Buku
Setelah Membaca Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold
Pepatah memang menyebutkan don’t judge a book by its cover alias jangan menilai buku hanya dari sampulnya. Namun, sejujurnya Penulis beberapa kali membeli buku karena terpikat dengan sampulnya.
Contoh terbarunya adalah novel Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold karya Toshikazu Kawaguchi yang akan Penulis bahas pada tulisan kali ini. Begitu melihatnya, langsung ada perasaan kalau Penulis harus membelinya.
Apa yang membuat Penulis menyukai sampul ini adalah gaya anime realis yang dimilikinya, salah satu artstyle yang Penulis sukai. Bahkan tak hanya satu, Penulis langsung membeli buku keduanya juga yang akan Penulis bahas di tulisan selanjutnya.
Tentu Penulis menyempatkan diri untuk membaca sinopsis singkat yang ada di bagian belakang buku. Ternyata, ada unsur supernatural dalam buku ini karena menceritakan sebuah kafe yang mampu membawa pengunjungnya pergi ke masa lalu.
Biasanya, Penulis menghindari genre-genre fantasi seperti ini. Namun, entah mengapa Penulis tetap terpikat dengannya. Intuisi Penulis benar, ini adalah salah satu novel dengan cerita paling bagus sekaligus paling menyayat hati!
Detail Buku
- Judul: Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold
- Penulis: Toshikazu Kawaguchi
- Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
- Cetakan: Keenam Belas
- Tanggal Terbit: Februari 2023
- Tebal: 223 halaman
- ISBN: 9786020651927
Apa Isi Buku Ini?
Seperti yang sudah Penulis singgung sedikit di atas, novel ini berkisah tentang sebuah kafe tua nan kecil bernama Funiculi Funicula yang terletak di sebuah gang kecil di Tokyo. Kita bisa melihat ilustrasi kafe ini pada bagian sampul buku.
Yang istimewa dari kafe ini bukan dari kopi ataupun sajiannya, melainkan karena mampu membawa pengunjungnya pergi ke masa lalu, bahkan masa depan. Hanya saja, ada banyak syarat yang harus mampu dipenuhi oleh pelanggan.
Beberapa di antaranya adalah kita hanya bisa bertemu dengan seseorang di masa lalu/depan jika orang tersebut pernah mengunjungi kafe tersebut. Lalu, kita harus duduk di kursi tertentu dan tidak boleh berpindah tempat sekalipun, atau kita akan langsung diseret ke masa kini.
Masalahnya, kursi spesial tersebut kerap diduduki oleh roh hantu perempuan yang membaca novel. Katanya, itu terjadi karena pernah ada seseorang yang pergi ke masa lalu dan melebihi batas waktu yang telah ditentukan.
Seberapa lama waktu yang bisa kita gunakan untuk menjelajahi waktu? Ternyata tergantung dari kopi yang akan mengirimkan kita ke masa lalu tersebut. Kita harus “pulang” sebelum kopinya menjadi dingin, seperti yang tertera di judul buku ini.
Selain itu, kita juga harus memahami bahwa apapun yang kita lakukan di masa lalu tidak akan mengubah kenyataan yang akan terjadi hari ini. Konsepnya mirip dengan konsep time travel di film Avengers: Endgame.
Ribet? Jelas, apalagi yang akan kita lakukan di masa lalu tidak akan mengubah apapun.. Setelah mengetahui ada begitu banyak peraturan yang ada, banyak yang mengurungkan niatnya untuk pergi ke masa lalu.
Namun, tetap saja ada segelintir orang yang tetap yakin ingin melakukannya. Ada seorang perempuan yang ingin berbaikan dengan kekasihnya, ada seorang perawat yang ingin membaca surat yang dibuat oleh suaminya yang sakit.
Ada seorang kakak yang menemui adiknya untuk terakhir kalinya, dan ada seorang ibu yang ingin bertemu dengan anak yang mungkin tidak akan pernah dijumpainya seumur hidup. Penulis tidak akan membocorkan detail kisah perjalanan mereka di sini.
