Anime & Komik
Berempati ke Villain ala Demon Slayer
Meskipun sudah populer mulai tahun 2019-an, baru akhir-akhir ini Penulis menonton anime dan membaca manga Demon Slayer atau Kimetsu no Yaiba. Alasannya pun sederhana, karena tersedia di Disney+, sehingga Penulis tertarik untuk menontonnya.
Salah satu alasan mengapa Penulis tidak dari dulu menontonnya adalah karena dirinya bukan tipe penonton yang suka dengan anime serius. Penulis lebih suka anime yang santai dan slice of life. Itu juga yang menjadi alasan mengapa dulu Penulis tidak menonton Attack on Titan.
Namun, setelah menontonnya, Penulis malah merasa ketagihan. Hanya dalam waktu singkat, Penulis berhasil melibas semua episode anime dan chapter manganya. Melihat animasi pertarungan dan jalan ceritanya benar-benar menimbulkan kepuasan tersendiri.
Setelah menamatkannya, ada satu hal menarik dari anime ini yang ingin Penulis bahas pada tulisan ini: Bagaimana setiap villain memiliki latar belakang cerita yang seolah bertujuan untuk menimbulkan empati pada penontonnya. SPOILER ALERT!!!
Menengok Anime Shounen Zaman Dulu
Setahu Penulis, Demon Slayer termasuk anime/manga bergenre shounen yang ditujukan untuk penonton/pembaca laki-laki. Oleh karena itu, Penulis ingin membandingkan anime ini dengan “sesepuhnya” anime shounen, Dragon Ball, terutama dari segi villain yang dimiliki.
Coba urutkan villain Goku mulai kecil hingga dewasa. Seingat Penulis, ada Emperor Pilaf, King Piccolo, bangsa Saiyan (Raditz, Nappa, Vegeta), Frieza, Cell, hingga Buu. Dari nama-nama tersebut, mayoritas pada akhirnya akan mampu dikalahkan oleh Goku dan kawan-kawan.
Pertanyaannya, apakah kita pernah berempati kepada villain-villain tersebut? Apakah kita pernah, misalnya, berempati kepada Cell karena ia punya masa lalu yang memilukan sebagai makhluk labotarium? Jawabannya hampir bisa dipastikan tidak ada.
Semua nama tersebut digambarkan sebagai sosok yang ingin menguasai dunia atau memang hanya ingin membuat kehancuran saja. Karakter hitam yang benar-benar hitam. Mereka benar-benar murni jahat sehingga harus dikalahkan oleh jagoan-jagoan kita.
Para villain tersebut juga hampir tidak pernah memiliki adegan flashback yang menceritakan masa lalunya. Kita tidak pernah melihat bagaimana masa kecil Frieza hingga ia menjadi pemimpin pasukan antariksa yang begitu ditakuti.
Bahkan, Raditz yang notebene kakak kandung Goku juga tidak memilikinya, walau seharusnya bisa disisipkan seperti teringat orang tuanya. Alur ceritanya benar-benar lurus dan karakter villain-nya dibuat sejahat dan sebengis mungkin, seolah mereka tak punya hati.
Hal yang berbeda Penulis temui di anime-anime shounen baru. Di Naruto misalnya, di mana adegan flashback-nya memiliki adegan flashback, villain seperti Madara Uchiha pun memiliki backstory yang menjadi alasan mengapa ia menjadi villain.
Ketika ada karakter villain yang akan tewas seperti Kisame atau Konan, kita akan diperlihatkan bagaimana masa lalu mereka. Ada beberapa villain yang tidak diperlihatkan bagaimana kisah masa lalunya, tapi kebanyakan memilikinya.
Dari anime My Hero Academia, kita pernah melihat bagaimana masa lalu yang pilu dari para villain-nya, mulai dari Tomura Shigaraki, Himiko Toga, hingga Dabi. Nah, di anime Demon Slayer malah Penulis merasa hal tersebut jauh lebih parah lagi.
Asal Mula Iblis Tercipta di Demon Slayer
Demon Slayer adalah anime yang mengangkat tema manusia melawan iblis. Para manusia harus bisa bertahan dari bangsa iblis pimpinan Muzan Kibutsuji yang memakan manusia. Untuk itu, dibuatlah korps bernama Hashira untuk memusnahkan bangsa iblis tersebut.
Iblis di anime ini bukanlah makhluk yang berasal dari neraka. Muzan adalah iblis pertama yang ada di dunia, hasil dari memakan Spider Blue Lily ketika ia sakit parah. Semenjak itu, ia jadi memakan manusia dan akan hangus jika terpapar matahari.
