Film & Serial

Setelah Menonton Sri Asih

Published

on

Karena sudah pernah menonton Gundala, Penulis jadi merasa “berkewajiban” untuk menonton film superhero terbaru dari Jagad Sinema Bumilangit, Sri Asih. Film ini dibintangi oleh Pevita Pearce yang sudah sempat muncul sekilas di film Gundala.

Sebelumnya, Penulis sedikit familiar dengan karakter Sri Asih karena membaca manganya di aplikasi Webtoon. Sayangnya, Webtoon tersebut sedang hiatus (hampir dua tahun) untuk mempersiapkan season terbarunya.

Penulis menonton film ini sekitar dua minggu yang lalu sendirian karena tidak ada teman Penulis yang tertarik untuk menonton film superhero lokal. Hal ini wajar saja, karena bagi mereka film buatan Marvel atau DC jelas lebih menarik.

Lantas, apakah film Sri Asih mampu lebih baik dari Gundala dan mampu mengubah stigma masyarakat yang cenderung negatif ke film superhero buatan lokal? Tampaknya, menurut Penulis, masih belum. SPOILER ALERT!!!

Jalan Cerita Sri Asih

Cerita Sri Asih dibuka dengan adegan orang tua Alana (Pevita Pearce) yang meninggal ketika berusaha menyelamatkan diri dari letusan gunung berapi. Sejak itu, ia tinggal di panti asuhan hingga akhirnya ia diadopsi oleh seorang wanita kaya bernama Sarita Hamzah (Jenny Zhang).

Dalam menjalani hidupnya, Alana selalu merasa dikuasi oleh amarah dan kerap melihat sosok makhluk api, yang kelak akan diketahui bernama Dewi Api (Dian Sastrowardoyo). Namun, dengan bantuan ibu angkatnya ia selalu melatih dirinya untuk bisa mengendalikannya.

Alana memiliki kemampuan bela diri yang baik dan menjadi seorang pegulat profesional. Hal tersebut menarik perhatian Mateo Adinegara (Randy Pangalila), sosok sombong dan semaunya sendiri, sekaligus anak dari konglomerat Prayogo Adinegara (Surya Saputra). Ia pun menantang Alana untuk berduel satu lawan satu.

Awalnya Alana berencana untuk menuruti keinginan anak buah Prayogo untuk mengalah dalam pertandingan tersebut. Namun, ia lepas kendali dan membuat Prayogo Adinegara. Akibatnya, klub gulat milik ibunya dihancurkan dan ibunya sendiri harus dirawat di rumah sakit.

Peristiwa ini membuat Alana bertemu dengan Kala (Dimas Anggara) dan Eyang Mariani (Christine Hakim), sosok yang mengetahui kalau Alana sebenarnya adalah titisan Dewi Asih (Maudy Koesnaedi). Berawal dari sana, ia pun mengetahui kalau dirinya memiliki tugas berat yang harus ia selesaikan.

Awalnya, kita akan “digiring” kalau musuh utama di film ini adalah Prayogo Adinegara, yang terlihat ingin membangkitkan Dewi Api. Namun, villain sebenarnya dari film ini adalah Jatmiko (Reza Rahadian), anggota kepolisian yang relatif bersih, tetapi penuh dengan kemarahan sehingga ia jadi target yang empuk dari Roh Setan.

Setelah twist tersebut terungkap, Sri Asih bersama Kala dan kawan masa kecilnya Tangguh (Jefri Nichol) pun harus menyelamatkan orang-orang yang telah ditangkap oleh Jatmiko agar rencananya untuk membangkitkan Dewi Api gagal.

Di bagian post credit scene, kita diperlihatkan sebuah cuplikan yang menampilkan Awang yang akan menjadi superhero Godam, di mana di Bumilangit akan diperankan oleh Chicco Jerrico.

Kurang lebih seperti itu jalan cerita dari film Sri Asih. Karena sudah agak lama, Penulis tidak bisa ingat terlalu detail cerita film ini. Mungkin, itu juga karena jalan ceritanya yang menurut Penulis kurang kuat.

Setelah Menonton Sri Asih

Dari opening, Penulis sudah memiliki perasaan yang tidak enak karena merasa ganjal dengan adegan orang tua Alana yang menuruni gunung. Namun, yang paling Penulis tidak puas adalah bagaimana film ini berakhir. Penulis akan jelaskan lebih detail di bawah.

