Pengembangan Diri

Apakah Sukses Harus Keluar dari Zona Nyaman?

Published

on

Pagi ke pagi, ku terjebak di dalam ambisi
Seperti orang-orang berdasi yang gila materi

Rasa bosan, membukakan jalan mencari peran
Keluarlah dari zona nyaman

– Zona Nyaman by Fourtwnty –

Sekitar empat bulan lalu, sewaktu sedang iseng mengecek akun LinkedIn Penulis, tiba-tiba di beranda muncul sebuah posting yang dibuat oleh kawan karib Penulis. Ia menyinggung masalah “keluar dari zona nyaman” yang bisa dilihat selengkapnya di bawah ini:

Penulis pun tergelitik untuk memberikan komentar yang cukup panjang di posting tersebut dan ingin membahasnya lebih dalam melalui tulisan di blog. Hanya saja karena beberapa alasan (baca: malas), niat tersebut baru terlaksana sekarang.

Pada tulisan kali ini, Penulis ingin membahas mengenai opini populer mengenai apakah untuk bisa menjadi sukses harus keluar dari zona nyaman yang telah dimiliki. Agar lebih related, Penulis juga akan berbagi sedikit pengalamannya yang pernah keluar dari zona nyaman.

Memahami Apa Itu Zona Nyaman

Pertanyaan utama dari kawan Penulis adalah “kalau sudah nyaman sama pekerjaan kita, ngapain keluar?“. Untuk itu, Penulis akan mencoba membedah mengenai apakah yang dimaksud dari zona nyaman itu sendiri.

Zona nyaman belakangan ini memang menjadi term yang cukup populer, apalagi setelah dijadikan lagu oleh Fourtwnty. Dilansir dari positivepshychology.com, pencetus istilah zona nyaman adalah Judith Bardwick pada tahun 1991, yang mengatakan:

“Zona nyaman adalah keadaan perilaku di mana seseorang beroperasi dalam kondisi kecemasan-netral, menggunakan serangkaian perilaku terbatas untuk memberikan tingkat kinerja yang stabil, biasanya tanpa rasa risiko.”

Jika mengambil definisi tersebut, dapat disimpulkan kalau zona nyaman adalah kondisi di mana kita merasa aman dan tanpa risiko, tetapi hampir tidak ada ruang untuk berkembang secara signifikan.

Penulis menemukan sebuah diagram mengenai zona nyaman yang bisa dilihat di bawah ini:

Diagram Zona Nyaman (Positive Psychology)

Dalam diagram ini, Penulis menganggap bahwa zona nyaman yang dimaksud di sini adalah ketika kita merasa tidak bisa mengembangkan diri, tetapi hidup kita relatif terjamin, entah karena gaji bulanan yang lancar atau karena masih mendapatkan “jatah” orang tua.

Di dalam dunia kerja, zona nyaman kerap dikaitkan dengan pekerjaan yang cenderung stagnan, monoton, dan tidak bisa mengembangkan diri baik secara skill, relasi, dan lainnya. Hanya saja, pekerjaan tersebut mampu memberikan rasa aman dan menghidupi kita.

Artinya, ketika kita merasa nyaman dengan pekerjaan kita dan masih menemukan banyak ruang untuk bekembang, menurut Penulis itu bukan zona nyaman yang dimaksud.

Selain itu, zona nyaman juga memiliki makna yang lebih luas lagi. Mencoba hal baru yang berbeda, belajar skill baru, mulai rutin berolahraga, melakukan diet baru, itu pun hal-hal yang mengeluarkan kita dari zona nyaman berupa kemalasan.

Penulis merasa nyaman setiap malam nonton YouTube berjam-jam atau bermain game. Hanya saja, di satu titik Penulis merasa aktivitas tersebut tidak membantu Penulis berkembang dan terlalu membuang-buang waktu.

Akhirnya, Penulis mencoba menggantinya dengan kembali rutin menulis blog, belajar tentang SEO, atau sekadar membaca buku. Memang lebih capek, apalagi setelah seharian bekerja. Namun, Penulis jadi merasa bisa memanfaatkan waktunya menjadi lebih baik.

