Pengalaman
SWI Barang Bekas
Sebenarnya ini bukan sesuatu hal yang baru, karena sudah banyak komunitas atau kelompok yang memiliki ide untuk menghasilkan uang dari barang bekas. Akan tetapi, tetap saja ada poin-poin yang bisa dipetik dari penyelenggaraan program kerja (proker) SWI Barang Bekas ini.
Latar belakang dari proker ini adalah uang. Bukan matre, namun Karang Taruna membutuhkan pemasukan sebagai biaya operasional. Kita tidak bisa hanya mengandalkan uang kas bulanan karena anggota, terkadang, lupa membayar kewajibannya tersebut. Sehingga dibutuhkan sesuatu yang kreatif untuk menghasilkan uang.
Pelaksanaan SWI Barang Bekas
SWI Barang Bekas dilakukan setiap hari Minggu pagi, karena kalau hari lain banyak anggota yang bersekolah dan warganya pun harus bekerja. Acara dimulai jam tujuh pagi hingga jam sembilan pagi di balai RW. Warga bisa mengumpulan sendiri barang bekasnya, atau menghubungi pihak Karang Taruna agar barangnya diambil.
Bermodalkan kereta dorong untuk mengangkut barang, kami juga berkeliling perumahan untuk lebih banyak lagi menjaring barang bekas. Untunglah, kami memiliki toa alami yang suaranya tidak kalah dengan toa sungguhan.
Uang yang dihasilkan bervariasi, rata-rata sekitar 50 ribu setiap bulannya. Jika ada rejeki nomplok, misal ada yang menyumbang besi berkilo-kilo, uang yang masuk bisa mencapai angka 150 ribu.
Permasalahan SWI Barang Bekas
Saya tidak menganggap kurangnya barang bekas yang berhasil dikumpulkan sebagai sebuah permaslahan, karena sedikitnya barang dapat diatasi dengan menyimpannya terlebih dahulu untuk digabungkan dengan barang bekas yang akan didapat di bulan berikutnya.
Permasalahan terbesarnya adalah, anggota yang bangun siang. Proker ini memang dimulai pagi hari, selain karena tukang rombengnya biasa lewat di waktu ini, juga agar anggota tidak bisa menikmati bangun siang di hari libur.
Sebagai generasi penerus bangsa, seharusnya kita membiasakan diri bangun pagi, kapanpun.
Penutup
Banyak sektor yang masih harus dibenahi agar proker ini dapat menjadi lumbung uang untuk Karang Taruna. Yang paling penting adalah penyampaian informasi kepada warganya harus dibuat lebih efektif daripada membuat edaran yang dibagi seminggu sebelum pelaksanaan.
Selain itu, anggota Karang Taruna sendiri pun kurang aktif dalam mengumpulkan barang-barang bekas. Seharusnya, anggota juga mempunyai wadah sendiri di rumah masing-masing untuk mengumpulkan, katakanlah, botol bekas.
Ke depannya, kami akan melakukan studi banding ke Karang Taruna lain yang memiliki proker serupa. Kami akan menilai, mana-mana saja yang dapat diterapkan di Perumahan Sumber Wuni Indah agar proker ini dapat berjalan lebih baik lagi.
Perpustakaan Nasional Lantai 24, 14 Maret 2018, setelah menulis artikel Merapikan Kamar, Merapikan Diri
You must be logged in to post a comment Login