Buku

Setelah Membaca Segala-Galanya Ambyar

Published

on

Kata ambyar mulai populer berkat almarhum Didi Kempot yang menggunakan istilah Sobat Ambyar untuk menyebut basis penggemarnya. Bahkan, kata ambyar telah resmi masuk ke dalam KBBI.

Menurut Penulis, kepopuleran kata ambyar dimanfaatkan dengan baik oleh Penerbit Grasindo ketika menerjemahkan buku karya Mark Manson yang berjudul Everything is Fucked menjadi Segala-galanya Ambyar.

Penulis, yang mulai mengurangi membaca buku self-improvement, pada akhirnya pun memutuskan untuk membelinya.

Apa Isi Buku Ini?

Selain karena menggunakan kata ambyar pada judul, salah satu alasan Penulis membeli buku ini adalah faktor Mark Mansonnya sendiri. Untuk yang belum tahu, ia adalah Penulis buku Seni untuk Bersikap Bodo Amat yang terkenal.

Buku ini memiliki subjudul sebuah buku tentang harapan. Artinya, buku ini akan mengupas secara dalam mengenai harapan dan apa artinya harapan pada kehidupan sekarang.

Ada dua bagian utama dari buku ini, yakni Harapan dan Segala-galanya Ambyar. Masing-masing bagian memiliki beberapa bab yang lebih mendetail.

Salah satu teknik yang biasa dimiliki oleh buku self-improvement adalah menggunakan cerita. Manson di awal buku sudah menyuguhkan kisah luar biasa dari seorang bernama Witold Pilecki.

Apa isitimewanya? Ia adalah saah satu anggota tentara rahasia Polandia yang sengaja masuk ke Auschwitz (kamp konsentrasi Nazi) untuk melakukan penyelidikan!

Keberanian yang dimiliki oleh Pilecki, menurut Manson, disebabkan adanya harapan untuk melihat negaranya, Polandia, menjadi negara yang merdekan dan berdaulat secara utuh.

Di bab-bab selanjutnya akan ditemukan contoh kisah-kisah lain yang memiliki relasi dengan harapan. Hanya saja karena buku ini termasuk baru, Penulis tidak akan bercerita terlalu mendetail mengenai isinya.

Tapi jujur, karena bagi Penulis bukunya cukup berat, Penulis tidak bisa begitu mengingat apa isinya.

Setelah Membaca Buku Segala-galanya Ambyar

Dibandingkan dengan buku sebelumnya, buku ini terasa sangat filosofis sehingga Penulis merasa kesulitan untuk mencernanya. Mulai dari Plato sampai Tom Waits ia sebutkan di sini.

Gaya penulisannya yang kesannya terserah gue juga tetap dipertahankan di sini. Gaya humornya, caranya menyampaikan argumentasi, bagaimana ia cenderung skeptis, mirip dengan buku sebelumnya.

Bahkan ada sedikit kontroversi mengenai bab yang membahas bagaimana menciptakan agama akan mewujudkan harapan-harapan kita. Jujur, Penulis sedikit merasa risih ketika membaca bagian ini.

Walaupun begitu, buku ini tetap menarik untuk menambah sudut pandang kita dalam melihat harapan. Tapi secara umum, Penulis kurang bisa menikmati buku ini dan tidak bisa merekomendasikannya.

Yah, setidaknya Penulis jadi mengetahui kisah Pilecki, Nietzsche, dan yang lainnya.

 

Nilainya: 3.5/5.0

 

 

Kebayoran Lama, 5 Juli 2020, terinspirasi setelah menamatkan buku Segala-galanya Ambyar karya Mark Manson

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version