Olahraga
Gatau Harus Ngomong Apalagi
Sejujurnya Penulis tidak tahu harus menulis apa setelah menonton performa buruk dari Manchester United (MU) akhir pekan kemarin ketika bersua dengan Brentford. Bayangkan, kalah telak 0-4 dari sebuah tim yang baru promosi beberapa musim lalu.
Dua kekalahan di dua laga awal melawan klub yang (seharusnya) bisa dikalahkan jelas sangat kacau, bahkan ini yang pertama kali dalam 100 tahun sejarah klub. Jelas ini membuktikan kalau MU tidak sedang baik-baik saja.
Pasti ada yang salah dari tim ini, sehingga ganti pelatih maupun mendatangkan pemain tidak cukup untuk memperbaikinya. Entah apalagi yang harus dilakukan agar klub ini bisa kembali ke masa jayanya seperti dulu lagi.
Apa yang Salah dari Klub Ini?
Dari video Ruang Taktik di atas, Pembaca bisa mendalami apa yang salah dari hasil pertandingan kemarin. Kalau ditarik kesimpulan, apa yang diinginkan ten Hag belum bisa diimplementasikan dengan baik oleh para pemain.
Jelas masih terlalu dini untuk menilai ten Hag adalah pelatih gagal. Salah satu mantan pemain MU, Javier “Chicarito” Hernandez, menyebutkan kalau penggemar harus berhenti berharap pelatih baru MU akan membawa klub kembali berjaya seperti di era Sir Alex Ferguson.
Untuk bisa bangkit dari keterpurukan, MU perlu proses yang mungkin butuh bertahun-tahun. Akan ada banyak hal yang butuh dilakukan untuk itu, dan pendukung klub pun harus bersabar dan tidak mudah menendang pelatih keluar karena serangkaian hal buruk.
Berdasarkan analisis sederhana yang Penulis lakukan, ada beberapa hal yang harus dibenahin oleh MU untuk bisa menjadi lebih baik lagi.
Masalah dari Sisi Pemain
De Gea melakukan dua kali blunder fatal yang berujung ke gol, karena dirinya bukan tipe kiper yang terbiasa membangun serangan dari belakang. Hal ini diperparah dengan koordinasi antar lini yang terasa kurang terhubung, sehingga distribusi serangan pun menjadi buntu.
Mental para pemain juga patut menjadi sorotan. Jika dibandingkan klub dengan tradisi kuat seperti Real Madrid, Penulis merasa semangat juang untuk meraih kemenangan yang dimiliki skuad sekarang benar-benar rendah. Kalau sudah tertinggal, malah jadi makin bapuk.
Apakah memang para starting eleven dari MU perlu diganti? Tidak semuanya, tapi memang butuh banyak penambahan pemain baru, terutama dari sektor gelandang bertahan. Fred dan McTominay sudah sering digaungkan untuk diganti karena kurang bisa menjalankan perannya dengan baik.
Sayangnya, sampai saat ini belum ada realisasi pemain baru yang akan didatangkan oleh MU. Padahal, klub ini baru melepas banyak pemain senornya seperti Matic, Mata, Lingard, dan Pogba. Para pendukung klub sudah banyak yang gregetan dengan lambatnya klub mencari pemain baru.
Masalah dari Segi Strategi
Bagaimana dengan formasi? Ten Hag selama dua pertandingan menggunakan formasi empat bek, di mana menurut banyak orang (termasuk Penulis) melihat kalau MU yang sekarang lebih cocok menggunakan formasi tiga bek.
Selama ini, MU menjadi klub yang cenderung reaktif dengan memanfaatkan masa trasisi sebagai awal dari serangan balik yang cepat. Masalahnya, ini akan susah untuk diterapkan jika lawan adalah klub yang sama-sama reaktif.
Brighton dan Brentford di atas kertas memiliki skuad di bawah MU, sehingga wajar mereka lebih bermain bertahan dan menunggu blunder dari MU. Strategi ini berhasil, karena MU sendiri terlihat belum terbiasa membangun serangan dari belakang dan membongkar pertahan lawan yang menggunakan strategi low block.
Untuk itu, tak salah jika Ruang Taktik menyebutkan strategi yang dimiliki oleh ten Hag dianggap naif. Tampaknya butuh beberapa laga (dan mungkin, kekalahan) agar ten Hag menemukan formula yang lebih cocok untuk diterapkan di Premier League.
Masalah dari Sisi Lain
Dua kekalahan di dua laga awal membuat tagar #GlazerOut kembali berkumandang. Sudah lama sekali para pendukung klub menginginkan keluarga tersebut keluar dari direksi MU dan sebisa mungkin mendapatkan pengganti yang lebih peduli dengan sepakbola.
Ada sebuah anggapan kalau keluarga Glazer selama ini lebih memprioritaskan sisi bisnisnya dibandingkan sisi prestasi, sehingga penggemar pun kerap merasa jengah dan menginginkan adanya perubahan di dalam tubuh klub.
Jika kondisinya begini terus, tentu akan sulit melihat MU bisa bersaing lagi di papan atas. Tidak mungkin jika kita berharap akan ada Class of ’92 lainnya yang bisa membawa klub kembali berjaya setelah melewati masa-masa sulit. Harapan tersebut tampaknya terlalu tinggi.
Berkaca dari Kebangkitan Liverpool dan AC Milan
Ketika MU terpuruk, di situ banyak pihak-pihak yang akan melakukan bully terhadap penggemar MU. Hal ini sangat lumrah, mengingat penggemar MU juga banyak yang songong ketika sedang berada di atas angin, bahkan sempat berujar musim ini akan tsunami trofi.
Salah seorang kawan karib Penulis yang pendukung Liverpool garis keras justru melakukan hal sebaliknya. Alih-alih melakukan bully seperti yang dilakukan penggemar klub lain yang sedang naik, ia justru memberi “semangat” dengan mengatakan klubnya dulu juga seperti itu.
Memang dalam beberapa tahun lalu, antara kepergian Rafael Benitez dan kedatangan Jurgen Klopp, performa Liverpool di liga cukup buruk. Boro-boro bersaing di Liga Champion, mereka cukup struggle bersaing di papan tengah.
Kasus yang sama terjadi pada AC Milan. Semenjak meraih scudeto pada musim 2010/2011, performa Milan langsung terjun bebas. Butuh lebih dari satu dekade (dan mungkin kembalinya Ibrahimovic) agar Milan bisa kembali ke papan atas dan meraih scudeto lagi.
Berkaca dari kebangkitan dua tim tersebut, mungkin MU pun butuh bertahun-tahun untuk bisa mengembalikan masa kejayaannya. Mungkin memang MU butuh reformasi di dalam organisasinya, termasuk mengganti kepemilikan ke orang yang lebih punya passion di sepakbola.
Sampai waktu itu telah tiba, Penulis harus bisa belajar tegar dan setia untuk menjadi pendukung Manchester United.
Lawang, 16 Agustus 2022, terinspirasi setelah merasa frustasi dengan kekalahan Manchester United di dua laga awal Premier League
Foto: FC Barcelona Noticias
You must be logged in to post a comment Login