Tentang Rasa
Sayang ya, Akhir Kisah Kita Kurang Baik…
Hubungan antar manusia, apapun bentuknya, pasti memiliki akhirnya masing-masing. Mau hubungan keluarga, pertemanan, percintaan, semua akan berakhir dengan berbagai alasan.
Ada yang karena kematian, berbeda pandangan, ada yang pisah baik-baik karena merasa itu yang terbaik untuk kedua belah pihak, pertengkaran hebat, renggang tanpa sebab, macam-macam alasannya.
Karena perpisahan pasti akan terjadi, tentu kebanyakan manusia akan memilih untuk memiliki akhir yang baik. Sayangnya, kadang realita bisa menjadi sangat kejam.
***
Bayangkan kita memiliki seorang sahabat yang begitu dekat. Hampir setiap hari kita menghabiskan waktu bersama dengan mereka dengan menyenangkan.
Lantas, seiring dengan bertambahnya usia, kita mulai memiliki kesibukan masing-masing hingga intensitas pertemuan menjadi jauh berkurang. Kadang masih sering bertukar kabar, sekadar ingin tahu sedang apa sekarang.
Pada akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya, menikahi pujaan hati. Kita pun menjadi senang sekaligus sedih dalam waktu bersamaan. Senang karena mereka akan punya bahagia, sedih karena menyadari kalau mereka akan punya prioritas lain.
Walaupun begitu, perasaan senangnya pasti akan lebih mendominasi daripada perasaan sedihnya. Melihat orang yang kita sayangi bahagia, tentu akan membuat kita merasa bahagia juga.
Perpisahan atau akhir seperti itu, menurut Penulis adalah akhir yang baik. Kita hanya berpisah jalan karena telah menemukan jalan hidupnya masing-masing. Walau tak bisa lagi bersama seperti dulu, kita bisa merelakannya dengan senyum karena ikut bahagia.
***
Penulis pernah mendengar cerita dari seorang teman. Katanya, hubungannya dengan sahabat dekatnya harus merenggang karena ia memacari mantan pacar sahabatnya. Mereka mencintai, atau setidaknya pernah mencintai orang yang sama.
Ada juga cerita di mana sepasang kekasih yang sudah menjalin hubungan selama bertahun-tahun harus berpisah dengan berbagai alasan. Lamanya waktu kenal bukan menjadi alasan untuk bertahan.
Kisah yang tak kalah pahit adalah bagaimana hubungan harus tiba-tiba berakhir tanpa alasan yang jelas. Tiba-tiba semuanya berubah dan kita merasa tidak siap dengan hal tersebut.
Penulis yakin ada banyak contoh bagaimana sebuah hubungan manusia harus berakhir dengan kurang baik. Tiga contoh di atas hanya sebagian kecil. Masih banyak perpisahan yang lebih pahit dari cerita-cerita tersebut.
Penulis akan menyayangkan apabila harus mengalami akhir hubungan atau perpisahan dengan buruk. Rasanya benar-benar tidak enak, seolah tidak rela untuk memutuskan hubungan yang selama ini sudah terjalin dengan baik.
***
Biasanya, akhir yang kurang baik dialami oleh dua insan yang menjalin hubungan dengan status pacaran. Alasannya, jika berakhir dengan baik maka mereka akan melenggang ke pelaminan.
Pacaran kerap digunakan sebagai sarana perkenalan dan mengenal satu sama lain secara dekat. Ada yang butuh bertahun-tahun untuk merasa yakin, ada yang hanya hitungan bulan.
Penulis sendiri tidak terlalu berpengalaman dalam hal pacaran, sehingga kurang bisa memberikan contoh. Namun, dari cerita-cerita yang Penulis dengar, banyak sekali akhir hubungan yang berakhir dengan menyedihkan, jika tidak tragis.
Ada yang diselingkuhi, ada yang capek dengan sifat buruk pasangannya, ada yang tiba-tiba kehilangan keyakinan, ada yang dihalangi perbedaan keyakinan, macam-macam alasan untuk berpisah.
Walaupun begitu, bukan berarti akhir yang buruk tidak dialami oleh bentuk hubungan lain. Bahkan keluarga yang terikat darah pun bisa mengalami akhir yang kurang baik.
***
Bagaimana dengan perpisahan karena kematian? Hal tersebut memang menyedihkan karena kita akan berpisah dengan orang yang berharga bagi kita untuk selamanya. Terpisah secara jiwa dan raga pasti menyakitkan.
Hanya saja, bagi Penulis kematian adalah bentuk perpisahan yang tidak bisa dihindari karena sudah ditakdirkan. Mau melawan seperti apapun, kita tidak akan bisa mengubah kenyataan tersebut.
Bahkan, kita perlu menanamkan pikiran bahwa orang yang dipisahkan dari kita akan segera melanjutkan kehidupannya di alam lain. Yang bisa kita lakukan adalah menerimanya dan mendoakan agar segala amalnya diterima dan dosanya diampuni.
Selain itu, kematian juga bisa menjadi pengingat kita yang masih hidup di dunia. Ketika waktunya kita sudah tiba, sebisa mungkin kita ingin memberikan akhir yang seindah mungkin untuk yang akan kita tinggalkan.
Berbeda dengan perpisahan yang terjadi karena sebab-sebab yang buruk seperti pertengkaran, pengkhianatan, perselisihan, dan hal-hal buruk lainnya. Bisa jadi, luka yang ditinggalkan lebih mengiris daripada perpisahan karena kematian.
***
Perpisahan yang pahit pasti rasanya tidak menyenangkan. Perasaan kecewa, marah, sedih, merasa ditinggalkan, frustasi, menyalahkan diri sendiri, semua seolah bercampur aduk menjadi satu.
Oleh karena itu, sebisa mungkin Penulis menghindari bentuk perpisahan yang seperti itu. Penulis sadar setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Hanya saja, kalau bisa berpisahnya secara baik-baik atau terjadi secara alami karena waktu.
Jika harus mengalami akhir yang buruk, terkadang kita berharap untuk memiliki alternative ending yang lebih baik. Andai saja waktu bisa diputar kembali, pasti kita ingin memperbaiki kesalahan-kesalahan kita agar memiliki akhir yang lebih baik.
Sayang, kenyataan memang kadang tak seindah angan-angan. Yang sudah terjadi, biasanya susah untuk diulang kembali dan kita dituntut untuk menerimanya (kalau bisa) secara ikhlas.
Waktu memang akan memisahkan kita. Pasti. Sampai waktu itu datang, Penulis ingin terus membuat kenangan-kenangan indah bersama orang-orang yang Penulis sayangi.
Lawang, 18 Agustus 2021, terinspirasi dari pengalamannya sendiri
Foto: Sunday Edit
You must be logged in to post a comment Login