Buku
Setelah Membaca Si Anak Cahaya
Penulis membeli novel Si Anak Cahaya ini bersamaan dengan novel Si Anak Badai yang sudah ditamatkan terlebih dahulu. Keduanya merupakan bagian dari Serial Anak Tere Liye.
Setelah mengalami kekecewaan di novel Si Anak Badai, Penulis tidak berharap banyak dari novel ini. Hasilnya? Penulis tetap kecewa dengan novel ini.
Spoiler Alert!
Apa Isi Buku Ini?
Sama seperti serial anak-anak lainnya, novel ini juga berfokus kepada tokoh anak SD. Kali ini, tokoh utamanya bernama Nurmas yang kelak akan menjadi mamak dari Eliana, Pukat, Burlian, dan Amelia.
Oleh karena itu, novel ini mengambil latar belakang waktu tahun 50-an ketika Indonesia belum lama merdeka. Kita akan melihat seorang anak kampung menjalani kesehariannya.
Adegan dimulai dengan adanya seleksi tentara, lantas perjalanan Nurmas ke kota untuk bertemu dengan dokter demi menyembuhkan bapaknya yang sakit keras.
Mulanya, ada seorang dukun kampung bernama Datuk Sunyan yang dikenal karena kesaktiannya. Keluarga Nurmas menolak bantuannya karena ia dianggap syirik, menyekutukan Tuhan.
Ada pula adegan Nurmas dan kawan-kawannya yang menjaga ladang, lantas bertemu dengan Si Puyang alias harimau. Lalu adegan berlanjut dengan kelahiran adik Nurmas uang diberi nama Unus.
Terselip pula cerita masa lalu bapak yang kelam, di mana ia pernah bergabung dengan kelompok Komunis dan durhaka kepada orangtuanya. Inilah konflik utama dari novel ini.
Singkat cerita, kampung Nurmas mengalami paceklik panen yang lumayan panjang. Di saat itulah salah satu mantan rekan bapak di kelompok Komunis datang untuk memberikan bantuan dan menemukan bapak.
Ia sangat dendam karena menyalahkan bapak Nurmas atas kematian keluarganya di masa silam. Dengan penuh amarah, ia menyiksa bapak dan mamak Nurmas serta membakar desa.
Siapa yang jadi penyelamat? Siapa lagi kalau bukan Nurmas. Ia, yang masih SD, harus berjalan ke kota demi menemukan bantuan. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Datuk Sunyan yang dendam, tapi ditolong oleh Si Puyang.
Nurmas pun pada akhirnya sampai ke kota dan bertemu dengan tentara yang dulu ikut seleksi di kampungnya. Mereka menyerbu kampung dan langsung mengalahkan kelompok Komunis tersebut. Selesai.
Setelah Membaca Si Anak Cahaya
Awalnya, Penulis mengira novel ini akan sedikit lebih baik dari Si Anak Badai. Ternyata tidak. Novel ini sama mengecewakannya. Ada beberapa hal yang menjadi alasannya.
Pertama, latar tempat dan waktunya kurang terlalu kuat. Selama membaca, sama sekali tidak terasa kesan tahun 50-annya kecuali ketika ada istilah-istilah jadul yang disisipkan dan adanya orang-orang Belanda yang bertahan di Indonesia.
Selain itu, suasana kampung yang terpencil juga sangat lemah. Masa anak-anak SD sudah mengenal Chairil Anwar dan tujuh keajaiban dunia? Diajari oleh gurunya yang cuma satu orang itu?
Omong-omong soal anak SD, entah mengapa anak SD di serial anak Tere Liye ini terlihat sangat intelek. Tata bahasanya sangat bagus, pengetahuan luas, pemilihan kosa katanya cukup luas.
Adanya bagian kurang penting (seperti filler di serial anime) juga kembali muncul. Jika bab-bab tersebut dihilangkan, niscaya sama sekali tidak berpengaruh ke alur cerita.
Bagian akhirnya? Konsepnya tetap sama, anak SD melakukan hal luar biasa hingga muncul keajaiban. Perjalanan melalui hutan di malam hari, lantas tanpa sengaja bertemu dengan kenalan yang masuk tentara, klise sekali.
Di sini, Tere Liye juga menggambarkan kebrutalan Komunisme. Penulis sama sekali tidak keberatan, mengingat Penulis juga membaca novel-novel yang memperlihatkan kebrutalan Orde Baru dalam memberantas Komunisme.
Hanya saja, Tere Liye menggambarkan mereka sebagai orang yang haus darah dan tidak berpikir panjang (baca: tolol). Padahal, kenyataannya mereka bisa bergerak secara sistematik dan halus sehingga mampu meraih popularitas tinggi.
Jujur, Penulis kesulitan untuk menemukan kelebihan novel ini. Mungkin sama seperti serial anak lainnya, ada banyak pesan moral (yang sedikit basi) dari novel ini.
Setelah membaca novel ini, Penulis mulai mempertimbangkan untuk berhenti membeli novel-novel karangan Tere Liye.
Nilainya: 3.5/5.0
Note: Kenyataannya, Penulis tetap membeli novel terbaru Tere Liye, yakni Selena dan Nebula. Untungnya, kedua novel tersebut memiliki alur cerita yang jauh lebih baik.
Kebayoran Lama, 22 Maret 2020, terinspirasi setelah menamatkan buku Si Anak Cahaya karya Tere Liye