Produktivitas
Productivity Hacks #3: Time Blocking
Kurang lebih sudah hampir 2 tahun Penulis full bekerja dari rumah alias Work from Home. Di saat tempat lain sudah mulai bekerja dari kantor, kebijakan di tempat Penulis masih mempersilakan karyawannya untuk tetap kerja dari rumah.
Tantangan dari bekerja di rumah adalah harus pintar mengelola waktu. Meskipun sama-sama memiliki jam masuk dan pulang, kita harus bisa menjadi “bos” untuk diri sendiri dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Selama dua tahun tersebut, tidak jarang Penulis menemukan kesulitan dalam hal tersebut karena berbagai alasan, termasuk rasa malas yang sangat menggoda. Untuk itu, Penulis perlu menemukan sebuah metode yang bisa membantunya mengatur waktu.
Dari berbagai metode yang pernah dicoba, membuat to-do list harian sangat membantu Penulis untuk menentukan skala prioritas dan daftar pekerjaan apa yang harus diselesaikan. Selain itu, time blocking juga sangat membantu. Apa itu?
Apa Itu Time Blocking?
Secara sederhana, time blocking adalah sebuah metode manajemen waktu yang membagi hari menjadi beberapa blok tertentu. Seringnya, blok waktu tersebut akan bersifat “umum” dan selama periode tersebut tidak boleh melakukan pekerjaan lain.
Contoh, ada blok waktu “Kerja” antara pukul 9 sampai 6. Nah, di dalam blok waktu tersebut kita tidak boleh melakukan aktivitas lain yang berpotensi mengalihkan pikiran kita ke hal lain yang mampu mendistraksi fokus kita.
Jadi selama blok waktu “Kerja”, aktivitas seperti bermain game, nonton YouTube, bahkan menulis artikel blog tidak boleh dilakukan. Harus benar-benar berusaha mengendalikan fokus, kalau perlu singkirkan semua distraksi seperti ponsel.
Time blocking merupakan metode yang akan menyederhanakan daftar pekerjaan atau aktivitas yang akan dilakukan pada hari tersebut. Dengan lebih fokus pada satu pekerjaan dalam satu waktu (bye bye multitasking), pekerjaan pun akan selesai lebih cepat.
Bagi Penulis, adanya time blocking seperti ini sangat membantu untuk mengetahui akan melakukan apa hari ini dan mana yang perlu diprioritaskan, apalagi jika dibantu dengan to-do list harian.
Dengan begitu, Penulis akan bisa memiliki hari yang lebih produktif karena di dalam mindset-nya ada target-target yang harus diselesaikan.
Contoh Time Blocking di Tempat Kerja
Kalau Penulis pribadi, biasanya akan membagi waktunya secara umum dulu, baru di-breakdown menjadi lebih rinci lagi melalui to-do list harian. Penulis akan memberikan contoh dalam dalam blok kerja.
Jika hanya diblok kerja selama 8-9 jam, ada potensi di sela-sela waktu tersebut akan melakukan hal-hal lain karena kurang spesifiknya pekerjaan yang akan dikerjakan. Untuk itu, Penulis akan memisahnya menjadi beberapa bagian.
Misal, blok kerja pertama antara jam 9 hingga jam 11/12 digunakan untuk rapat, cari topik, brainstorm, cek surel, dan beberapa pekerjaan non-edit lainnya. Dengan kata lain, pekerjaan-pekerjaan “remeh” dan tidak membutuhkan waktu lama dikerjakan di sini.
Setelah jam istirahat siang, biasanya Penulis akan lebih fokus untuk melakukan edit tulisan karena di jam itulah para writer sudah menyelesaikan beberapa tulisannya. Jika sedang tidak ada artikel yang diedit, maka Penulis biasanya mencari berita-berita baru.
Sore menjelang jam pulang kantor, Penulis melakukan pekerjaan seputar cek ulang dari pekerjaan-pekerjaan yang sudah dilakukan pada hari tersebut, seperti memeriksa apakah semua artikel yang dijadwalkan tayang sudah selesai atau belum.
Selain itu, jika ada pekerjaan-pekerjaan baru yang di luar rutinitasnya, Penulis akan memasukkannya ke dalam slot yang paling kosong. Misal, jika ada artikel yang perlu ditulis, Penulis akan menulisnya di pagi hari atau menjelang jam pulang.
Mungkin orang lain yang tidak terikat jam kantor seperti content creator akan memiliki metode waktu yang berbeda, seperti melakukan blok tergantung harinya (Senin fokus brainstorm ide, Selasa pengambilan konten, dst). Namun, konsepnya tetap sama.
Bagaimana Time Blocking untuk Waktu-Waktu Lainnya?
Itu untuk waktu kerja, bagaimana dengan waktu di luar itu? Penulis pun berusaha untuk tetap menerapkan time blocking, walau untuk bisa merealisasikannya lebih berat dibandingkan time blocking di waktu kerja (terutama karena disiplin diri yang kurang).
