Sosial Budaya
“Jangan Cerita Siapa-Siapa, ya”
Bercerita adalah sifat dasar manusia. Rasanya jarang sekali ada manusia yang tidak pernah bercerita seumur hidupnya. Bahkan, orang pendiam pun juga bercerita.
Cerita ada banyak macamnya. Ada yang cerita lucu, cerita horor, cerita pengalaman, cerita fiksi, cerita percintaan, cerita kegalauan, dan lain sebagainya.
Jika ada pencerita, maka ada pendengar. Jika tidak ada pendengar, namanya bukan bercerita, tapi bermonolog. Pendengar pun ada banyak macamnya, tapi rasanya tidak perlu dijabarkan di sini.
Nah, terkadang ada cerita yang tidak ingin kita sebarkan ke orang lain. Akan tetapi, ada dorongan dari dalam diri untuk menceritakannya ke orang lain. Akhirnya, kita memilih orang-orang tertentu untuk mendengarkan cerita tersebut.
Agar orang yang tersebut tidak menyebarkan cerita tersebut ke orang lain, biasanya kita akan berkata, “jangan cerita ke siapa-siapa, ya, cukup kamu aja yang tahu.”
Kalimat tersebut terkesan mudah sekali untuk dilakukan. Si pendengar hanya perlu tutup mulut dan menyimpannya sendirian.
Sayang, pada kenyataannya, kalimat tersebut adalah salah satu amanah yang berat untuk dilakukan.
***
Terkadang, ada saja orang yang meneruskan cerita kita ke orang lain meskipun sudah diminta untuk tidak melakukannya. Alasannya pun bermacam-macam. Ada yang memang bermulut ember, ada yang kelepasan, ada yang panik, dan lain sebagainya.
Ketika kita mengetahui kalau orang yang kita percayai tidak amanah, otomatis akan timbul rasa kekecewaan dalam diri dan rasanya tidak ingin memercayai orang itu lagi. Kita merasa telah dikhianati.
Sayangnya, kita tidak mengontrol orang lain. Mau kita memohon sampai berbusa sekalipun, belum tentu orang tersebut akan benar-benar diam dan tidak bercerita ke orang lain.
Oleh karena itu, kita harus benar-benar selektif baik dalam hal memilih apa yang ingin diceritakan dan kepada siapa cerita itu ingin kita sampaikan.
***
Memilih cerita yang ingin disampaikan artinya kita telah menyadari apa konsekuensi apabila cerita tersebut disebarkan. Jika kita benar-benar tidak ingin cerita tersebut diketahui orang lain, mungkin sebaiknya memang dipendam sendiri saja karena tidak semua hal perlu diungkapkan.
Sebelum memutuskan untuk berbagi cerita, coba pikirkan apa dampak apabila cerita tersebut tersebar luas. Jika efeknya begitu besar, ada baiknya untuk tetap menyimpannya sendiri. Kalau perlu, alihkan dengan menuliskannya di buku jurnal.
Memilih siapa cerita itu ingin disampaikan artinya kita telah menentukan siapa saja yang bisa kita percaya untuk menyimpan cerita tersebut. Orang tersebut bisa orangtua, saudara, sahabat, pacar, atau orang lain yang bisa memberikan kita rasa nyaman untuk bercerita.
Biasanya, orang yang kita percaya memiliki track record yang baik di masa lalu. Mereka tidak pernah membocorkan cerita kita ke orang lain tanpa sepengetahuan kita. Dengan kata lain, mereka adalah orang yang amanah.
Tapi, hati-hati. Rasa percaya kita ke orang tersebut itulah yang bisa menjadi benih kekecewaan jika ternyata orang tersebut tidak seperti yang kita kira. Oleh karena itu, kita harus lebih bijak dalam memilih orang-orang yang akan menjadi pendengar kita.
***
Bagi Penulis, jika ada orang yang bercerita ke dirinya lantas meminta untuk tidak menceritakannya ke orang lain, Penulis akan berusaha setengah mati untuk melaksanakan amanah tersebut.
Memang dalam realitanya, Penulis tidak selalu bisa menutup mulut. Namun, setidaknya Penulis benar-benar berusaha untuk memenuhi permintaan tersebut.
Penulis ingin jadi orang yang bisa dipercaya sekaligus bisa memberikan rasa nyaman untuk orang-orang yang ingin bercerita.
Lawang, 3 Juni 2021, terinspirasi dari pengalaman pribadi
You must be logged in to post a comment Login