Politik & Negara
Negara Tanpa Oposisi
Menurut pembaca, apa hal yang paling mengejutkan di tahun 2019 ini? Jika mengamati berita akhir-akhir ini, pasti jawabannya adalah bergabungnya Prabowo Subianto dalam kabinet presiden terpilih Joko Widodo.
Berawal dari lawan pemilihan umum sekaligus oposisi selama lima tahun, nyatanya mereka justru bergabung di menit-menit akhir. Hal ini tentu menimbulkan banyak tafsir dari berbagai kalangan, terutama dari pendukung fanatik mereka.
Penulis di sini berusaha untuk merangkum semua pendapat tersebut dan akan memberikan pendapat pribadi sebagai penutup.
***
Bergabungnya Prabowo ke kubu lawannya adalah tanda betapa beliau tidak memiliki harga diri. Rasanya belum pernah terjadi dalam sejarah, seorang bertarung di pemilihan presiden lantas merapat menjadi menteri untuk lawannya yang terpilih.
Kasus Hillary Clinton yang pernah menjadi menteri Barack Obama berbeda, karena mereka berdua berasal dari partai yang sama. PDIP dan Gerindra menjadi lawan selama lima tahun terakhir, mendadak rukun begitu saja.
Terlihat betapa ambisiusnya Prabowo untuk mendapatkan jabatan di sektor strategis, mengesampingkan para pendukungnya yang tak terima Prabowo bergabung dengan orang yang selama ini mereka hina.
***
Untuk apa ada pemilu jika pada akhirnya kedua orang tersebut bersatu menjadi pemegang kekuasaan di pemerintahan? Untuk ada ada darah tumpah dari pendukung yang mati-matian membela mereka?
Bukankah kemarin banyak pendukung Jokowi yang melancarkan serangan-serangan ke Prabowo, seperti penjahat HAM? Jika yang mereka tuduhkan benar, berarti Jokowi merekrut seorang pelanggar hak asasi?
Untuk apa kemarin capek-capek dukung Prabowo kalau ujung-ujungnya dia gabung ke Jokowi yang dihina-hina? Untuk apa kami bela-belain dia sampai ngotot?
***
Kerelaan bergabungnya Prabowo menjadi menteri di kabinet Jokowi menunjukkan betapa besarnya pengabdian beliau untuk negara ini. Ia rela mengesampingkan egonya demi melindungi Indonesia.
Sektor pertahanan adalah salah satu yang paling sering disorot oleh Prabowo ketika debat presiden. Mungkin, Prabowo dan Jokowi sepakat bahwa posisi tersebut harus diisi oleh orang-orang yang berpengalaman.
Dengan segudang pengalaman militer yang dimiliki oleh Prabowo, pertahanan negara ini akan menjadi semakin tangguh dan negara lain tak akan berani macam-macam dengan kita.
***
Ini hanyalah sebuah pertunjukan yang telah diatur sedemikian rupa. Prabowo rela bergabung ke kubu Jokowi agar tahun 2024 bisa menjadi calon presiden lagi.
Dengan menjadi menteri, namanya akan sering disebut oleh media dan masyarakat tak akan lupa. Ketika waktu pemilihan sudah tiba, ia tinggal memperjelas posisinya sebagai calon yang layak untuk menggantikan Jokowi.
Kemungkinan besar, Prabowo akan disandingkan dengan putri tungal Megawati, Puan Maharani. Dengan demikian, koalisi Gerindra dan PDIP di tahun 2009 akan kembali terulang.
***
Alhamdulillah, Prabowo dan Jokowi akhirnya bersatu demi membangun Indonesia yang lebih baik. Senang melihatnya mampu bergabung dan mengesampingkan hal lain.
Demi kemajuan bangsa ini, kita semua memang harus bersatu. Kita tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi ataupun kelompok, Indonesia yang harus diutamakan.
Tidak ada lagi 01 dan 02, yang ada adalah Persatuan Indonesia. Orang-orang yang tidak menyukai kejadian ini mungkin adalah kumpulan orang sakit hati karena tidak mendapatkan apa-apa.
Semoga ini menjadi contoh baik untuk generasi-generasi mendatang, agar jangan sampai kita memusuhi sesama anak bangsa hanya karena perbedaan pandangan politik.
Negara Tanpa Oposisi
Kurang lebih seperti itulah beberapa pendapat yang berhasil penulis kumpulkan, baik dari teman-teman sekitar, keluarga, ataupun komentar netizen di internet. Bagaimana dengan pendapat penulis sendiri?
Secara pribadi, penulis bukanlah penggemar fanatik Joko Widodo ataupun Prabowo Subianto. Penulis meyakini bahwa keduanya adalah putra terbaik bangsa, sehingga siapapun yang terpilih semoga mampu membawa negara ini menjadi lebih baik.
Akan tetapi, lawan politik yang selama ini menjadi oposisi tiba-tiba berubah haluan nampaknya juga kurang etis. Setahu penulis, belum pernah terjadi di sejarah Indonesia hal seperti ini terjadi.
Bisa membayangkan seandainya Megawati menjadi salah satu menteri di kabinet Susilo Bambang Yudhoyono? Lawan SBY lainnya di 2004 (Amien Rais, Hamzah Has, Wiranto) juga tidak ada mengisi posisi menteri ketika periode pertama beliau.
Jika Gerindra yang selama ini menjadi oposisi utama di parlemen merapat, lantas siapa yang menjadi oposisi untuk pemerintahan Jokowi?
PAN dan Demokrat kemarin sempat menunjukkan gerak-gerik ingin bergabung, walau pada akhirnya mereka tidak mendapatkan jatah menteri. Bahkan, AHY yang digadang-gadang masuk kabinet juga tidak berhasil masuk.
Demokrat bahkan dianggap ingin aman dengan bermain di dua kaki. Bergabung ke pemerintahan enggak, tapi tidak tegas menjadi oposisi. Mereka akan memanfaatkan celah-celah kesempatan yang ada.
PKS? Mereka mengatakan akan tetap menjadi oposisi setia. Bahkan, mereka akan menggandeng ormas untuk melakukannya. Tapi melihat bagaimana perpindahan Gerindra, bukan tak mungkin mereka juga berubah haluan pada suatu hari nanti.
Penutup
Negara yang mengusung konsep demokrasi sudah sewajarnya memiliki oposisi untuk mengontrol pemerintahan agar tidak bertindak sewenang-wenang. Indonesia bukan Korea Utara yang otoriter.
Terlalu naif jika kita percaya semua elit hanya ingin yang terbaik untuk negara ini. Penulis yakin, terselip kepentingan pribadi ataupun kelompok, baik skala kecil maupun besar.
Jika kita tidak bisa menggantungkan harapan kepada para partai politik, mungkin kita sebagai rakyat yang bisa menjadi oposisi. Turunnya mahasiswa ke jalan kemarin menjadi contoh kalau kita mampu melakukannya.
Penulis sendiri merasa campur aduk melihat peristiwa langka ini. Heran bercampur dengan perasaan apaan sih, antara terkejut dan perasaan ini dagelan apalagi ya Tuhan. Tidak ada perasaan kecewa ataupun gembira.
Sebagai rakyat biasa yang tidak memiliki kekuasaan apa-apa, penulis akan terus mengamati jalannya pemerintahan ini. Siapa tahu, kolaborasi antara keduanya benar-benar bisa membawa perubahan yang lebih baik untuk Indonesia.
Kebayoran Lama, 26 Oktober 2019, terinspirasi setelah membaca berbagai tulisan seputar dipilihnya Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan di kabinet Presiden Joko Widodo
Foto: Melek Politik