Tokoh & Sejarah

Jerome dan Maudy Bicara tentang Pendidikan

Published

on

Ada satu hal yang menarik ketika Penulis menonton video kolaborasi antara Jerome Polin dan Maudy Ayunda. Dalam sesi QnA, ada dua pertanyaan dari netizen mengenai apa yang kira-kira harus dikoreksi dari pendidikan di Indonesia dan kalian pernah nyontek nggak.

Siapa sangka, jawaban mereka menjadi begitu panjang dan pembicaraan mereka menjadi diskusi yang begitu menarik untuk disimak. Melihat dua orang pintar dan berprestasi (terlepas bantuan privilege yang mereka miliki) berdiskusi sangat menginspirasi dan memotivasi.

Begitu menariknya video tersebut membuat Penulis menuliskan artikel tentang jawaban dari dua pertanyaan tersebut. Untuk Pembaca yang belum menonton video lengkapnya, bisa nonton di bawah ini:

Apa yang Kira-Kira Harus Dikoreksi dari Pendidikan di Indonesia?

Ada beberapa poin yang menjadi concern mereka, seperti membentuk kebiasaan baik. Jerome memberikan contoh kalau siswa di Jepang begitu disiplin tentang masalah sampah. Kita mengetahui teori “buang sampah pada tempatnya”, tapi pada praktiknya masih kurang.

Maudy menambahkan kalau hal-hal baik seperti itu akan lebih berhasil jika ada collective action, di mana jika yang benar hanya kita sendiri sedangkan orang lain tidak, maka akan susah untuk dilakukan. Namun, tidak ada salahnya untuk berani memulai dari diri kita sendiri.

Setelah itu, Maudy menyayangkan bahwa kita kurang memiliki budaya cinta belajar. Kebanyakan siswa di negara maju, mereka memiliki “rasa lapar” untuk mendapatkan pengetahuan.

Mencari tahu informasi dan bertanya seolah sudah menjadi budaya mereka yang tentunya akan bagus jika dimiliki juga oleh kita. Menumbuhkan rasa suka belajar jelas tidak mudah karena harus dibentuk sejak dini dan didukung oleh lingkungan yang mendukung.

Dari tidak tahu menjadi tahu itu menimbulkan kepuasan, kata Jerome yang diamini oleh Maudy. Penulis menyetujui pendapat ini karena telah merasakan kepuasaan itu sendiri dan menimbulkan “ketagihan” secara positif.

Kalian Pernah Nyontek Nggak?

Pertanyaan ini tentu menarik, mengingat Jerome dan Maudy dikenal sebagai orang yang pintar. Apakah orang pintar pernah menyontek? Ternyata jawaban mereka sama, kalau menyontek tidak pernah, tapi memberi contekan atau jawaban pernah.

Hal ini jelas berbeda dengan di Jepang. Jerome bercerita kalau di sana tidak ada siswa yang akan sekadar memanggil temannya ketika ujian berlangsung. Memang tidak bisa digeneralisir semua murid Jepang, hanya saja rasanya yang seperti itu menjadi mayoritas di sana.

Kalau di sini, menolak memberikan jawaban hampir pasti akan menjadi korban bully atau dipanggil pelit, pahit, dan sebagainya. Padahal, meminta jawaban ketika ujian saja sudah salah, tapi yang berpegang teguh dengan prinsipnya justru dimusuhin.

Sebenarnya integritas yang dimiliki murid Jepang juga didukung dengan guru dan orang tua yang disiplin. Kalau ada yang ketahuan menyontek, murid tersebut akan mendapatkan hukuman.

Nah, poin menarik disampaikan oleh Maudy. Ia menyebutkan kalau ilmu dan nilai itu adalah kepemilikan kita. Ujian adalah salah satu cara untuk mendapatkan evaluasi yang tepat mengenai pemahaman kita mengenai ilmu tersebut.

Jika kita dapat nilai bagus dengan menyontek, what’s the point? Di sekolah mungkin kita belum merasakan dampaknya. Akan tetapi, di kehidupan nyata nanti ilmu yang kita miliki barulah terasa manfaatnya.

(Mungkin akan ada yang menyanggah selama punya “bantuan orang dalam” atau “privilege dari orang tua” tidak akan ada masalah. Akan tetapi, mau sampai kapan kita akan terus mendapatkan bantuan dari orang lain dan tidak bisa mengandalkan diri kita sendiri?)

Lebih mementingkan nilai dibandingkan esensi ilmunya memang menjadi masalah utama di negara kita. Banyaknya persyaratan yang membutuhkan nilai ditambah tuntutan untuk mendapatkan nilai bagus dari lingkungan menjadi pemicu utama.

Menurut Maudy, salah satu solusi dari permasalahan ini adalah mengubah kurikulum, terutama dalam penilaian. Jangan hanya memberikan ujian dalam bentuk opsional yang mudah dicontek, tapi berikan juga ujian berupa presentasi atau esai yang tidak bisa dicontek.

Penutup

Setelah menonton video tersebut, Penulis teringat satu hal yang sering dirisaukan tentang sistem pendidikan kita: Budaya menyontek yang masih dianggap wajar.

Memang, Penulis tidak bisa dibilang benar-benar bersih dari budaya ini, tapi menyadari kalau ini adalah budaya yang sangat buruk dan sangat berbahaya bagi masa depan bangsa ini. Selain itu, sistem yang ada sekarang pun sangat “mendukung” budaya tersebut untuk tumbuh subur.

Di tulisan berikutnya, Penulis akan membahas mengenai fenomena sosial ini sekaligus opini pribadinya. Stay tuned!


Lawang, 12 Desember 2021, terinspirasi setelah menonton video Nihonggo Mantappu di atas

Foto: Instagram

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version