Pengalaman

RIP Samsung Galaxy Note 9 Saya

Published

on

Kamis, 10 November 2022, sekitar pukul 10:30, Penulis sedang bersantai sejenak setelah selesai morning concall. Penulis duduk di ruang keluarga sembari menonton video YouTube dari YDST Tamiya Project yang sedang melakukan unboxing tamiya Gun Blaster XTO.

Tiba-tiba, layar ponsel yang Penulis gunakan untuk menonton video tersebut berubah warna menjadi putih, sebelum akhirnya menjadi gelap. Padahal, suara dari video YouTube tersebut masih terdengar, bahkan hingga berganti video.

Tentu saja Penulis langsung panik dan segera melakukan berbagai cara untuk menyalakannya kembali, termasuk melakukan hard restart di mana Penulis harus mencari tutorialnya terlebih dahulu karena tidak pernah melakukannya sebelumnya.

Setelah merasa yakin sudah melakukan restart, ternyata tetap saja layar ponsel Penulis masih gelap gulita dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyala. Tubuh Penulis rasanya langsung lemas, karena menyadari bahwa Samsung Galaxy Note 9-nya telah rusak.

Upaya-Upaya untuk Memperbaikinya

Besoknya, Penulis langsung menitipkan ponselnya ke adik agar dibawa ke service center Samsung. Seperti yang sudah bisa ditebak, menurut diagnosis mereka LCD ponsel Penulis mengalami kerusakan dan harus diganti.

Apa penyebabnya? Mereka menduga bahwa hal tersebut bisa terjadi karena pengecasan ponsel yang dilakukan semalaman dan lupa mencabutnya. Apalagi, komponen baterai dari Samsung Galaxy Note 9 jadi satu dengan layarnya.

Biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki Ponsel ini cukup mahal, yakni 2,5 juta rupiah. Tentu hal tersebut membuat Penulis menjadi bimbang, apakah worth it mengeluarkan uang tersebut untuk servis atau sekalian saja ganti ponsel baru.

Teman-teman Penulis mayoritas menyarankan untuk beli ponsel baru saja daripada untuk servis barang yang sudah lumayan berumur. Saat rusak, ponsel ini sudah Penulis gunakan selama kurang lebih 2,5 tahun.

Apa yang membuat Penulis berat melepas ponsel ini adalah nilai sentimentilnya. Bisa dibilang saat dirilis pada tahun 2017, Penulis langsung jatuh hati dengan desainnya. Apalagi sebagai seri Note, ponsel ini tentu saja memiliki S Pen.

Oleh karena itu, sewaktu ponsel ini sedang promo lebaran pada pertengahan tahun 2020, Penulis memutuskan untuk menguras tabungan demi mendapatkan ponsel idamannya ini. Sejak itu, Samsung Galaxy Note 9 resmi menjadi daily driver Penulis.

Dalam perjalanannya, ponsel ini bisa dibilang tidak pernah rewel sebenarnya. Masalah yang dimiliki hanyalah adanya semacam burn di layar yang tak terlalu kelihatan dan baterai yang sudah agak drop. Rasanya, itu adalah permasalahan yang cukup wajar.

Maka dari itu, Penulis cukup kaget karena ponsel kesayangan ini tiba-tiba mengalami kerusakan yang begitu parah. Jika mau didramatisir, sebenarnya ponsel ini menahan “luka” berat yang cukup lama, demi bisa melayani Penulis sedikit lebih lama lagi.

Pada Akhirnya Memutuskan untuk Membeli Ponsel Baru

Ilustrasi Ketika Penulis Sedang Riset untuk Memilih Pengganti HP (Andrea Piacquadio)

Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya Penulis memutuskan untuk mengikuti saran teman-teman, yakni membeli ponsel baru. Untuk sementara, Samsung Galaxy Note 9 akan “dipetieskan” terlebih dahulu.

Mengingat butuh cepat, Penulis pun memutuskan untuk pertama kalinya akan membeli ponsel Android China. Di era smartphone, Penulis hanya pernah menggunakan Sony (Xperia L), Samsung (A7, A8, Note 9), dan Apple (iPhone 5s).

Dalam membeli ponsel China, Penulis benar-benar dibuat bingung. Apalagi Penulis tidak terlalu mengikuti perkembangan ponsel di luar Samsung dan iPhone karena memang tidak tertarik. Namun, keadaan memaksa Penulis untuk melakukan riset secara mendalam.

Setelah menonton dan membaca berbagai ulasan serta saran dari teman-teman, akhirnya Penulis memilih Xiaomi POCO F4. Selain karena harganya yang pas dengan kantong, Penulis merasa spesifikasi ponsel ini juga cukup untuk penggunaan sementara.

Xiaomi POCO F4 (Xataka)

Setelah kurang lebih dua bulan penggunaan, jujur saja Penulis merasa ada beberapa kekurangan dari ponsel ini dibandingkan Samsung Galaxy Note 9, seperti feedback getaran yang terasa murah dan bug ketika Penulis menggunakan launcher favoritnya.

Namun, setidaknya ponsel ini memang sudah cukup mumpuni untuk menjadi daily driver-nya. Bukan sampai di titik yang sangat memuaskan, tapi performa yang dimiliki memang sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Selain itu, Samsung Galaxy Note 9 yang tadi dipetieskan pada akhrinya diperbaiki oleh adik Penulis dan sekarang ia gunakan untuk menjadi daily driver-nya, menggantikan Samsung Galaxy A8 yang juga merupakan “warisan” dari Penulis.

Meskipun terkadang ada perasaan sentimentil karena harus berpisah dengan ponsel idamannya yang dibeli dengan uang sendiri, setidaknya Penulis merasa senang karena telah berhasil meraih salah satu impiannya dengan jerih payahnya sendiri.

Jika ada rezeki untuk berganti ponsel, Penulis tertarik untuk upgrade ke Samsung Galaxy S22 Ultra atau iPhone 13. Namun, bukan tidak mungkin ternyata Penulis malah nyaman dengan POCO F4 ini dan menggunakan uangnya untuk kepentingan yang lain.


Lawang, 22 Desember 2022, terinspirasi setelah Samsung Galaxy Note 9 saya rusak

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version