Cerpen
Gadis yang Bermain Gitar di Balik Punggungnya

Dengan sebuah sandwich di tangan, aku berjalan menuju taman untuk melepaskan penat. Deadline kurang dua hari, sedangkan prototype yang harus diselesaikan masih 35%. Aku bersama tim menemukan beberapa kesalahan dalam perancangan kami, yang sayangnya cukup vital. Oleh karena itu, di jam makan siang yang singkat ini, aku keluar dari kantor untuk mencari inspirasi.
Setelah menemukan bangku kosong, aku duduk dengan menghela nafas panjang. Udara di ruang terbuka seperti ini cukup membuat otakku dapat berpikir jernih, dan semoga aku segera bisa menemukan solusi untuk permasalahanku.
Ketika sedang mengunyah sandwich secara perlahan, telingaku menangkap suara alunan gitar dari arah belakangku. Kutoleh, terlihat seorang gadis sedang bermain gitar. Rambutnya ia ikat, mungkin agar tidak mengganggu senar yang ia petik. Ia mengenakan baju berwarna biru gelap, membuat kulit putihnya makin mencolok.
Apakah dia anak jalanan? Aku rasa bukan. Ia terlalu “bersih” sebagai pengamen yang selalu melawan terik demi segenggam koin. Dilihat dari posturnya, kemungkinan ia masih berusia belasan tahun. Ia bukan sedang memainkan lagu, melainkan belajar beberapa kunci. Mengapa anak seusianya belajar gitar di taman?
Lalu muncul pertanyaan lain dalam benakku. Mengapa ia tidak sekolah? Bukankah sekarang weekday? Apakah karena ia tidak mampu lagi melanjutkan pendidikannya sehingga ia belajar untuk bermain gitar agar dapat mencari uang sendiri? Betapa kasihan jika memang begitu adanya.
Sandwichku baru termakan setengah, namun melihat ada seorang gadis sebagai obyek pengamatan membuatku kenyang. Masalah yang terbawa dari kantor pun tiba-tiba lenyap begitu saja. Daripada terus menerus dilanda penasaran, kuhampiri saja gadis itu. Semoga ia tidak menganggap aku menyimpan niatan buruk atau lebih parah menganggap diriku sebagai pedofil.
Benar dugaanku, ketika melihatnya dari depan, ia benar-benar masih berada di usia remaja, mungkin baru saja beranjak dewasa. Parasnya cantik, entah bagaimana ia akan bertambah cantik ketika dewasa nanti. Raut wajahnya serius, menunjukkan keinginan kuat untuk menguasai alat musik tersebut.
“Boleh saya duduk di sini?” tanyaku meminta ijin untuk duduk di sebelahnya.
“Iya, silahkan.” jawabnya dengan suara unik yang kecil, cocok dengan postur badannya yang mungil.
“Adik lagi belajar main gitar?”
“Iya om, buat ngisi liburan.”
Sialan, padahal usiaku belum mencapai kepala tiga, tapi sudah dipanggil om. Tapi ternyata dugaanku salah, ia sedang libur, bukan hendak bertransformasi menjadi anak jalanan. Mungkin sedang ada ujian nasional di sekolahnya, entahlah, aku tidak mengikuti perkembangan pendidikan di era sekarang.
“Lalu, kenapa kamu belajar di taman.”
“Ya enggak apa-apa om, emang ada larangan belajar main gitar di taman?”
“Enggak ada sih, cuma aneh aja kalau kamu sendirian di taman main gitar.”
“Enggak sendirian kok om, itu orangtuaku duduk di seberang.”
Aku memandang ke seberang, terlihat sepasang orangtua sedang melihat ke arahku dengan penuh curiga. Gawat, jangan-jangan aku dianggap sebagai penculik anak. Sebagai upaya menyelamatkan diri, aku tersenyum canggung kepada mereka, yang sayangnya tak berbalas.
Sang ibu mulai berbisik kepada sang ayah, mungkin bicara tentang perlu tidaknya menelepon polisi. Aku semakin terpaku duduk di sebelah gadis tersebut, mencari celah untuk keluar dari jebakan ini. Mau tetap mengobrol agar terlihat natural, nanti orangtuanya semakin curiga. Mau langsung pergi, juga pasti tetap curiga. Harus ada sesuatu yang tak teduga, yang membuat mereka menghapuskan segara prasangka buruk tentangku.
Tiba-tiba, alasan mengapa aku datang ke taman menghampiriku. Karena terlalu sibuk mengobservasi orang, aku lupa akan hal tersebut, padahal ini akan menjadi kunci penyelamatku. Ini pula yang menyebabkan aku tertarik dengan suara petikan gitar tadi.
Dengan gagah berani, aku melangkah maju ke orang tua gadis tersebut, seakan-akan ingin melamar anaknya. Aku mengeluarkan dompet dari saku celana dan mengeluarkan sesuatu darinya.
“Anak Anda tampaknya kesulitan bermain gitar untuk ukuran dewasa. Kebetulan, saya bersama tim sedang mengembangkan produk gitar baru yang disesuaikan dengan ukuran postur tubuh anak. Lusa kami akan launching produk kami di aula hotel kota. Silahkan datang jika berkenan, dan ini kartu nama saya.”
Kedua orangtua tersebut saling berpandangan, mungkin merasa heran dengan kejadian yang tak teduga ini. Memanfaatkan momen, aku langung berpamitan kepada mereka dan menuju kantor. Tidak lupa juga aku mengucapkan selamat tinggal kepada gadis mungil tersebut. Berkat mereka, aku menemukan solusi untuk permasalahan yang telah membuatku bertemu dengan gadis yang bermain gitar di balik punggungnya.
Lawang, 18 April 2018. terinspirasi dari sebuah potret yang diambil secara diam-diam, memperlihatkan seorang gadis sedang belajar bermain gitar
You must be logged in to post a comment Login