Pengalaman
Pengalaman Sholat Jum’at di Masjid Cut Meutia
Pada hari Jum’at kemarin, tanggal 13 Maret 2018, penulis berencana untuk melaksanakan ibadah sholat Jum’at di masjid Istiqlal. Mumpung lagi di Jakarta, kata batin penulis. Agar mendapatkan tempat, penulis meluncur keluar dari rumah eyang di Jelambar pukul 10.30.
Salah Naik Kereta
Penulis berencana naik KRL untuk menuju masjid Istiqlal. Dilihat dari rutenya, penumpang yang ingin menuju ke sana harus menjalani dua kali transit. Pertama, dari stasiun Grogol menuju stasiun Duri. Setelah itu dari stasiun Duri menuju stasiun Manggarai. Baru dari stasiun Manggarai kita menuju ke stasiun Gambir yang dekat dengan masjid Istiqlal.
Akan tetapi, ketika penulis tanya kepada petugas loket, ternyata KRL tidak berhenti di stasiun Gambir. Maka penulis menanyakan, stasiun mana yang terdekat dengan stasiun Gambir? Petugas tersebut menjawab stasiun Gondangdia. Akhirnya, penulis pun meluncur menuju stasiun tersebut.
Malang tak bisa ditolak, penulis kurang fokus ketika transit di stasiun Manggarai. Bukannya naik KRL jurusan ke Jakartakota, penulis justru naik KRL yang menuju ke Bogor. Alhasil, penulis harus turun di stasiun Tebet dan kembali lagi ke stasiun Manggarai.
Berpindah Tujuan
Karena salah naik kereta ini, penulis telah membuang cukup banyak waktu, sehingga keinginan sholat di masjid terbesar di Asia Tenggara tersebut harus diurungkan. Penulis mencari-cari masjid yang dekat dengan stasiun Gondangdia, dan alhamdulillah ada Masjid Cut Meutia yang berlokasi dekat dengan stasiun Gondangdia.
Ketika sampai di stasiun dan berjalan menuju masjid, penulis diherankan oleh banyaknya orang yang berjualan koran bekas. Untuk apa koran tersebut?
Pertanyaan tersebut langsung terjawab ketika penulis memasuki area masjid. Saat penulis sampai di masjid, adzan baru saja berkumandang, tapi jamaahnya sudah sampai parkiran dan penuh. Ternyata koran bekas tersebut digunakan sebagai sajadah.
Sewaktu melihat ada rombongan anak kecil membawa koran, penulis memutuskan untuk membeli dari mereka. Harganya? DUA RIBU RUPIAH untuk DUA LEMBAR KORAN. Padahal, koran Surya yang baru saja harganya hanya seribu. Mungkin itulah yang dinamakan mencari kesempatan dari kesempitan orang lain.
Tidak apa-apa, mumpung hari Jum’at.
Kejutan Selanjutnya
Penulis merasakan untuk pertama kali bagaimana sholat dibawah terik matahari secara langsung. Untunglah ada sweater yang dapat mereduksi panasnya matahari.
Setelah selesai sholat, penulis masih dikagetkan lagi oleh sesuatu yang belum pernah dialami. Belum selesai jamaah berdoa, tiba-tiba banyak orang membawa karung-karung. Awalnya penulis kira orang tersebut hendak memunguti koran-koran yang banya dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya.
Ternyata, mereka berjualan! Karung yang mereka bawa adalah barang dagangan mereka. Tidak peduli masih ada pengunjung masjid yang berdoa, mereka mulai mengeluarkan barang-barang mereka, mulai dari pakaian hingga aksesoris. Karena langka, penulis merekam kejadian ini.
Paket Lengkap dengan Harga Terjangkau
Perut penulis kosong ketika berangkat. Setelah Jum’atan, penulis langsung mengincar rumah makan Padang yang terletak di sebelah masjid. Rendang di siang hari nampak nikmat di benak penulis.
Ketika berjalan menuju tempat makan tersebut, ada sepasang dan bapak ibu yang berjualan nasi kotak di dalam area masjid. Ketika penulis intip, ternyata nasi kotak tersebut berasal dari rumah Padang yang hendak penulis tuju. Penasaran, penulis coba tanya berapa harganya.
“Berapa pak?”
“Dua puluh lima ribu aja mas, dapat dua lauk.”
“Ada rendang?”
“Ada mas.”
Wah, kok lebih murah? Langsung saja penulis duduk dan memakan nasi padang kotak tersebut. Isinya lengkap, ada rendang, telur, kerupuk, sayur singkong, sayur nangka, air putih hingga pisang. Mau pinjam sendok pun dipinjamkan.
Penulis bertanya kepada penjual, apa memang biasanya harganya segini? Bapak penjual menjawab bahwa ini harga khusus Jum’at. Harga normalnya bisa tiga hingga empat puluh ribu.
Alhadulillah, rezeki.
Setelah selesai makan, penulis menuju Cinema XXI di Taman Ismail Marzuki untuk menonton film Sekala Niskala dan Hongkong Kasarung. Pulangnya, penulis mampir ke masjid Istiqlal untuk menunaikan ibadah sholat Maghrib, sekaligus sebagai pelipur lara karena gagal sholat di sana.
Bukan lara sih, toh penulis mendapat ganti pengalaman yang luar biasa.
Lawang, 21 Maret 2018, terinspirasi dari pengalaman sholat di Masjid Cut Meutia
Sumber Foto: http://tengokberita.com/masjid-cut-meutia-awalnya-kantor-pengembang-perumahan-elit-pertama-di-indonesia/
You must be logged in to post a comment Login