Pengembangan Diri
Alasan dan Prioritas
Agak berat sebenarnya membuat tulisan ini, penulis seperti mengakui dosa di masa lampau. Akan tetapi, untuk kebaikan kita semua, terlebih diri penulis sendiri, penulis harus menuliskannya agar tidak mengulanginya lagi di masa yang akan datang.
Penulis dan Organisasi
Penulis aktif di banyak organisasi sejak duduk di bangku SMP, mulai OSIS hingga pers kampus. Di semua organisasi tersebut, penulis tidak bisa menonjol di semua organisasi yang penulis ikuti. Hanya menjadi anggota rata-rata yang ketidakhadirannya tidak terlalu berpengaruh. Pernah sih di organisasi kampus menjadi wakil ketua, namun karena ada masalah membuat penulis harus mundur dari organisasi tersebut.
Apa penyebabnya? Dulu, penulis sering menyalahkan faktor eksternal. Contohnya, merasa lingkungan organisasi yang kurang membuat nyaman dan terlalu memprioritaskan studi. Apalagi yang penulis salahkan? Merasa dirinya introvert sehingga susah untuk berbaur dengan lingkungan.
Namun setelah penulis renungi, sebenarnya hanya satu permasalahannya. Penulis kurang aktif dalam berorganisasi. Penulis tidak menempatkan tanggungjawab organisasi sebagai prioritas.
Ada istilah yang menyebutkan bahwa tidak ada yang namanya tidak sempat. Yang ada tidak diprioritaskan.
Agar bisa menghindari tugas organisasi, munculah beribu alasan. Alasan selalu mudah dicari, tidak perlu berbohong. Misal, ada kegiatan OSIS, kita berasalan bahwa kita tidak ingin ketinggalan pelajaran di kelas.
Paragraf ketiga merupakan contoh-contoh alasan lain yang kita kemukakan untuk mengelak dari tanggungjawab. Kita melakukan itu semua, salah satu dasarnya adalah tidak menempatkan apa yang seharusnya menjadi tanggungjawab pada daftar prioritas diri kita.
Menebus Dosa Melalui Karang Taruna
Setelah menyadari kesalahan tersebut, penulis berusaha menebus kesalahannya ketika menjabat sebagai ketua Karang Taruna. Penulis mencurahkan perhatian sepenuh hati dan berkomitmen mengembangkan organisasi ini.
Atau malah sebaliknya, gara-gara penulis menjabat sebagai ketua Karang Taruna, penulis menyadari betapa bernilainya sebuah komitmen. Sesuatu yang tidak penulis lihat karena dari dulu penulis hanya menjadi anggota dalam sebuah organisasi, tidak pernah menjadi pemimpin.
Namanya organisasi, apalagi diisi oleh remaja yang emosinya belum stabil, tentu sering terjadi kasus anggota tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Atau yang lebih parah, tidak hadir dengan alasan yang dibuat-buat.
Ketika menghadapi hal tersebut, penulis merasa ditampar oleh masa lalu. Penulis disadarkan, bahwa inilah yang dirasakan oleh teman-teman organisasi ketika penulis berbuat hal yang sama. Betapa menyakitkan ketika orang-orang yang kita harapkan tidak bisa membantu karena kurangnya komitmen mereka.
Penulis percaya hukum karma, apa yang kita beri apa yang kita terima, apa yang kita tanam itu yang kita petik. Penulis merasa dihukum atas kesalahan-kesalahan masa lalu dengan terulangnya apa yang penulis lakukan dulu pada organisasi yang pernah penulis ikuti.
Jika ada teman-teman organisasi yang membaca tulisan ini, penulis minta maaf sebesar-besarnya atas kesalahan yang pernah penulis buat. Penulis telah menyadari kesalahannya, dan semoga tidak akan terjadi lagi di masa depan.
Dan untuk pembaca, semoga bisa memetik hikmah dari sepercik kisah penulis ini, terutama generasi-generasi yang lebih muda dari penulis. Jangan sampai kesalahan penulis terulang pada kalian.
Ketika kalian masuk ke dalam organisasi tanpa paksaan, itu menandakan kalian harus mengikat komitmen dengannya dan masukkan kepentingan organisasi pada daftar prioritas kalian.
Jelambar, 4 Oktober 2018, terinspirasi setelah menerungi kesalahan di masa lalu
Photo by Patryk Sobczak on Unsplash
You must be logged in to post a comment Login