Sosial Budaya

Gejolak Nafsu Kawula Muda

Published

on

Mungkin tulisan ini akan menjadi salah satu tulisan yang paling keras dan kontroversial dari semua artikel yang ada di blog ini. Mungkin Penulis akan dicap sebagai hipokrit atau sok suci karena bisa jadi sebenarnya Penulis melakukan apa yang akan dikritiknya.

Namun, Penulis merasa memiliki tanggung jawab moral untuk menyoroti hal ini. Apalagi, Penulis merasa ada upaya-upaya untuk menormalisasinya, sesuatu yang menurut pendapat pribadi Penulis seharusnya tidak boleh dilakukan.

Pada tulisan kali ini, Penulis ingin membahas mengenai gejolak nafsu kawula muda yang berbahaya jika tidak direm. Tentang bagaimana kita harus belajar mengendalikan diri agar tidak timbul rasa penyesalan di kemudian hari.

Disclaimer

Dasar dari penulisan artikel ini adalah keresahan Penulis melihat pergaulan yang semakin bebas, terutama di kalangan generasi muda. Semakin banyak normalisasi dari perbuatan-perbuatan yang, menurut Penulis, tidak seharusnya dilakukan.

Dengan begitu, tulisan ini akan sangat personal dan subyektif dari sudut pandang pribadi Penulis. Tidak ada niatan untuk menyerang, judgemental, atau merendahkan pihak manapun yang melakukan hal-hal yang akan Penulis bahas di tulisan ini.

Kenapa Penulis cukup concern terhadap masalah ini? Alasan utamanya adalah karena Penulis memiliki dua adik kandung, ditambah beberapa adik-adik Karang Taruna yang telah beranjak dewasa. Semoga saja, tulisan ini bisa menjadi pengingat bagi mereka untuk menjaga diri.

Jika sampai di baris ini Pembaca sudah merasa tidak nyaman dengan isi artikel ini, Penulis menyarankan untuk tidak meneruskan membaca artikel ini. Kalau tetap lanjut membaca, Penulis minta maaf jika nantinya ada kata-kata yang terlalu kasar dan menyinggung perasaan.

Dua Inspirasi Tulisan Ini

Inspirasi Tulisan Ini (Pikiran Rakyat)

Tulisan ini terinspirasi dari dua hal. Pertama, video Vindes ketika mengundang Ahmad Dhani. Kedua, tentang sebuah video sekumpulan perempuan yang sempet viral karena membahas mengenai friend with benefit (FWB) dengan dalih sex education.

Penulis akan jelaskan alasan yang pertama. Di video tersebut, Desta bertanya kepada Ahmad Dhani bagaimana seandainya anak perempuannya, yang masih kecil, mengajak teman laki-laki ke rumahnya. Ahmad Dhani mengatakan kalau itu urusan ibunya, bukan urusannya.

Lantas, Desta kembali bertanya apakah ia tidak khawatir kalau laki-laki tersebut akan macam-macam dengan anak perempuannya, karena ia tahu bagaimana isi otaknya yang condong ke perbuatan-perbuatan yang mengumbar nafsu (karena dia sendiri dulu juga begitu, sepertinya).

Di sini, Penulis pun jadi memikirkan hal yang sama. Seandainya nanti punya anak, terutama perempuan, apa yang akan Penulis lakukan jika berhadapan dengan hal tersebut? Ini akan Penulis bahas lebih detail pada poin selanjutnya.

Lalu untuk video kedua, Penulis sedikit merasa heran karena mereka dengan mudahnya mengumbar “aib” mereka ke publik dengan bangga. Mereka menganggap FWB adalah perbuatan yang normal-normal saja.

Penulis merasa hal-hal semacam ini tidak boleh dinormalisasi. Penulis yang beragama Islam dan berusaha menjunjung norma ketimuran, menganggap seharusnya hal tersebut tidak dilakukan oleh mereka yang belum sah untuk melakukannya.

Semua Manusia Punya Kebutuhan Biologis

Kita Semua Punya Kebutuhan Biologis (NBC News)

Penulis memahami bahwa semua manusia normal di dunia ini memiliki kebutuhan biologis yang harus dipenuhi, sama seperti kebutuhan-kebutuhan lainnya. Cara yang paling benar tentu saja dengan menikah dan melakukan hubungan intim dengan pasangan.

Cara yang menurut Penulis kurang tepat? Tentu melakukannya dengan orang yang belum sah menjadi suami/istri. Kok dengan FWB atau pekerja seks, dengan pacar saja salah. Melakukan masturbasi jika tidak punya partner sebenarnya juga salah.

Selain itu, ada juga fenomena di mana muda-mudi melakukan staycation berdua walaupun belum menikah. Alasannya ingin quality time dan deep talk, tapi ujung-ujungnya juga kemungkinan besar ke arah sana.

Berdasarkan pengakuan beberapa orang, ciuman dan berhubungan seks memang enak dan adiktif. Sekali kita pernah melakukannya, rasanya ingin lagi dan lagi. Kebutuhan biologis yang awalnya rendah, seolah-olah langsung meroket dan ingin terus dipenuhi.

Tak jarang mereka melakukan hal-hal tersebut dengan dalih cinta. Alasan khilaf pun sering jadi kambing hitam. Walaupun tidak ada niat, tiba-tiba ada saja naluri untuk melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.

Memang menjadi tugas yang berat untuk bisa menahan kebutuhan biologis ini, apalagi ketika ada partner dan adanya situasi yang mendukung. Bisa jadi, Penulis belum pernah melakukannya juga hanya karena tidak pernah berada di situasi yang mendukung.

Kok Malah Bangga?

