Tentang Rasa

Mengorbankan Kebahagiaan Diri Sendiri

Published

on

“Aaaaaah, cinta tak perlu pengorbanan!!! Saat kau mulai merasa berkorban, saat itulah cintamu mulai pudar!!!”

Sujiwo Tejo

Penulis hampir membaca semua buku karya Sujiwo Tejo. Bisa dibilang, quote yang berasal dari buku Talijiwo di atas merupakan favorit Penulis.

Ketika kita cinta atau sayang seseorang, secara umum kita akan berharap kalau yang dicintai bisa selalu bahagia. Kalau bisa, kita yang menjadi sumber kebahagiaannya.

Kalau kita sudah menyayangi seseorang, seolah kita mau dan bersedia untuk melakukan apa yang ia minta. Tak jarang kita membelikan sesuatu untuk menyenangkan hatinya.

Pertanyaannya, jika ia meminta kita mengorbankan kebahagiaan kita sendiri demi kebahagiaannya, apakah kita rela untuk melakukannya?

Ketika Kita Diminta Mengorbankan Kebahagiaan Sendiri

Logikanya, jika orang tersebut benar-benar menyayangi kita, apakah mereka akan meminta kita mengorbankan kebahagiaan kita sendiri demi kebagiannya sendiri? Jawabannya mungkin tidak.

Hanya saja, terkadang ada situasi yang membuat ia “terpaksa” meminta hal tersebut demi berbagai alasan. Salah satunya adalah demi kebaikan bersama.

Contoh 1: Berpisah karena Sering Bertengkar

Anggap saja ada situasi seperti ini. Kita baru saja bertengkar hebat dengan pasangan karena permasalahan yang sebenarnya sudah sering terjadi, tapi terus berulang.

Menurutnya, perpisahan adalah pilihan terbaik karena seringnya pertengkaran yang terjadi menunjukkan kalau kita tidak cocok untuk menjalin hubungan.

Mau kita berargumentasi seperti apapun, ia tetap bersikukuh dengan keputusannya. Mau tidak mau, kita pun mengorbankan perasaan kita yang sebenarnya masih memiliki rasa kepadanya.

Dalam kondisi seperti ini, kemungkinannya adalah masing-masing harus saling mengorbankan kebahagiannya. Sebenarnya masih ingin bersama, tetapi rasanya perpisahan menjadi jalan keluar satu-satunya demi kebaikan masing-masing.

Contoh 2: Dia Sudah Tidak Kuat dengan Keburukan Kita

Contoh lain, pasangan kita merasa sudah capek dengan sikap buruk kita. Mau kita berjanji seperti apapun, ia tidak memberikan kesempatan kedua untuk membuktikkan kalau kita bisa berubah.

Bisa juga ia sudah memberikan beberapa kesempatan agar kita mengubah sikap. Sayangnya, kita tetap saja melakukan kesalahan yang sama hingga membuat ia muak dan risih.

Padahal, kita merasa bahagia karena memiliki hubungan dengannya. Sayangnya, ia merasa tidak bahagia jika kita ada di dekatnya. Ia baru bisa merasa bahagia jika kita menjauh darinya karena menurutnya kita memiliki sifat-sifat yang buruk.

Dalam kasus seperti ini, kita jauh lebih dituntut untuk mengorbankan kebahagiaan kita sendiri dibandingkan contoh kasus yang pertama.

Contoh 3: Pasangan Toxic yang Semaunya Sendiri

Ada lagi yang lebih buruk. Misal kita sudah begitu bucin kepada seseorang yang begitu demanding, bisa dipastikan kita akan selalu diminta untuk mengorbankan banyak hal.

Ia sering meminta dibelikan sesuatu, melarang kita kumpul bersama teman, menuntut kita menjadi ini itu. Ia ingin diperlakukan sebagai orang yang paling istimewa dalam hidup kita.

Kalau sudah demikian, itu sudah bukan hubungan yang sehat, melainkan toxic sehingga sebaiknya diakhiri saja. Pengorbanan kita tidak sebanding dengan yang kita dapatkan.

Penutup

Masih ada banyak contoh lain tentang pengorbanan kebahagiaan kita demi kebahagiaan orang yang kita sayang. Hanya saja, tiga contoh di atas rasanya sudah cukup.

Idealnya jika ada dua orang saling menyayangi, mereka tidak akan meminta orang yang disayangi untuk mengorbankan kebahagiannya. Pasti kita ingin saling membahagiakan.

Sayangnya, terkadang ada keadaan atau kondisi yang membuat hal tersebut harus terjadi. Konflik yang terjadi mungkin sudah terlalu pelik sehingga harus ada yang berkorban atau pedihnya saling berkorban demi kebaikan bersama.

Bisakah kita berkorban tanpa perlu merasa berkorban? Mungkin bisa, tapi rasanya begitu berat untuk bisa seperti itu. Manusia pada dasarnya memiliki ego yang cukup besar, sehingga perasaan berkorban pasti ada jika dipaksa melakukan sesuatu.

Cinta memang tidak membutuhkan perasaan berkorban. Jika datang masanya ketika kita mulai merasa berkorban, mungkin perasaan cinta tersebut sudah mulai pudar seperti kata Sujiwo Tejo.


Lawang, 20 Juli 2021, terinspirasi dari kamu

Foto: Jeremy Bishop

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version