Film & Serial
Setelah Menonton Kulari ke Pantai (Bagian 1)
Rencananya, penulis mau menonton film ini bersama satu teman kuliah. Berhubung mendadak mendapatkan undangan untuk mengikuti training sebagai volunteer Asian Games, maka penulis jadi menonton sendirian di Mall Daan Mogot, Jakarta.
Sejak membaca sinopsisnya, penulis memutuskan bahwa film ini harus ditonton. Selain itu, banyak testimoni yang mengatakan bahwa film ini sangat direkomendasikan termasuk salah satu komikus favorit penulis, Muhammad Mirsad dari Mice Cartoon.
Hubungan saudara yang tidak akur yang jadi sinopsi menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis. Bagaimana tidak, penulis banyak menjumpai pasangan kakak-adik yang kurang harmonis semasa menjabat sebagai ketua Karang Taruna. Penulis berharap bisa menemukan inspirasi dari film yang dibintangi oleh Marsha Timothy ini.
Sekilas Tentang Kulari ke Pantai
Ketika film mulai, penulis sempat terkejut karena ternyata ketidak akuran yang terjadi bukan antar saudara kandung, melainkan saudara sepupu. Tak apa, pasti tetap ada nilai-nilai kehidupan yang bisa dipetik.
Sam, yang berusia 10 tahun, besar di pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, biasa dekat dengan alam karena rumahnya yang dekat pantai. Sebaliknya, Happy, 12 tahun, merupakan tipikal anak yang berusaha untuk menjadi hits dan senantiasa menggunakan bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari.
Pertengkaran mereka ketika ulang tahun Oma mereka menimbulkan ide bagi ibunda Happy untuk ikut perjalanan darat bersama Sam dan ibunya, Uci. Sebagai informasi, Sam berencana melakukan perjalanan darat untuk menuju Banyuwangi demi bertemu dengan surfer idolanya .Ibu dari Happy berharap perjalanan tersebut Happy bisa belajar banyak.
Penulis tidak akan menceritakan cerita perjalanan tersebut, karena sama saja dengan spoiler. Penulis akan menuliskan beberapa poin yang bisa dipetik dari film ini.
Bangga Menggunakan Bahasa Indonesia
Terdapat satu scene di mana mereka bertemu dengan Dani, seorang bule yang lahir dan besar di Papua. Happy merasa heran karena seorang bule dengan fasihnya berbicara bahasa Indonesia. Bahkan, ia berusaha mengajaknya bicara dengan menggunakan bahasa Inggris.
Dani pun menyindirnya dengan halus, dengan berkata:
“Kau sedang di Indonesia, ya gunakanlah bahasa Indonesia. Kalau terlalu sering menggunakan bahasa lain nanti kau lupa dengan bahasamu sendiri.”
Jleb! Penulis merasa ditampar dengan halus oleh dialog ini, karena penulis sendiri terkadang menggunakan bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari. Benar, jika ngobrol dengan sesama orang Indonesia, untuk apa menggunakan bahasa Inggris? Bukankah kita memiliki bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Note: Ketika mengetik tulisan ini, penulis pun masih membalas chat dengan bahasa Inggris, hahaha.
Kecuali, digunakan dengan tujuan belajar, bukan memamerkan kemampuan. Tentu dengan membiasakan diri membuat kita akan semakin terlatih dalam menggunakan bahasa Inggris. Tapi, yang tahu niat kan diri kita sendiri.
Bersambung…
Lawang, 18 Juli 2018, terinspirasi setelah menonton film Kulari ke Pantai
You must be logged in to post a comment Login