tentang keberagamannya. Sang penanya juga sudah mengetahui kalau Agnez berasal dari Indonesia.

Ia juga menyebutkan bahwa dirinya adalah minoritas (perempuan, kristen, keturunan), tapi mampu diterima oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Itulah poin yang ingin ia tekankan.

Nasionalisme?

Nasionalisme? (Donisaurus)

Dalam video klarifikasinya, ia juga mengatakan bahwa dirinya sudah sering ditawari untuk mendapatkan green card di Amerika Serikat. Namun Agnez menolaknya dan lebih memilih untuk menggunakan visa kerja.

Agnez tak pernah malu mengakui kepada dunia bahwa dirinya berasal dari Indonesia. Di video-video klipnya, meskipun penulis jarang melihatnya, ia juga menyisipkan kebudayaan Indonesia.

Penulis tidak mempertanyakan nasionalisme Agnez. Ia sudah membawa nama Indonesia ke kancah internasional, dan menurut penulis itu termasuk bentuk nasionalisme yang tidak bisa dilakukan oleh semua orang.

Pertanyaannya, seberapa besar rasa nasionalisme yang dimiliki oleh penghujat Agnez kemarin? Atau kita sederhanakan pertanyaannya, apa yang sudah kita lakukan demi membanggakan nama Indonesia?

Dalam KBBI, nasionalisme memiliki arti paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan. Nah, apakah cinta merupakan sesuatu yang bisa diukur?

Nasionalisme adalah sesuatu yang tidak ada tolak ukur pastinya. Lantas, mengapa kita dengan mudahnya menuduh orang lain tidak nasionalis hanya karena beberapa patah kalimat?

Kita ini terkadang disibukkan dengan mencibir dan nyinyirin orang lain hingga lupa dengan dirinya sendiri.

Penutup

Bahkan setelah segala bentuk klarifikasi dari Agnez keluar, ada saja yang tetap meragukan nasionalisme Agnez. Ya sudah, itu hak mereka untuk terus nyinyirin orang lain.

Bagaimana kalau ternyata Agnez punya darah Indonesia secara genetika dan menutup-nutupinya? Tentu itu menjadi beda cerita. Tapi karena tidak kenal dengan keluarga Agnez, penulis memilih untuk percaya dengan kata-kata Agnez.

Penulis sendiri merasa dirinya belum melakukan sesuatu yang berarti untuk bangsa ini. Penulis juga tidak pernah merasa dirinya nasionalis.

Akan tetapi, penulis berusaha untuk mencintai bangsa ini dari sisi baik dan buruknya. Penulis lahir dan besar di sini, jadi sudah sepatutnya penulis mencintai Indonesia dan menumbuhkan rasa nasionalisme secara bertahap.

Dari kasus Agnez ini penulis belajar bahwa kita tidak boleh menghakimi orang lain dengan mudahnya, apalagi hanya bermodalkan potongan video ataupun kalimat di media sosial.

 

 

Kebayoran Lama, 1 Desember 2019, terinspirasi dari kehebohan Agnez Mo dan darah Indonesia

Foto: Tagar

Fanandi's Choice

Exit mobile version