Buku
Setelah Membaca Laut Bercerita
Satu lagi novel dari Leila S. Chudori berhasil penulis tamatkan. Kali ini, penulis membaca novel terbarunya yang berjudul Laut Bercerita.
Sama seperti Pulang, novel ini juga berlatar belakang zaman orde baru yang penuh dengan kekerasan, pembungkaman opini, dan kesewenang-wenangan rezim.
Topik tersebut memang sedang penulis gemari. Selain karena memang suka dengan sejarah, penulis sedang mencari literatur untuk novel penulis sendiri, Leon dan Kenji.
SPOILER ALERT!
Apa Isi Buku Ini?
Mungkin baru kali inilah penulis membaca sebuah novel yang telah mati duluan di bagian awal novel! Tokoh utama, Laut, diceritakan sedang dibawa oleh sekelompok orang (militer) dan dijatuhkan ke dasar laut.
Setelah membaca bab prolog yang mengejutkan, kita akan lanjut ke bab selanjutnya yang berjudul Biru Laut, nama lengkap dari sang tokoh utama.
Seperti dua novel Leila yang sudah penulis baca sebelumnya, alur cerita dari novel ini juga maju mundur walau tidak terlalu dinamis.
Secara bergantian, kita akan melihat Laut ketika masih menjadi mahasiswa dan ketika ia berada di dalam genggaman militer karena dianggap terlalu vokal.
Kita akan melihat bagaimana ia memutuskan untuk menjadi seorang aktivis, bertemu dengan kawan-kawan seperjuangan, dan melakukan berbagai aksi.
Di sisi lain, di tahun 1998, kita akan melihat bagaimana ia disiksa dengan berbagai cara agar ia mau buka suara tentang gerakannya, hingga akhirnya ia diputuskan untuk dibungkam selamanya.
Setelah bab Biru Laut berakhir, kita akan berpindah ke bab selanjutnya, Asmara Jati. Ia adalah adik kandung dari Laut yang sedang mencari kejelasan ke mana kakaknya yang telah lama menghilang.
Pada bab ini, kita akan melihat bagaimana perjuangannya bersama orang-orang yang juga kehilangan anggota keluarganya. Tidak ada keajaiban yang terjadi pada novel ini. Laut, dan beberapa temannya, menghilang selamanya.
Leila dan Hubungan Seks Para Karakternya
Ada satu poin yang ingin penulis tuliskan tentang keseluruhan novel Leila yang sudah penulis baca. Mengapa setiap karakternya (utama ataupun sampingan) yang jatuh cinta selalu digambarkan berhubungan seks di luar nikah?
Mungkin penulis terdengar kolot ataupun kuno, tapi menyaksikan itu secara terus-menerus di novel karya Leila membuat penulis bertanya-tanya apakah cinta memang harus selalu berhubungan dengan seks.
Bukannya ingin terlihat sok suci, tapi penulis tidak melihat urgensi adegan tersebut di novel-novelnya. Ingin menggambarkan keintiman antara dua karakter? Bisa jadi, tapi rasa tidak nyaman tetap menggantung di perasaan penulis.
Mungkin akan ada yang menganggap penulis munafik, tapi bagi penulis hubungan seks di luar nikah tetap hal yang terlarang. Seks memang kebutuhan biologis manusia, tapi bukan berarti kita bisa melakukannya hanya karena atas nama cinta.
Melihat banyaknya adegan seks pada novel ini (Biru dengan Anjani, Alex dengan Asmara) dan novel-novel Laila lainnya membuat penulis berpikir, apakah seks bebas sudah menjadi hal biasa dan lumrah sejak dulu?
Setelah Membaca Novel Ini
Jika dibandingkan dengan Nadira dan Pulang, novel ini terasa paling lama selesainya. Bukan karena ceritanya yang berat, tapi karena beberapa alasan lain.
Pertama, novel ini menggambarkan adegan penyiksaan secara cukup eksplisit. Penulis, yang termasuk orang tidak tegaan, sering merasa tidak nyaman ketika membaca adegan tersebut karena membayangkannya secara langsung.
Kedua, bagian pertama bab Biru Laut (Seyegan, 1991) terasa sedikit menjemukan karena Leila memperkenalkan karakter-karakternya yang cukup banyak. Tapi, setelah membaca lebih lanjut, penulis jadi memahami mengapa pengenalan karakter itu dilakukan.
Seperti yang sudah penulis singgung di atas, dinamika maju mundurnya alur cerita pada novel ini terasa kurang. Padahal, bagi penulis itulah kekuatan utama novel-novel Leila.
Terlepas dari kekurangan-kekurangannya tersebut, penulis sangat menikmati novel yang luar biasa ini. Sekali lagi Leila berhasil menggambarkan kekejaman rezim orde baru dengan begitu nyata.
Akhir dari novel ini juga bagi penulis lebih bagus dari novel Pulang. Konklusi ceritanya terasa lebih dapat dan cukup memuasakan, mengingat kita tahu bagaimana karakter Laut sudah mati di awal cerita.
Novel ini penulis rekomendasikan untuk pembaca dewasa yang tertarik dengan sejarah orde baru. Gaya bahasa Leila sungguh sangat bisa dinikmati, hingga teman penulis menganggapnya sebagai salah satu penulis terbaik Indonesia. Penulis setuju dengannya.
Nilainya: 4.35/5.0
Kebayoran Lama, 7 Desember 2019, terinspirasi setelah membaca buku Laut Bercerita karya Leila S. Chudori