Renungan

Manusia Dalam Tiga Babak

Published

on

Penulis sekarang sedang membaca buku berjudul Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia karya Dr. P. A. Van der Weij. Belinya sudah lama, tapi beberapa bulan terletak begitu saja di rak.

Meskipun tidak bisa memahami semua isinya, buku tersebut mendorong Penulis untuk lebih merenungi tentang kehidupan kita sebagai manusia.

Salah satunya adalah tiga babak yang dialami oleh semua manusia: Lahir, Hidup, Mati.

Babak 1: Lahir

Kita tak pernah ingat ketika dilahirkan ke dunia. Tahu-tahu, kita sudah berada di suatu lingkungan keluarga atau lainnya. Itupun dibatasi oleh kemampuan daya ingat kita.

Kita dilahirkan ke dunia adalah suratan takdir yang tak bisa kita tolak. Kita berasal dari sesuatu yang hina (air mani), lantas ditiupkan roh ke dalam jasad kita.

Kita tak bisa memilih ingin dilahirkan dari rahim siapa. Ada yang terlahir dengan banjiran privilege, ada yang terlahir kurang sempurna, macam-macam.

Seandainya diberi pilihan antara dilahirkan atau tidak pernah dilahirkan sama sekali, mana yang akan kita pilih?

Babak 2: Hidup

Di antara tiga babak kehidupan manusia, hanya hidup yang bisa kita kendalikan. Itupun mendapat banyak pengaruh dari internal maupun eksternal.

Kehidupan yang dijalani oleh masing-masing manusia pasti berbeda. Ada yang hanya berusia beberapa menit, ada yang harus menjalani hidup panjang hingga ratusan tahun.

Terlepas dari itu, secara umum kehidupan manusia selalu berada di tahapan bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan akhirnya menjadi tua.

Ketika masih bayi, segala kebutuhan kita dipenuhi oleh orangtua atau orang yang merawat kita. Ketergantungan kita terhadap orang lain masih sangat besar.

Memasuki usia anak-anak, kita mulai belajar banyak hal dan mengenal orang lain di luar lingkungan kita tinggal. Masa remaja adalah masa peralihan sebelum menjajaki usia dewasa.

Setelah menjadi dewasa, kita mulai mengendalikan kehidupan kita sendiri, mengemudikan bahtera diri di gelombang laut kehidupan yang penuh gejolak, sembari menanti masa tua datang.

Masing-masing manusia akan menjalani kehidupan yang berbeda-beda dengan warnanya sendiri. Semua dijalani hingga ajal akhirnya menjemput.

Babak 3: Mati

Mati (Ethos3)

Kematian kerap dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan dan menyedihkan. Perpisahan dengan orang tercinta tentu akan menggoreskan luka yang dalam.

Bagi sebagian orang, kematian hanyalah awal dari sebuah kehidupan lain yang telah menanti di akhirat. Yang lain berpendapat setelah mati ya mati, tidak ada kehidupan lain.

Berbeda dengan kelahiran yang hampir pasti berasal dari rahim seorang wanita, kematian bisa bervariasi bentuknya. Ada yang tenang, ada yang tragis, dan lain sebagainya.

Mati adalah bagian terakhir dari tiga babak manusia. Mati adalah pengingat, kalau hidup yang kita jalani pasti akan memiliki garis akhir yang telah menanti di ujung sana.

Penutup

Sebenarnya istilah tiga babak ini sudah Penulis ketahui sejak lama melalui video klip grup band 30 Second to Mars yang berjudul Hurricane. Di sana, tertulis kalau manusia memiliki tiga babak yang sudah Penulis bahas di atas.

Biasanya, Penulis merenungi hal semacam ini menjelang tidur. Oleh karena itu, jangan heran kalau Penulis sering menderita insomnia yang cukup parah.

Jika ditarik kesimpulan, kita hanya bisa mengendalikan babak kedua, yakni hidup. Itupun ada banyak faktor internal maupun eksternal yang akan memengaruhi.

Artinya, selama kita masih hidup, sebisa mungkin kita memanfaatkannya untuk hal-hal yang baik. Jangan sampai waktu kita habis untuk hal yang kurang ada maknanya.

 

 

Kebayoran Lama, 1 Juni 2020, terinspirasi setelah membaca buku filsafat dan menonton video di YouTube

Foto: Mike Szczepanski

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version