Idealnya, Penulis ingin memiliki blok waktu antara jam 5 hingga 7 pagi untuk melakukan rutinitas pagi harian. Setelah itu, ada blok waktu untuk belajar sesuatu yang baru seperti tentang kepenulisan maupun SEO.
Selepas jam kantor antara jam 7-8 adalah blok waktu untuk makan malam dan istirahat. Jam 8-9 adalah blok waktu untuk menulis artikel di blog ini. Setelah itu, jam 9 ke atas adalah blok waktu untuk rutinitas malam dan aktivitas santai lainnya.
Jadi jika disimpulkan, blok waktu harian yang Penulis idamkan (karena belum terlaksana semua) adalah sebagai berikut:
- 05:00 – 07:00 Rutinitas Pagi Harian (Membersihkan Kamar, Olahraga Pagi, Mencatat To-Do List dll)
- 07:00 – 08:00 Belajar Hal Baru (Ikut Kelas Online, Belajar Lewat Aplikasi, Baca Buku, dll)
- 08:00 – 08:30 Persiapan Kerja (Sarapan, Mandi)
- 08:30 – 12:00 Kerja (Riset Topik Artikel, Morning Concall, Brainstorm, Cek Email, Menulis Artikel, dll)
- 12:00 – 13:00 Istirahat, Sholat, Makan Siang
- 13:00 – 15:30 Kerja (Edit Artikel)
- 15:30 – 16:00 Istirahat, Sholat
- 16:00 – 18:30 Kerja (Edit Artikel, Menulis Artikel, Cek Pekerjaan Harian, dll)
- 18:30 – 20:00 Istirahat, Sholat, Makan Malam
- 20:00 – 21:00 Menulis Artikel Blog
- 21:00 – 22:00 Waktu Santai
- 22:00 – 23:00 Rutinitas Malam Harian (Minum Vitamin, Mencatat Jurnal Harian, Cuci Muka, dll)
- 23:00 – 05:00 Tidur
Salah satu tujuan dari Penulis membuat artikel ini memang untuk memotivasi lagi dirinya agar bisa melakukan time blocking seperti yang sudah disusun di atas. Ah, alangkah indahnya jika Penulis bisa melakukannya secara konsisten.
Beneran Seproduktif Itu?
Terdengar sangat produktif? Iya, tapi pada kenyataannya Penulis merasa sangat sulit bisa mendisiplinkan diri untuk memenuhi blok-blok waktu yang sudah dibuatnya. Blok di waktu kerja saja kadang meleset, apalagi blok waktu lain yang relatif tidak terlalu mengikat.
Hal sederhana seperti tidak tidur lagi setelah sholat Shubuh pun masih Penulis lakukan, sehingga kehilangan waktu untuk belajar. Malam hari, Penulis lebih suka leyeh-leyeh sambil nonton TV di kamar atau main gim daripada menulis artikel blog.
Hanya saja, Penulis merasa bahwa time blocking ini sangat cocok untuk orang-orang yang menyukai keteraturan. Oleh karena itu, meskipun sudah gagal berkali-kali, Penulis akan terus mencobanya karena merasa yakin ini akan berdampak positif untuk dirinya sendiri.
Selain itu, biasanya Penulis akan sedikit melonggarkan diri pada weekend dengan tidak membuat time blocking. Hidup terlalu tertata juga tidak enak, perlu ada waktu yang longgar. Nanti kalau sudah masuk hari Senin, baru kita time blocking kembali.
Perlu diingat bahwa memang baik jika kita mampu melakukan time blocking dengat tepat. Hanya saja, jangan terlalu kaku juga. Jika dirasa tidak cocok, tata ulang saja blok waktunya. Selain itu, blok yang terlalu padat juga tidak baik untuk yang baru memulainya.
Penutup
Penulis pernah mencoba untuk hidup tanpa berbagai rencana dan penjadwalan seperti ini, dan hasilnya kacau balau. Hidup Penulis benar-benar berantakan dan tidak teratur. Banyak sekali pekerjaan yang tidak selesai dan terabaikan, serta pola hidup yang jauh dari kata sehat.
Time blocking, ditambah dengan to-do list harian, Penulis akui sangat membantu dirinya untuk mengatur waktu ketika bekerja dari rumah. Penulis jadi tahu apa yang akan dilakukan hari ini dan terpacu untuk menyelesaikannya.
PR utamanya adalah bagaimana kita bisa menjaga konsistensi, sesuatu yang harus diakui sangat sulit untuk dilakukan. Namun, resistansi kita ketika gagal dan mencoba lagi bisa menjadi amunisi utama untuk itu.
Semoga tulisan ini bisa menginspirasi para Pembaca sekalian yang tertarik untuk mencoba time bloking dalam kesehariannya.
Lawang, 6 Oktober 2022, terinspirasi setelah dirinya merasa perlu untuk kembali mengelola waktunya dengan lebih baik lagi
Foto: NotePlan
Sumber Artikel:
You must be logged in to post a comment Login