Politik & Negara
Kekompakan Antara Pemerintah dan Rakyatnya
Dengan adanya virus Corona ini, hampir semua pemerintahan yang ada di dunia dibuat pusing. Penyebarannya yang teramat cepat membuatnya begitu diwaspadai.
Cara mengatasinya pun bermacam-macam. Ada yang sangat ketat seperti Selandia Baru dan Hong Kong, ada yang woles seperti Italia dan Amerika Serikat. Hasilnya? Bisa dilihat dari presentase jumlah penderita di negara-negara tersebut.
Bagaimana dengan negara kita tercinta? Penulis bisa mengatakan kalau pemerintah dan rakyatnya sangat kompak. Sayang, kekompakan yang dimiliki cenderung negatif.
Kebijakan-Kebijakan Blunder Pemerintah
Pemerintah, terutama pusat, sedang disorot habis-habisan berkat kebijakan-kebijakan blunder yang dibuat demi mencegah penyebaran virus Corona ini.
Dari awal tahun, pemerintah selalu melakukan denial kalau virus Corona sudah masuk ke Indonesia. Muncul berbagai pernyataan yang ingin menunjukkan kalau rakyat kita kebal.
Pada akhirnya, kasus pertama pun muncul dan terus bertambah hingga hari ini. Kurangnya persiapan membuat pemerintah terlihat sedikit kelimpungan, baik pusat maupun daerah.
Banyak yang menyerukan untuk melakukan karantina wilayan alias lockdown. Nyatanya, pemerintah memilih untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih longgar.
Beberapa pihak menuding kalau pemerintah lari dari tanggung jawab karena tidak mau menanggung biaya hidup rakyatnya sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Padahal, katanya kita punya banyak uang.
Selain itu, rakyat juga kerap dibuat bingung dengan perbedaan pernyataan yang dikeluarkan oleh elit politik. Ada yang bilang boleh mudik, ada yang enggak, ada yang bilang mudik dan pulang kampung beda, macam-macam.
Hal ini makin diperparah dengan gimmick tak penting yang kerap dibuat oleh beberapa orang di lingkar istana. Padahal, mereka bukan host acara Tonight Show.
Belum lagi kebijakan pemerintah yang makin membebani rakyat seperti kenaikan iuran BPJS. Sudah dalam kondisi susah, makin dibuat susah.
Yang jelas, banyak yang mempertanyakan kehadiran pemerintah di saat pandemi seperti ini. Menyediakan fasilitas, mendatangkan alat tes, itu semua merupakan kewajiban. Rakyat berharap pemerintah mampu berbuat lebih dari ini.
Masyarakat Egois
Efeknya PSBB memang terasa di awal. Contohnya di Jakarta yang tiap harinya selalu padat bisa terlihat lengang. Polusi yang biasanya berasal dari gas pembuangan kendaraan bermotor juga mulai berkurang.
Hanya saja, makin ke sini makin banyak yang tidak mengindahkan peraturan tersebut. Angka yang diumumkan oleh pemerintah tiap harinya seolah hanya tinggal statistik semata.
Contoh paling tololnya adalah kerumunan orang yang berkumpul di depan McDonalds Sarinah. Hanya demi konten, mereka melanggar PSBB dan berkumpul dengan jumlah orang yang banyak.
Pertanyaannya, ke mana aparat yang seharusnya menertibkan keramaian seperti ini? Apakah karena PSBB mereka jadi ragu untuk mendekat ke kerumunan?
Penulis benar-benar tidak habis pikir bagaimana orang-orang yang berkumpul di sana bisa bertindak egois dengan berkumpul seperti itu. Orang yang meninggal aja ada prosedur pemakaman yang ketat, pihak keluarga tidak boleh terlalu dekat.
Masih belum habis kesalnya, beberapa hari yang lalu beredar foto ramainya Bandara Sukarno-Hatta! Penulis yang rela menjalani lebaran pertama tanpa berkumpul dengan keluarga pun merasa heran, kok bisa?
Orang-orang bisa pergi karena pemerintah memang melonggarkan aturan yang dibuat sendiri. Akhirnya, hal tersebut dilihat sebagai peluang untuk keluar dari Jakarta, tak peduli hal tersebut akan memperparah penyebaran virus Corona.
Bahkan ada orang yang melihat hal ini sebagai peluang bisnis dengan menjual surat pernyataan bebas Corona seharga Rp70.ooo! INI ORANG-ORANG PADA KENAPA DAH!!!
Penutup
Pemerintah dan rakyatnya sangat kompak dalam mengatasi dan mencegah virus Corona ini, kompak membuatnya langgeng dengan berbagai tindakan yang dilakukan.
Jujur, Penulis merasa frustasi melihat keadaan sekarang. Penulis merasa pengorbanan kecil Penulis untuk bertahan di kos dan tidak pulang menjadi sia-sia.
Kalau sampai seperti ini terus, rasanya Corona tak akan berakhir dalam waktu dekat dan Penulis akan terus terjebak di Jakarta.
Kebayoran Lama, 17 Mei 2020, terinspirasi dari rasa frustasi yang muncul melihat situasi sekarang
Foto: Voi.id
You must be logged in to post a comment Login