Tokoh & Sejarah
Srimulat: Bukan Sekedar Grup Lawak
Beberapa waktu yang lalu, penulis sempat melempar pertanyaan di story Whatsapp dan Instagram:
“Apa yang paling Anda kenang tentang Srimulat?”
Penulis tidak berharap teman-teman penulis yang kelahiran 2000 ke bawah menjawab karena pada era mereka tumbuh sudah tidak ada lagi acara Aneka Ria Srimulat di Indosiar. Penulis mengharapkan jawaban dari generasi yang seumuran maupun yang lebih tua.
Hasilnya? Tidak ada yang menjawab sama sekali :). Entah karena memang tidak memiliki kenangan khusus tentang Srimulat atau alasan-alasan lainnya.
Para Pemain Srimulat
Padahal, bagi penulis, Srimulat sangat membekas dalam memori masa kecil meskipun tidak secara detail. Banyak candaan dari para tokohnya yang srimulat banget.
Yang penulis paling ingat adalah Tessy karena beliau adalah tokoh favorit dari ayah penulis. Gayanya yang kemayu dan menggunakan banyak batu akik membuatnya mudah untuk dikenali.
Selain Tessy banyak juga karakter lain yang memiliki ciri khas, seperti alm. Gogon dengan rambutnya yang hanya menyisakan jambul. Selain itu, gaya sendakep dan duduk melorotnya juga sangat khas.
Sudah banyak sekali anggota Srimulat yang penulis tahu sudah meninggal dunia, mulai dari Mamiek Prakoso, Basuki, Timbul, Nurbuat, Eko DJ, hingga Asmuni. Anggota Srimulat semakin habis dilahap waktu.
Lantas, bubarkah Srimulat? Anggota yang masih hidup seperti Tarzan, Polo, Kadir, Rohana, dan lainnya dengan tegas Srimulat tidak akan pernah bubar, karena Srimulat bukan sekedar grup lawak.
Awal Mula Srimulat
Srimulat memiliki sejarah yang panjang. Bagi yang benar-benar tertarik untuk mengetahui sejarahnya secara detail, bisa membeli buku Srimulatism karya Thrio Haryanto.
Yang jelas, Srimulat merupakan nama seseorang yang merupakan anak abdi dalem keluarga keraton. Karena merasa terkekang, ia memutuskan untuk keluar dari Keraton dan menjadi seorang sinden.
Ia bertemu dengan pak Teguh, yang lebih muda 18 tahun, dan pada akhirnya menikah. Dari mereka berdualah lahir Srimulat yang pada mulanya lebih mempertontonkan seni musik dibandingkan komedi.
Banyak sekali personil yang datang dan pergi, lebih banyak lagi yang datang, pergi, lalu kembali ke Srimulat. Bisa dibilang puncak kejayaan Srimulat terjadi pada sekitar tahun 80an, dengan tokoh Gepeng yang menjadi primadona.
Akan tetapi, Srimulat lebih sering mengalami jatuh bangun, entah berapa kali mengalami mati suri. Personilnya banyak yang memilih untuk bersolo karir, termasuk Gepeng yang khas dengan kata-kata “untung ada saya”.
Lebih dari Sekedar Grup Lawak
Alm. Gogon adalah sosok yang berjasa untuk menghidupkan kembali Srimulat yang hilang pada awal 90an. Ia menggagas acara reuni, yang ternyata berlanjut di stasiun televisi hingga tahun 2003.
Mungkin itulah saat terakhir Srimulat dengan sukses mengocok perut penonton melalui media televisi. Beberapa kali terdapat acara yang mencoba untuk menayangkan Srimulat dengan format berbeda, namun tidak pernah sesukses Aneka Ria Srimulat.
Tidak tayang di televisi bukan berarti Srimulat telah punah, karena ia telah menjelma menjadi sebuah budaya. Srimulat telah menjadi genre komedi sendiri yang orisinil. Sujiwo Tedjo berpendapat kekuatan Srimulat terdapat pada timing dalam melempar candaan.
Bagi personilnya, Srimulat telah menjadi bagian dari keluarga mereka, ikatan yang telah berjalan selama puluhan tahun.
Sayangnya, tidak banyak orang yang mengingat Srimulat. Telah ketinggalan jaman mungkin mereka sematkan kepada Srimulat. Mereka hanya menganggap Srimulat sebagai kenangan masa lalu yang tidak memiliki tempat di masa kini.
Lawang, 3 Juni 2018, terinspirasi setelah membaca buku Srimulatism karya Thrio Haryanto
Sumber Foto: https://id.wikipedia.org/wiki/Srimulat
You must be logged in to post a comment Login