Produktivitas
Istirahat dari Media Sosial
Penulis adalah tipe orang yang suka lupa waktu ketika sudah asyik bermain media sosial, entah Twitter ataupun Instagram. Yang niatnya hanya 5 menit, eh bablas jadi 1 jam.
Oleh karena itu, beberapa minggu terakhir ini penulis memutuskan untuk istirahat sejenak dari media sosial. Istilah kerennya, detox. Kenapa dan bagaimana caranya?
Kenapa Istirahat dari Media Sosial?
Ada beberapa alasan yang membuat penulis memutuskan untuk istirahat dari media sosial untuk sementara waktu. Salah satu alasannya sudah penulis sebutkan di atas.
Penulis merasa sudah membuang banyak waktunya untuk kegiatan yang kurang produktif. Padahal, waktu yang digunakan untuk menjelajah media sosial bisa digunakan untuk menulis satu artikel Whathefan atau membaca satu bab buku.
Memang benar, banyak sekali informasi bermanfaat yang bisa kita dapatkan dari media sosial. Hanya saja, penulis merasa dirinya terlalu banyak mengonsumsi yang kurang bermanfaat, yang hanya berguna untuk memberikan hiburan semata dan kurang informatif.
Selain itu, ketika melihat teman-teman lain di sana, penulis kerap membandingkan diri dengan mereka. Kenapa yang ini sudah ke mana-mana, kenapa yang itu sudah punya anak, dan lain sebagainya.
Sebagai orang yang dasarnya mudah minder, tentu hal tersebut membawa beban tersendiri. Apalagi, penulis juga rentan terhadap Quarter Life Crisis karena usianya yang sudah seperempat abad. Untuk topik ini akan penulis ulas lebih dalam pada artikel berikutnya.
Bagaimana Cara Istirahat dari Media Sosial?
Penulis tidak total berhenti dari media sosial hingga menghapus akun atau membuat pos #sayapamit. Penulis tetap menggunakan media sosial untuk menyebarkan tautan artikel terbaru Whathefan.
Yang penulis lakukan adalah benar-benar mengurangi alokasi waktu yang biasanya habis untuk scroll media sosial hingga jari keriting. Selesai pos, biasanya penulis langsung tutup. Kalau lupa, terkadang lihat pos ataupun story beberapa detik terlebih dahulu.
Agar tidak mudah tergoda, penulis harus benar-benar berkomitmen dengan keputusan penulis. Kalau lupa beberapa detik, ya sudah jangan diteruskan, segera keluar dari media sosial yang sedang dibuka.
Bahkan, penulis sampai beberapa hari tidak melihat story di WhatsApp. Padahal, penulis adalah tipe orang yang tidak tahan melihat ada notifikasi yang belum dibuka. Intinya, harus pandai-pandai menahan diri untuk tidak tergoda dengan media sosial.
Ketika awal-awal, tentu ada perasaan bingung mau ngapain ketika sedang tidak ada kegiatan. Perasaan bingung tersebutlah yang penulis manfaatkan untuk menjadi produktif dengan menulis blog, novel, ataupun membaca buku.
Enggak selalu produktif juga, kok. Akibat tidak bermain media sosial, penulis jadi banyak bermain game, terutama Pokemon TCG Online yang lumayan membuat penulis ketagihan.
Selain itu, penulis juga jadi terpikir untuk mencari kegiatan-kegiatan lain yang lebih membuat penulis berhubungan dengan manusia. Sebagai orang introvert, hal ini merupakan sesuatu yang amat susah untuk dimulai.
Akibat Istirahat dari Media Sosial?
Jelas, penulis merasa dirinya menjadi lebih produktif. Dengan merasa lebih produktif, penulis merasa dirinya menjadi lebih bahagia. Menulis artikel lebih rutin, buku banyak yang ditamatkan, dan lain sebagainya.
Penulis juga merasa mulai mengurangi membandingkan dirinya dengan orang lain. Jujur saja, tak akan ada habisnya jika kita melihat orang lain terus menerus dan membandingkannya dengan diri kita sendiri.
Kekurangannya, penulis jadi banyak ketinggalan informasi penting yang terjadi di sekitar penulis. Penulis harus bertanya kepada teman kantor untuk mengetahui isu yang sedang hangat.
Akan tetapi, sebuah aksi mahasiswa yang menuntut aspirasinya didengar oleh pemerintah pada hari ini membuat penulis harus kembali dari rehat tersebut untuk mengetahui apa yang sebenarnya tengah terjadi.
Kebayoran Lama, 24 September 2019, terinspirasi dari pengalaman puasa yang sedang dijalani
Foto : ROBIN WORRALL