Pengalaman
Udah Tua Kok Masih Nonton Anime?
Yang nonton anime itu pasti wibu bau bawang! Suka kok sama cewek 2D! Udah brewokan kok nontonnya kartun, malu sama umur! Masa setua ini masih baca komik? Anime tuh untuk anak kecil!
Sebenarnya pertanyaan yang satu ini sudah pernah terjawab di beberapa tulisan, hanya saja kali ini penulis ingin menjelaskannya lebih lengkap. Bukan karena memang ada yang bertanya seperti itu, hanya lagi ingin aja.
Awal Mula Nonton Anime dan Alasannya
Oh iya, sebagai informasi, penulis baru suka menonton anime setelah lulus kuliah. Latar belakangnya, ketika pulang kerja di Surabaya penulis sering merasa bingung mau ngapain ketika bosan membaca buku.
Karena tidak suka menonton film. penulis mencoba untuk menonton anime dengan genre komedi. Eh, ternyata keterusan sampai sekarang, bahkan mulai merambah ke genre romance comedy.
Kalau penulis sendiri, ada beberapa alasan yang mendasari kenapa jadi suka nonton anime. Pertama, ya itu tadi, berawal dari coba-coba untuk mencari hiburan. Penulis merasa terhibur karena yang penulis cari adalah genre komedi yang mengocok perut.
Lantas setelah berkenalan dengan beberapa anime, penulis merasa bisa mendapatkan inspirasi-inspirasi untuk novel penulis, terutama referensi adegan romantis yang sebenarnya tidak terlalu penulis sukai.
Kenapa enggak menggunakan sinetron atau film untuk referensi? Mungkin karena sejak dulu penulis tidak pernah menyukai yang namanya sinetron yang penuh dengan adegan percintaan, sehingga penulis enggan melihat kisah romantis yang diperankan manusia sungguhan.
Bahkan, novel Leon dan Kenji yang penulis buat hingga memasuki chapter 50 ini terinspirasi dari anime berjudul Blackjack sewaktu penulis duduk di bangku SMP.
Katanya nonton animenya baru setelah lulus kuliah? Hehehe, dulu penulis berlangganan TV kabel Astro, di mana salah satu salurannya ada Animax yang isinya anime-anime.
Akan tetapi, setelah Astro tiada pada tahun 2008, penulis sudah tidak pernah menonton anime lagi, hingga lulus kuliah. Paling penulis hanya membaca komik yang memang sudah menjadi hobi penulis sejak kecil hingga sekarang.
Alasan terakhir kenapa penulis masih menonton anime adalah kesukaan penulis terhadap hal-hal yang berbau Jepang, sama seperti kesukaan penulis terhadap sesuatu yang berbau Inggris.
Berarti penulis enggak nasionalis, dong? Penulis menyukai wayang, penulis juga suka membaca buku-buku sastra karangan penulis Indonesia. Suka terhadap hal berbau asing tidak selalu berbanding lurus dengan hilangnya nasionalisme.
Stereotip Masyarakat
Sewaktu kuliah, penulis sering heran kepada teman-teman penulis yang hobi nonton anime. Kalimat yang ada di awal tulisan ini mungkin ada di pikiran penulis waktu itu. Setelah coba menonton, eh ternyata jadi ikut suka.
Penggemar anime sering diteriaki sebagai Wibu, yang pada definisi sebenarnya memiliki makna kesukaan berlebih terhadap sesuatu yang berbau Jepang.
Menurut penulis, hobi menonton anime memiliki strata yang sama dengan menonton drama Korea ataupun India. Sama seperti serial TV, anime juga memiliki ambang batas umur penontonnya sendiri.
Hanya karena berbentuk dua dimensi, tidak lantas kita menganggap anime hanya untuk anak-anak. Penulis mengetahui sebagian proses pembuatan anime yang rumit, membuat penulis menghargai setiap anime yang penulis tonton.
Seperti yang pernah penulis tulis pada tulisan Menghargai Perbedaan dari yang Terkecil, kita bisa belajar saling menghargai dari hal yang terkecil seperti pilihan tontonan.
Penulis suka menonton anime dan membaca komik sampai sekarang. Selain karena alasan-alasan yang sudah penulis jelaskan di atas, penulis memang menyukai kedua aktivitas ini.
Kebayoran Lama, 17 Maret 2019, tidak terinspirasi dari apa-apa, lagi ingin nulis ini aja
Foto: Joseph Gruenthal