Plot Cerita Tumpang Tindih, Kisah Origin Terasa Kurang

Kesulitan Penulis dalam menulis ulang jalan cerita Sri Asih menjadi bukti kalau plot cerita yang dimiliki cukup kompleks dan tumpang tindih, meskipun eksekusinya sebenarnya sudah cukup rapi.

Penulis bahkan belum menjelaskan mengenai ambisi Prayogo yang ingin menghabisi penduduk miskin dan menganggap mereka sebagai hama. Hal tersebut membuat kisah origin dari Alana sebagai Sri Asih terasa kurang.

Tidak seperti Sancaka (Abimana Aryasatya) yang sempat menolak takdirnya untuk menjadi Gundala, Alana terlihat nrimo saja ketika mengetahui kalau dirinya adalah Sri Asih. Padahal, sebenarnya tidak ada motivasi kuat bagi Alana untuk menjadi seorang superhero.

Apalagi, Alana juga terlihat tidak mengalami kesulitan dalam menguasai kemampuan barunya setelah ia secara “resmi” mendapatkan kekuatan dari Dewi Asih. Kekuatan yang dimiliki juga seolah random begitu saja, bahkan tiba-tiba bisa menggunakan Kagebunshin no Jutsu.

Selendang merah, yang jika di Webtoon menjadi salah satu senjata andalannya, juga kurang menonjol di film ini. Padahal, itu menjadi salah satu kekuatan utamanya dan menjadi pembeda Sri Asih dengan superhero lainnya.

Ending yang Cukup Kacau dan Penuh Tanda Tanya

Film ini berusaha menghadirkan plot twist dengan membuat Jatmiko, karakter yang sempat menolong Alana, menjadi villain utama berkat kemarahan yang ia miliki. Namun, Penulis sebenarnya sudah lama menduganya bahkan sebelum film ini tayang.

Aktingnya sebagai villain sebenarnya tidak ada masalah, mengingat Reza Rahadian adalah salah satu aktor terbaik Indonesia. Hanya saja, bagaimana film ini menghadirkan final act terasa sangat kacau dan menimbulkan banyak tanda tanya.

Bagaimana tidak, Jatmiko yang sudah susah payah mengumpulkan 1000 orang untuk dijadikan tumbal malah seolah tidak menjaga tawanannya sama sekali. Kalau ia cerdas, tentu ia akan fokus melindungi penjaranya tersebut agar tidak bisa dibobol.

Apalagi, setelah pertarungan dengan kloning Alana, Jatmiko malah menghilang begitu saja. Bagi Penulis, adegan klimaks yang dimiliki oleh film ini adalah faktor utama mengapa Penulis menganggap film ini buruk.

Selain itu, adegan Alana yang melemparkan bom dengan terbang ke angkasa mirip dengan adegan Iron Man di film The Avengers yang mengirimkan rudal nuklir ke angkasa. Kebetulan atau memang disengaja?

Yang Positif dari Sri Asih

Hal positif dari film ini dibandingkan Gundala adalah efek CGI-nya yang sudah jauh lebih baik. Meskipun belum sempurna, setidaknya ada progres nyata yang menjadi indikator positif untuk dunia perfilman superhero Indonesia.

Adegan action yang dimiliki juga cukup oke. Pertarungan terakhir antara Alana dan Jatmiko sebenarnya bagus, cuma tertutup karena ada banyak hal yang mengganjal dan membuat Penulis mengerutkan alis.

Selain itu, dialog yang dimiliki oleh karakternya juga tidak sekaku film Gundala. Interaksi antara Kala dan Tangguh mungkin menjadi salah satu yang paling luwes dan menarik. Hanya saja, tetap ada dialog yang terasa kaku dan tidak natural.

Penulis juga senang dengan kemunculan Ario Bayu sebagai Ghani Zulham, di mana ia adalah otak di balik kebangkitan Ki Wilawuk (Sujiwo Tejo) di film Gundala. Tampaknya, karakter ini akan lebih sering muncul di film-film Bumilangit selanjutnya.

***

Secara pribadi, Penulis menganggap Gundala masih lebih baik dari Sri Asih. Memang ada beberapa poin dari film ini yang lebih baik dari Gundala, tetapi secara overall Penulis menganggap Gundala masih lebih baik.

Semoga saja film dan serial selanjutnya dari Bumilangit, Virgo and the Sparklings dan Tira bisa lebih baik dari Sri Asih agar semangat Penulis menonton film superhero lokal bisa bertahan.


Lawang, 11 Desember 2022, terinspirasi setelah menonton Sri Asih

Foto: Suara Merdeka

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version