Pengembangan Diri
Setitik Debu di Ujung Sepatumu
Kalau boleh jujur, penulis jarang merasa bisa menemukan sosok yang kalimatnya menginspiratif dari kubu pendukung petahana. Yang selama ini sering tampil di media massa adalah orang-orang seperti Poltak si Raja Medan (yang sekarang sepertinya sudah jarang muncul).
Akan tetapi, sekarang penulis sudah menemukannya pada sosok Budiman Sudjatmiko, seorang aktivis yang gencar mengirimkan kritik ketika Indonesia masih dikuasai oleh rezim Orde Baru hingga beberapa kali masuk penjara.
Sewaktu menonton acara diskusi (atau debat?) di salah satu stasiun televisi swasta, ia dan Rocky Gerung dihadirkan untuk membahas tentang “Riuh Intrik di Ruang Publik” menjelang pemilihan presiden tahun depan.
Menurut pendapat penulis sebagai pemirsa, diskusi tersebut cukup berimbang. Budiman dan Rocky memiliki kemampuan berargumen yang seimbang, sehingga tidak terlihat pincang sebelah.
Nah, ada kalimat bagus yang dilontarkan oleh Budiman ketika menjelang acara berakhir. Kurang lebih seperti ini:
Orang-orang akan mempermasalahkan satu titik kecil debu di sepatumu, tanpa melihat berapa langkah yang sudah kamu tempuh sehingga kamu mendapatkan debu tersebut.
Secara sederhana, penulis menerjemahkannya sebagai suatu ungkapan untuk menyadarkan kita bahwa ada orang-orang yang mempermasalahkan hal sepele tanpa menghiraukan jerih payah yang kita lakukan sebelumnya.
Contoh, orang mencibir kita sebagai orang yang boros ketika membeli sebuah jam tangan baru. Mereka tidak tahu bagaimana perjuangan kita membanting tulang agar mampu membeli jam tersebut.
Kebanyakan manusia hanya menilai dari luarnya saja tanpa melihat dalamnya. Mereka hanya melihat hasil tanpa mengetahui betapa panjangnya proses.
Menghadapi Cibiran dan Fitnah
Tenang, jika itu terjadi pada kita, hadapi dengan senyuman. Tidak usah menghiraukan suara-suara bising yang sama sekali tidak bermanfaat untuk kita. Lebih baik fokus memberikan yang terbaik dalam hidup kita, baik dalam keseharian, pendidikan, maupun dunia kerja.
Akan selalu ada orang-orang yang tidak menyukai keberhasilan kita, dan itu wajar. Kita harus membiasakan diri menghadapi segala bentuk kedengkian yang ditujukan kepada kita.
Bagaimana jika bentuk iri tersebut menjurus kepada perbuatan yang mencelakakan kita? Nah, ini yang perlu kita waspadai. Bisa saja ada orang yang ingin menjatuhkan kita dengan menyebarkan fitnah yang terstruktur, seperti banyak yang terjadi saat ini.
Kita perlu mengetahui siapa kawan siapa lawan. Kawan untuk membela kita, sedangkan lawan kita perlukan untuk dijadikan kawan kita. Lo kok begitu? Karena siapa sih yang ingin punya musuh di dalam hidupnya? Mungkin ada, tapi mayoritas manusia menghindari hal tersebut.
Coba kita ajak diskusi “lawan” yang tidak menyukai kita tersebut. Kita coba berikan penjelasan terbaik atau menanyakan apa alasan mereka tidak menyukai kita. Jika ia menjawab, jadikan hal tersebut sebagai masukan untuk kehidupan kita, jangan tersinggung.
Kalau memang orang tersebut hanya murni membenci kita hanya karena rasa dengki tanpa bisa disadarkan, ya sudah jauhi orang-orang seperti itu. Buatlah hubungan baik dengan orang lain agar kita memiliki banyak kawan yang bersedia membantu kita di kala susah.
Seperti pada tulisan penulis yang berjudul “Untuk Apa Kita Ada?“, penulis mengajak semua pembaca untuk fokus berbuat baik selama masih diberi hidup. Alasan eksistensi kita di dunia ini adalah berlomba pada kebaikan, bukan berlomba pada keburukan.
Jadi, jika kita masih dikelilingi orang-orang yang mencibir pencapaian kita, abaikan. Jika mendapatkan fitnah yang menjatuhkan, hadapi dengan bantuan kawan-kawan yang setia. Jika kita masih memiliki lawan, ubahlah menjadi kawan.
Akan selalu ada orang yang akan membicarakan setitik debu di ujung sepatumu, tanpa bertanya berapa langkah yang sudah kamu tempuh hingga bisa mendapatkan debu tersebut.
Kebayoran Lama, 10 November 2018, terinspirasi dari sebuah quote dari Budiman Sudjatmiko
Photo by Radek Skrzypczak on Unsplash
You must be logged in to post a comment Login