Buku

Mencari Makna Keluarga Pada The Puppeter

Published

on

Sering merasa bahwa hidup ini sepi? Sering merasa bahwa hidup kalian tidak dikeliling orang-orang yang mendukung kita? Jika iya, coba baca buku The Puppeter karya Jostein Gaarder ini.

Seperti buku-buku Gaarder yang lain (Baca juga: Dongeng Jostein Gaarder), novel ini ditulis dengan gaya dongeng yang mempesona. Penulis membeli buku ini ketika akan merantau ke Jakarta dan jauh dari keluarga.

Buku ini dibuka dengan surat-surat yang dituliskan oleh tokoh utama bernama Jacob kepada Agnes, kawannya. Isi dari surat-surat tersebut adalah berbagai cerita ketika Jacob menghadiri berbagai pemakaman.

Jacob selalu memiliki cerita tentang bagaimana hubungannya dengan para almarhum, hingga pada suatu hari Agnes memergoki bahwa cerita Jacob selama ini hanya bohong semata.

Apa yang membuat Jacob merasa seperti itu? Ternyata, Jacob merasakan kehangatan keluarga dengan menghadiri pemakaman-pemakaman tersebut. Agar tidak mencurigakan, ia harus membuat karangan bagaimana ia kenal dengan almarhum.

Kehidupan keluarga Jacob sendiri kurang menyenangkan. Ia memiliki ayah yang buruk, dan ia harus bercerai dengan istrinya. Perceraian ini terjadi karena (satu-satunya) teman yang Jacob miliki bernama Pelle Skrindo.

Di sinilah terjadi plot twist, karena ternyata Pelle hanya sebuah boneka tangan. Bisa dianggap, Jacob sering berbicara sendiri dengan boneka tersebut. Mungkin hal ini terjadi berkat kesepian yang melanda perasaan Jacob.

Sebenarnya bahasa pada novel ini tergolong ringan. yang membuat berat adalah banyak dialog yang membahas akar bahasa, karena Jacob sendiri merupakan seorang intelektual sekaligus dosen. Berkali-kali dibahas bahwa berbagai bahasa di dunia memiliki akar bahasa yang sama.

Novel ini cocok bagi pembaca yang ingin berfilosofi mengenai pentingnya keluarga dan pembaca yang memiliki ketertarikan terhadap perkembangan bahasa di dunia.

Nilainya 3.8/5

 

 

Grand Metropilitan Mal, Bekasi, 21 Agustus 2018, terinspirasi setelah menamatkan novel The Puppeter karya Jostein Gaarder

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version