Setelah Membaca Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold
Awalnya Penulis mengira kalau buku ini merupakan sebuah kumpulan cerpen di mana kisah dari masing-masing babnya tidak memiliki keterkaitan. Ternyata, walau terkesan tidak memiliki kesinambungan, ada benang merah yang menyambungkannya.
Itu adalah salah satu poin plus dari novel ini, sehingga menghadirkan sedikit plot twist yang walaupun tidak terlalu mengejutkan, tetap memberikan damage. Apalagi, kisah-kisah yang terkandung di dalamnya terasa nyata dan bisa saja terjadi pada kehidupan kita.
Konsep Time Travel yang Disederhanakan
Ketika membaca cerita pertama tentang seorang perempuan yang ingin berbaikan dengan kekasihnya, Penulis masih merasa biasa saja. “Oh, begini konsep time travel-nya,” begitu pikir Penulis.
Namun, begitu masuk ke cerita kedua, emosi Penulis langsung dibuat naik turun tak karuan. Seumur hidup, rasanya baru kali ini Penulis berhasil dibuat terharu oleh sebuah novel. Masalahnya, cerita ketiga dan keempat damage-nya lebih besar lagi.
Meskipun memiliki konsep time travel, sama sekali tidak ada penjelasan ilmiah mengapa hal tersebut bisa terjadi. Tidak dijelaskan juga bagaimana kopi buatan kafe tersebut bisa mengirimkan orang pergi ke masa lalu.
Kisah-Kisah yang Sederhana, tapi Bermakna
Menurut Penulis, menyederhanakan konsep time travel adalah upaya sang penulis buku ini untuk menyederhanakan cerita. Tanpa perlu tahu pun, kita masih bisa menikmati ceritanya. Memang tidak masuk akal, tapi bukan rasionalitas yang menjadi kekuatan utama buku ini.
Buku ini justru ingin memberi tahu kita tentang hal-hal sepele yang mungkin selama ini kita abaikan, dan baru merasa menyadari hal tersebut ternyata penting setelah kita kehilangannya. Tiga cerita di awal berpusat pada konsep tersebut.
Lalu, bagaimana dengan yang terakhir? Cerita terakhir bisa dibilang mengandung bawang yang paling banyak. Karena takut terlalu membocorkan kisahnya, Penulis hanya bisa bilang kalau cerita keempat menjadi satu-satunya yang pergi ke masa depan.
Apakah Ada Kekurangannya?
Jika disuruh mencari kekurangan dari buku ini, mungkin Penulis akan menyebutkan kalau nama-nama karakter yang ada di dalamnya membutuhkan waktu agar Penulis bisa menghafalnya.
Bahkan, ada beberapa karakter yang awalnya Penulis kira laki-laki, ternyata perempuan. Namun, itu hanya kekurangan minor yang terjadi karena ketidakmampuan Penulis dalam menghafal karakternya dengan cepat.
Jika disuruh memilih, Penulis paling menyukai karakter Kazu Tokita yang misterius dan senantiasa tidak menunjukkan emosinya. Sedikit spoiler, ia adalah pramusaji di kafe tersebut yang bertugas membuat kopi bagi pelanggan yang ingin pergi ke masa lalu.
***
Sejujurnya masih ada banyak hal yang ingin Penulis sampaikan terkait novel ini. Namun, Penulis khawatir jika akan memberikan spoiler terlalu banyak. Mungkin saja, Penulis akan memberikan versi full spoiler pada tulisan selanjutnya jika ingin menulisnya.
Untuk saat ini, rasanya sudah cukup ulasan yang Penulis berikan untuk novel ini. Sudah lama Penulis tidak menemukan kepuasan setelah menamatkan novel seperti ini. Jelas, Funiculi Funicula akan menjadi salah satu novel terbaik versi Penulis.
Lawang, 12 April 2023, terinspirasi setelah membaca buku Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold karya Toshikazu Kawaguchi
You must be logged in to post a comment Login