Sosial Budaya
Wanita 2D vs Wanita 3D
Bekerja di tempat yang sekarang membuat penulis banyak berkecimpung di dunia yang berbau anime dan Korea. Tak jarang muncul diskusi antar rekan kantor untuk mendiskusikan hal-hal seputar dua bidang tersebut.
Untungnya penulis memiliki “pengalaman” di kedua hal tersebut, sehingga tidak menemukan kesulitan yang berarti saat mengerjakan artikel.
Oleh karena itu, sekarang penulis tertarik untuk menulis tentang wanita 2D versus wanita 3D atau lebih tepatnya, waifu vs bias.
Waifu vs Bias
Istilah waifu merujuk kepada karakter anime perempuan (kalau laki-laki disebut husbando) yang dijadikan sebagai pasangan fantasinya. Misalnya ada yang menjadikan Hinata Hyuuga dari Naruto sebagai waifu-nya.
Di sisi lain, bias menurut sepengetahuan penulis merupakan pilihan idola dari banyaknya member sebuah girlband ataupun boyband yang kebanyakan berasal dari Korea Selatan.
Perannya pun macam-macam. Ada yang menjadikannya sebagai oppa atau unnie tersayang, ada juga yang menjadikannya sebagai pacar imajinasi, dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, kedua kubu antara penyuka anime dan K-Pop saling tidak menyukai, bahkan cenderung saling meremehkan. Padahal, penulis menemukan beberapa persamaan antara waifu dan bias ini.
Persamaan Waifu dan Bias
Pertama, mereka sama-sama tidak mungkin dimiliki oleh kita. Yang waifu berada di dunia dua dimensi, yang satu ada di negeri seberang. Walaupun mereka datang ke Indonesia, tetap saja mereka tak akan menyadari eksistensi kita.
Kedua, mereka sama-sama berbentuk nyaris sempurna seolah tanpa celah. Baik waifu ataupun bias, pasti akan memiliki kecantikan di atas rata-rata atau sifat yang terlihat sempurna.
Ketiga, penggemarnya bisa ngamuk kalau sampai waifu/bias-nya dilecehkan. Mereka merasa memiliki tanggung jawab untuk membela harga diri dari waifu/bias-nya.
Tapi kan bias manusia asli, beda sama waifu yang cuma kartun gambaran tangan!
Menurut penulis, sebenarnya itu hanya masalah selera saja. Ada yang lebih suka dengan manusia sungguhan, ada yang lebih terobsesi dengan karakter anime. Seharusnya, tidak boleh langsung dijustifikasi seperti itu.
Kenapa Punya Waifu/Bias?
Baik memilih untuk memiliki waifu ataupun bias sebenarnya tidak masalah. Penulis memandangnya seperti kita mengidolakan seseorang. Hanya saja jika sampai taraf yang menakutkan, tentu tidak baik untuk kehidupan kita.
Dari beberapa sumber yang penulis baca dan tonton, alasan yang paling kuat kenapa orang terobsesi secara berlebihan dengan waifu/bias-nya adalah karena memiliki permasalahan di kehidupan nyata.
Penulis pernah membuat artikel di tempat kerja mengenai apa yang membuat para wibu lebih memilih karakter dua dimensi. Ketika riset, penulis menemukan fakta bahwa mereka menganggap wanita asli sebagai makhluk yang mengerikan.
Mereka juga membandingkan kondisi fisik karakter anime yang dianggap sempurna jika dibandingkan dengan manusia sungguhan. Penemuan ini cukup mencengangkan bagi penulis.
Di sisi lain, orang-orang yang terobsesi dengan bias-nya secara berlebihan menganggap oppa-nya tidak akan pernah menyakiti perasaan mereka.
Mungkin mereka pernah disakiti oleh pasangannya di dunia nyata, sehingga merasa trauma dan melarikan diri ke idolanya. Oppa-oppa tersebut memang tidak akan menyakiti kita, mong tahu kita hidup di dunia ini aja enggak.
Orang yang terobsesi dengan karakter anime sering dianggap tidak normal. Menurut penulis, yang tidak normal adalah terobsesi berlebihan kepada apapun hingga memengaruhi perilakunya sehari-hari.
Terkadang ada yang bisa menikmati keduanya seperti penulis, tapi rasanya jumlahnya tidak terlalu banyak. Lebih banyak yang memilih salah satu. Lebih banyak lagi yang tidak memilih keduanya.
Siapa Waifu/Bias Penulis?
Jika disuruh memilih, penulis akan memilih wanita sungguhan yang bisa hadir menemani hari-hari kita. Pasti akan ada momen saling menyakiti, namun itu pasti terjadi di dalam sebuah hubungan antar manusia.
Tapi jika disuruh menyebutkan siapa waifu atau bias-nya, penulis juga sudah menyiapkan jawabannya.
Untuk waifu, penulis suka dengan sifat yang kalem, dewasa, baik hati, ceria, sedikit pemalu, dan penuh dengan energi positif. Sifat-sifat tersebut dimiliki oleh Kosaki Onodera dari anime Nisekoi dan Mio Akiyama dari anime K-On!
Bagaimana dengan Rikka Takanashi yang sering disebut di blog ini? Penulis suka dengan sifatnya yang polos, ceria, penuh energi dan fantasi, tapi merasa kurang srek dengan sifat kekanakan yang ia miliki.
Bagaimana dengan bias? Seperti pada tulisan sebelumnya, penulis akan memilih Jessica Jung mantan personil Girls’ Generation yang tinggal menunggu waktu unuk bubar seutuhnya.
Memang sedikit kontradiktif, mengingat sifat-sifat Jessica (setidaknya yang terlihat dari berbagai videonya) cukup berbeda dengan kritera waifu penulis. Entah mengapa bisa seperti itu.
Penutup
Penulis tekankan sekali lagi, tidak ada yang salah jika ingin punya waifu ataupun bias. Yang salah itu jika terlalu terobsesi dengan mereka secara berlebihan hingga mengganggu interaksi sosial kita di dunia nyata.
Kita punya hak untuk menyukai apapun, namun perlu diingat kalau kita tidak hidup sendirian di dunia ini dan tidak akan pernah bisa hidup sendirian.
Jangan sampai kita tenggelam ke dalam obsesi berlebihan terhadap waifu/bias yang ujung-ujungnya malah merugikan diri kita sendiri.
Kebayoran Lama, 23 November 2019, terinspirasi dari perdebatan mana yang lebih baik antara wanita 2D dan 3D
Foto: Fanpop & Wallpapers and backgrounds