Buku
Setelah Membaca Bedebah di Ujung Tanduk
Novel Tere Liye pertama yang Penulis baca adalah Pulang. Penulis membelinya sewaktu zaman kuliah dan ceritanya pun terasa seru-seru saja. Apalagi, novel ini yang membuat Penulis jadi membeli novel-novel Tere Liye lainnya.
Hanya saja, ketika sudah beranjak dewasa seperti sekarang, rasanya ceritanya sudah minta ampun membosankannya. Beberapa kali Penulis membuat ulasan tentang novel Tere Liye di blog ini, dan kebanyakan isinya adalah keluhan dan keluhan.
Nah, novel Tere Liye terbaru yang telah Penulis selesaikan adalah Bedebah di Ujung Tanduk yang menggabungkan universe dari seri Pulang dan Negeri Para Bedebah. Kedua karakter utama dari seri tersebut, Bujang dan Thomas, muncul di novel ini.
Apakah Penulis kembali menelan pil kekecewaan pada novel kali ini? Sayangnya, iya. Akan ada banyak sekali keluhan yang akan Penulis tuangkan di sini, mungkin dengan sedikit emosi. SPOILER ALERT!!!
Detail Buku
- Judul: Bedebah di Ujung Tanduk
- Penulis: Tere Liye
- Penerbit: Sabakgrip
- Cetakan: –
- Tanggal Terbit: –
- Tebal: 415 halaman
Apa Isi Buku Ini?
Penulis tidak akan bercerita terlalu detail tentang novel ini, hanya poin-poin pentingnya saja. Inti dari konflik yang ada di novel ini adalah Thomas yang membantu jual beli gunung yang ternyata milik kelompok Teratai Emas pimpinan Roh Drukpa XX.
Karakter langganan dari seri Pulang pun kembali muncul, seperti Salonga, Junior, White, Yuki dan Kiko, dan tentu saja Bujang yang lebih dominan di cerita ini daripada Thomas. Sebagai tambahan, Ayako juga bergabung dengan “kelompok sirkus” ini.
Singkat cerita, mereka semua diburu oleh kelompok Teratai Emas karena menolak untuk menyerahkan Thomas. Alhasil, mereka semua pun tertangkap dan dibawa ke markas Teratai Emas.
Lantas, apakah mereka semua pada akhirnya mati karena tidak ada kesempatan untuk kabur? Tentu saja tidak. Ayako, yang kehadirannya memang diperlukan untuk keperluan plot, mengajukan semacam tantangan ke Roh Drukpa XX.
Intinya, ada tiga tantangan yang akan diajukan oleh masing-masing pihak Jika Bujang dkk berhasil menang, maka mereka akan dibebaskan. Jika tidak, hukuman mati pun akan dilaksanakan.
Menjelang akhir cerita, tiba-tiba kakak Bujang yaitu Diego tiba-tiba muncul (seperti biasa) dan membuat kekacauan hingga membuat Roh Drukpa XX mati. Selain itu, Ayako juga mengorbankan diri agar rombongan lain bisa selamat.
Ada juga sisipan kisah romansa antara Bujang dan Maria, yang hampir saja menikah di novel Pulang-Pergi. Di novel ini, kita mengetahui kalau Bujang telah memiliki sosok spesial di dalam hatinya, yang belum kita ketahui hingga sekarang.
Sudah, kurang lebih seperti itu plot ceritanya. Seperti biasa, novel ini pun akan kembali memiliki kelanjutannya dengan judul Tanah Para Bandit. Entah sampai kapan Tere Liye akan terus melakukan milking terhadap karya-karyanya.
Setelah Membaca Bedebah di Ujung Tanduk
Penulis pernah membuat ulasan tentang film Fast & Furious 9, di mana para karakternya yang manusia biasa terasa memiliki kekuatan super. Seri ini juga memiliki tendensi untuk mengarah ke arah yang sama.
Dibandingkan genre action, seri ini sudah lebih mengarah ke genre fantasi. Bayangkan saja, Thomas digambarkan memiliki pemberat ala Rock Lee dan mampu meningkatkan kekuatannya hingga berkali-kali lipat. Sangat tidak terasa orisinal.
Apalagi, tidak ada karakter utama atau bahkan pendamping yang dibunuh oleh author. Kematian Ayako sudah Penulis prediksi sejak awal kemunculannya, karena memang biasanya karakter baru muncul untuk sekadar ditumbalkan.
Selain itu, karakter Thomas juga terlihat berubah di novel ini. Sebelumnya, ia terlihat sebagai pribadi yang cerdas, berwibawa, dan mengandalkan logika. Di sini, ia terkesan kekanakan dan hanya mengandalkan kemampuan fisik saja.
Yang paling klise tentu saja kemunculan Diego yang (lagi-lagi) muncul di saat-saat krusial. Ia seolah dihadirkan untuk menjadi nemesis dari Bujang, sehingga tidak akan dimatikan dalam waktu dekat.
Tere Liye berusaha menyisipkan sedikit sejarah di novel ini, apalagi latar tempatnya yang berlokasi di Nepal dan Bhutan. Hanya saja, sisipan tersebut terasa dangkal dan kurang mendalam, seolah hanya searching di Google saja.
Beberapa hal lain yang menurut Penulis cukup mengecewakan dari novel ini adalah dialog pasukan yang monoton, efek suara yang aneh serta terlalu banyak, penempatan humor yang memaksa, penggambaran pertarungan yang terlalu panjang, dan lainnya.
Jika ditarik kesimpulan, lagi-lagi novel Tere Liye mengecewakan Penulis dan kesulitan untuk mencari sisi positifnya. Akibatnya, hingga saat ini Penulis memutuskan untuk belum membeli novel terbaru dari serial Bumi karena takut dikecewakan lagi.
Lawang, 29 Agustus 2022, terinspirasi setelah membaca novel Bedebah di Ujung Tanduk karya Tere Liye
You must be logged in to post a comment Login