Lha Kok Bangga? (Freepik)

Sewaktu masih duduk di bangku SMA, Penulis pernah membaca sebuah artikel di koran yang menyebutkan kalau berapa persen mahasiswi sudah tidak perawan lagi. Anehnya, mereka justru merasa bangga dengan hal tersebut.

Ketika itu, Penulis tidak percaya dengan isi artikel tersebut. Sekarang, Penulis benar-benar percaya. Video viral perempuan-perempuan yang membahas masalah FWB seolah menjadi bukti nyatanya.

Tak jarang mereka justru mengompor-ngompori orang-orang yang belum pernah melakukannya untuk melakukannya. Biasanya, dengan cara mengiming-imingi orang tersebut dengan mengatakan betapa nikmatnya melakukan hal tersebut.

Menurut Penulis, seharusnya perbuatan-perbuatan tersebut dianggap sebagai aib. Jika memang sudah pernah melakukannya, ya sudah tutup untuk diri kita sendiri, tidak perlu diumbar ke orang lain. Tuhan sudah berbaik hati menutupi aib kita, malah kita buka sendiri.

Menurut analisis dangkal Penulis, kebanggaan ini dikarenakan adanya upaya menormalisasi perbuatan tersebut. Dengan begitu, makin banyak orang yang melakukannya dan tidak merasa salah karena, toh, banyak orang lain yang juga melakukannya.

Ini menjadi alasan utama mengapa Penulis mencemaskan adanya normalisasi dari perbuatan-perbuatan di atas. Sesuatu yang salah, jika dilakukan oleh banyak orang, maka akan dianggap sebagai hal yang normal atau bahkan dianggap kebenaran.

Bayangkan Jika Orang Tua Mereka Tahu…

Betapa Hancurnya Perasaan Mereka (ParentHub)

Desta memiliki dua anak perempuan. Dari wawancaranya dengan Ahmad Dhani, kita bisa mengetahui kalau dirinya sebagai seorang ayah khawatir jika anak-anaknya tersebut jatuh ke pelukan laki-laki yang tidak benar dan akhirnya melakukan hal-hal yang tidak baik.

Perspektif dari orang tua ini sebenarnya bisa kita gunakan untuk mengerem diri ketika hendak melakukan perbuatan-perbuatan tersebut. Kalau orang tua kita tahu kita berciuman atau melakukan seks dengan pacar/teman, apa mereka tidak marah dan kecewa?

Seandainya kita punya anak dan mereka berbuat hal tersebut, apa kita sebagai orang tua tidak sedih dan kecewa? Jika jawabannya iya, maka sudah seharusnya kita tidak melakukan hal tersebut.

Perbuatan yang dilarang memang kerap enak. Itu adalah ujian kita sebagai manusia, apakah kita bisa mengendalikan diri atau justru takhluk di hadapan hawa nafsu. Enaknya sesaat, tapi seringnya akan berujung dengan penyesalan hingga nanti.

Mau laki-laki ataupun perempuan, sudah seharusnya bisa menjaga dirinya dengan baik. Jangan mudah mengumbar bibir ataupun selangkangan ke orang lain yang belum tentu mau bertanggung jawab atas perbuatannya.

Jika kita sudah terlanjur melakukannya di masa lalu, tidak apa-apa. Semua manusia pernah berbuat salah dan khilaf. Yang lebih penting adalah berusaha untuk memperbaiki diri ke depannya dan tidak mengulangi kesalahan tersebut.

Jika ada rasa penyesalan hingga membuat diri ingin menangis, tidak apa-apa. Merasa bersalah artinya kita memiliki kesadaran bahwa kita pernah melakukan kesalahan. Hal itu jauh lebih baik daripada bangga dengan kesalahan yang telah diperbuat.

Penutup

Penulis bukannya bersih dan paling suci. Penulis juga kadang melampiaskan gejolak hawa nafsunya dengan cara yang salah, meskipun sampai detik ini Penulis belum pernah berciuman ataupun melakukan seks dengan lawan jenis.

Hanya saja, Penulis merasa was-was dengan kondisi pergaulan saat ini. Penulis, yang insyaAllah nanti akan punya anak, khawatir tidak bisa menjaganya dengan baik dan berujung ke perbuatan-perbuatan di atas.

Oleh karena itu, Penulis merasa harus menulis artikel ini sebagai pengingat, terutama untuk dirinya sendiri. Semoga kita bisa mengendalikan hawa nafsu kita dengan cara yang benar dan anak-anak kita nanti selalu dilindungi dari godaan setan yang terkutuk.

Penulis sadar, setiap insan memiliki kesadarannya masing-masing untuk melakukan hal yang mereka inginkan. Kalau dasarnya sama-sama mau dan suka, apa Penulis bisa menghentikan mereka? Tentu tidak. Hanya saja, Penulis merasa berkewajiban untuk saling mengingatkan.

Mungkin Penulis terkesan kolot dan konservatif, tapi Penulis meyakini kalau ini adalah hal yang benar. Kita tidak bisa memasakan keyakinan kita ke orang lain, sehingga Penulis akan berusaha untuk menghargai jika ada yang berseberangan dengan Penulis.

Penulis sama sekali tidak bermaksud menghakimi kawula muda yang sudah pernah berciuman atau berhubungan intim. Penulis paham, gejolak nafsu memang sering susah ditahan. Hanya saja, kita harus sadar kalau hal-hal tersebut tidak sepatutnya dilakukan sebelum menikah.

Yang sudah terjadi, terjadilah. Mari kita sama-sama belajar mengendalikan hawa nafsu dengan lebih baik lagi, karena pada akhirnya kita sendiri yang akan menuai akibat dari perbuatan-perbuatan tersebut.


Lawang, 2 Agustus 2022, terinspirasi setelah melihat semakin mengerikannya bagaimana para kawula muda melampiaskan gejolak nafsu mereka

Foto: Tan Danh

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version