Pengembangan Diri

Peduli dengan Ikhlas Itu Berat

Published

on

Dulu, penulis merupakan orang yang egois dan cenderung acuh dengan lingkungan sekitar. Penulis hanya memikirkan diri sendiri tanpa berusaha memahami perasaan orang lain.

Untunglah, setelah usia semakin tua ditambah dengan kegemaran membaca buku-buku self-improvement, sifat tersebut berangsur-angsur hilang. Penulis merasa diri yang sekarang menjadi orang yang lumayan peduli. Entah bagaimana persepsi orang lain.

Hanya saja ketika mencoba untuk menjadi orang yang peduli, tantangannya cukup berat. Keikhlasan kita untuk benar-benar peduli terkadang diuji dengan respon yang diberikan kepada yang dipedulikan.

Peduli dan Ikhlas

Yang namanya ikhlas, tentu tidak mengharapkan timbal balik dalam berupa apapun, bukan? Masalahnya, penulis belum bisa seperti itu sepenuhnya.

Nah, ketika orang yang penulis pedulikan tidak memberikan respon sebagaimana yang diharapkan, penulis akan merasa kecewa karena merasa tidak dihargai. Penulis akan merasa down karena niat baiknya tidak dihiraukan.

Tentu hal tersebut menyakitkan, dan hal ini sudah terjadi beberapa kali. Jika sudah seperti itu, penulis biasanya akan menjadi murung dan mencari tahu kira-kira hal salah apa yang telah penulis lakukan.

Belum lagi jika yang berusaha dipedulikan menunjukkan sikap “aku enggak butuh dipeduliin sama kamu”. Wah, bisa berlipat ganda perasaan tersakitinya.

Akan tetapi, penulis menyadari bahwa yang namanya peduli harusnya diiringi dengan keikhlasan. Ditanggapi ya syukur alhamdulillah, kalau enggak ya sudah legowo saja.

Bahkan, salah seorang teman menyuruh penulis untuk sedikit cuek. Hal tersebut ada benarnya, mengingat tidak ada yang baik dengan yang namanya berlebihan, bahkan jika hal tersebut adalah tingkat kepedulian.

Bijak Di Kala Kritis

Memang berkata-kata lebih mudah dari praktiknya. Kalau kata Dee Lestari, tidak mudah menjadi bijak di kala kritis. Semua konsep positive thinking yang sudah penulis pelajari mendadak lenyap begitu saja ketika sedang mendapat tanggapan yang kurang baik.

Penulis menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sangat manusiawi. Penulis hanyalah manusia biasa yang sedang belajar untuk selalu berusaha lebih baik dari hari kemarin. Dalam proses belajar, wajar jika kita menemukan kesulitan.

Akan tetapi, penulis selalu percaya dengan idiom every cloud has a silver lining. Semua peristiwa pasti memiliki hikmah kejadiannya masing-masing.

Dengan pernah menjadi orang cuek, penulis jadi terdorong untuk belajar peduli kepada orang lain. Dengan berusaha peduli dengan orang lain, penulis belajar tentang keikhlasan.

Ketika sedang down karena masalah-masalah di atas, penulis berusaha mencari orang yang mau mendengar keluh kesah tersebut sehingga beban yang ada di kepala penulis bisa sedikit terangkat.

Selain itu, penulis juga berusaha menuliskan apapun yang mengganggu di pikiran. Salah satunya melalui blog kesayangan yang satu ini. Efeknya bisa terasa secara instan, mungkin bisa dicoba oleh para pembaca sekalian.

Bijak di kala kritis memang tidak mudah. Akan tetapi, penulis akan berusaha untuk sebisa mungkin tetap tenang ketika ada masalah dan tidak terlalu memikirkan apabila usahanya untuk peduli tidak diterima dengan baik.

 

 

Kebayoran Lama, 21 Juli 2019, terinspirasi dari… ya begitulah, pengalaman pribadi

Foto: Matheus Ferrero

Fanandi's Choice

Exit mobile version