Pengalaman Keluar dari Zona Nyaman

Sejujrunya Penulis merasa kesulitan dalam mendefinisikan zona nyaman ini. Untuk itu, Penulis ingin sharing sedikit tentang pengalamannya yang menurut Penulis merupakan contoh dari keluar dari zona nyaman. Sekali lagi, ini hanya opini pribadi Penulis dan Penulis terbuka untuk definisi lainnya.

Ketika baru lulus dari bangku kuliah, Penulis sempat melakukan banyak hal, mulai dari bekerja di kantor ayah hingga mengambil kursus di Kampung Inggris. Hanya saja, Penulis merasa benar-benar berada di zona nyaman sehingga kesulitan untuk mengembangkan dirinya.

Untuk itu, Penulis pun membulatkan tekat untuk keluar dari zona nyaman dengan pindah ke Jakarta. Awalnya memang karena menjadi volunteer di Asian Games, tetapi selepas acara Penulis memutuskan untuk menetap dan mencari pekerjaan di sana.

Alhamdulillah, Penulis akhirnya mendapatkan pekerjaan pertama di Jakarta dan tinggal di sana selama kurang lebih dua tahun. Jika Penulis bertahan di zona nyamannya dan tidak berani ke Jakarta, mungkin Penulis tidak akan berada di posisinya sekarang (tentu semua ini kehendak Tuhan).

Ketika di sana, Penulis bekerja sebagai content writer. Pekerjaan itu benar-benar zona nyaman karena Penulis memang hobi menulis. Untuk itu, Penulis memutuskan untuk kembali keluar dari zona nyaman dengan belajar social media di kantor. Kebetulan, Penulis punya mentor di sana.

Di tempat kerja yang sekarang, Penulis memiliki jabatan sebagai editor. Apakah Penulis kembali keluar dari zona nyamannya? Jawabannya iya. Penulis tidak hanya melakukan editing artikel di sini, Penulis juga mendalami skill SEO (Search Engine Optimization) dan data analyst kecil-kecilan.

Penulis memang terkesan sangat budak korporat karena seolah selalu memberikan lebih dari yang diminta. Hanya saja, selama itu menambah value untuk diri Penulis, mengapa tidak? Penulis yang “murtad” dari jurusan kuliahnya merasa harus banyak belajar untuk bisa survive di dunia ini.

Dengan kata lain, Penulis berusaha memperluas zona nyamannya sendiri dengan belajar berbagai hal baru. Ketika mengenal dunia media sosial dan SEO, jujur saja rasanya sedikit menakutkan karena terlihat kompleks. Namun, perlahan-lahan Penulis berusaha memahaminya agar dirinya bisa lebih berkembang.

Penutup

Lantas, apa jawaban dari “apakah sukses harus keluar dari zona nyaman?” Menurut Penulis, tidak. Mungkin keluar dari zona nyaman berhasil untuk Penulis, tetapi belum tentu akan berhasil juga untuk orang lain. Bisa saja ada yang bisa sukses dengan tetap bertahan di zona nyamannya sendiri.

Kalau kita merasa nyaman dengan pekerjaan yang sekarang (apalagi gajinya tinggi), mempertahankannya bukan hal yang salah. Mungkin saja kita tidak sadar bahwa setiap hari ada saja hal baru yang didapatkan. Ini semua tidak hanya terkait tentang skill, tapi juga pengalaman hidup.

Tentu ada kondisi-kondisi yang membuat kita merasa tidak bisa keluar dari zona nyaman. Misal, sudah punya tanggunan keluarga, ada hutang, sandwich generation, dan lain sebagainya.

Untuk itu, Penulis tidak setuju jika keluar dari zona nyaman menjadi satu-satunya cara agar orang bisa sukses. Sama seperti jalan ke Roma, ada ribuan cara untuk bisa menjadi sukses. Keluar dari zona nyaman hanya salah satunya.


Lawang, 27 Oktober 2022, terinspirasi setelah membahas posting LinkedIn seorang kawan yang membahas tentang zona nyaman

Foto: Psychology Spot

Sumber Artikel:

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version