Muzan juga memiliki kemampuan mengubah manusia menjadi iblis melalui darahnya. Jadi, seluruh iblis yang ada di anime ini berasal darinya, termasuk Nezuko Kamado yang merupakan adik dari protagonis utama, Tanjiro Kamado.
Kemampuan mengubah manusia menjadi iblis ia manfaatkan demi menemukan cara untuk bisa bertahan hidup di bawah matahari atau menemukan lagi bunga Spider Blue Lily . Untuk itu, ia memiliki pasukan elit yang terdiri dari iblis-iblis terkuat.
Mereka disebut sebagai Jūnikizuki atau Twelve Demon Moons, yang terbagi menjadi peringkat atas dan peringkat bawah sesuai dengan tingkat kekuatannya. Menariknya, mayoritas dari mereka selalu memiliki masa lalu yang akan menimbulkan empati.
Memahami Mengapa Mereka Menjadi Jahat
Saat Tanjiro kita mulai berhadapan dengan iblis-iblis tingkat atas seperti Kyogai (mantan peringkat bawah enam) dan Rui (peringkat bawah lima), di situlah kita mulai diperlihatkan masa lalu para villain yang cukup panjang.
Setelah keduanya kalah, Muzan membunuh semua iblis peringkat bawah kecuali satu iblis, yaitu Enmu yang menjadi villain utama dalam arc Mugen Train. Kita tidak akan diperlihatkan masa lalu para iblis peringkat bawah yang dibunuh Muzan tersebut.
Nah, sejak itulah satu per satu kita akan melihat semua masa lalu para villain tersebut sesuai dengan urutan kematiannya. Setelah Enmu, ada Daki (dan Gyutaro) yang merupakan iblis peringkat atas enam dan menjadi villain utama di arc Entertainment District.
Sebagai contoh adegan yang bisa menimbulkan empati, kita bisa melihat masa lalu Daki yang mengenaskan, di mana kakaknya yang buruk rupa sering mendapatkan perlakukan buruk, sedangkan dirinya sendiri sempat dibakar hidup-hidup yang membuatnya trauma dengan api.
Saat berada di limbo, Daki menunjukkan sisi manusianya yang begitu menyayangi kakaknya. Ia bahkan rela untuk masuk ke dalam neraka, asalkan dirinya tetap bisa bersama kakaknya tersebut.
Pada akhirnya, semua iblis kuat yang tersisa (termasuk Muzan sendiri) akan selalu mengulangi pola tersebut -kita akan diperlihatkan masa lalunya ketika mereka masih belum menjadi iblis sebelum kematiannya.
Ini seolah menyiratkan kalau mereka menjadi jahat karena sesuatu, bukan murni jahat seperti villain di Dragon Ball. Ada sesuatu yang tragis, yang mengubah para iblis yang dulunya manusia tersebut, memilih jalan kegelapan. Empati pun muncul dari penonton.
Apakah Boleh Berempati ke Villain?
Villain yang memiliki latar belakang kompleks jelas memiliki daya tarik tersendiri bagi penonton, karena apa yang ditonton tidak sekadar hitam putih yang sangat jelas. Tidak hanya di anime, di film pun sering menggunakan “teknik” ini.
Contoh di Marvel, di mana ada sebagian penonton yang berempati kepada Thanos yang hanya ingin menyelamatkan alam semesta atau Wenwu yang hanya ingin bertemu istrinya. Motivasi atau latar belakang perbuatan mereka didasari oleh sesuatu yang jelas.
Bandingkan dengan Steppenwolf dari film Justice League. Motivasinya yang “ingin mengusai dunia” terasa membosankan, sehingga ia pun mudah terlupakan. Hal yang sama juga terjadi pada villain-villain Marvel yang memiliki motif serupa.
Untuk itu, Penulis menganggap apa yang dilakukan oleh Demon Slayer kepada para villain adalah upaya untuk meningkatkan daya tarik sekaligus meninggalkan kesan yang mendalam kepada penontonnya, walau kadang Penulis merasa porsinya agak berlebihan.
Meskipun perbuatan kejam yang para villain lakukan tidak bisa dibenarkan, setidaknya kita bisa melihat sisi lain dari mereka yang membuat kita tidak mudah menghakimi mereka sebagai karakter yang mutlak jahat.
Tampaknya, hal ini akan semakin dikembangkan lagi, terutama untuk anime yang bergenre shounen, demi menambah bumbu cerita yang mengena di hati penonton. Empati kepada para villain seolah mengingatkan kita, kalau tidak ada orang yang benar-benar jahat. Ataukah ada?
Lawang, 25 Agustus 2022, terinspirasi setelah menyadari betapa banyaknya adegan masa lalu para villain di anime Demon Slayer
You must be logged in to post a comment Login