Pengembangan Diri

Peduli dan Bodo Amat ke Orang Lain Itu Harus Seimbang

Published

on

Dalam beberapa tulisan di blog ini, Penulis pernah mengatakan kalau dirinya dulu terkenal sebagai pribadi yang acuh, cuek dengan sekitarnya. Penulis tidak terlalu peduli dengan masalah yang dihadapi orang lain, lebih sering hanya memikirikan diri sendiri.

Beranjak dewasa, terutama setelah terlibat dalam pembentukan Karang Taruna, Penulis mulai memiliki kepedulian terhadap sekitarnya. Penulis jadi merasa lebih aware terhadap permasalahan orang lain dan berupaya untuk membantu sesuai dengan kapabilitasnya.

Namun, saat ini Penulis merasa bahwa tingkat kepedulian Penulis terlalu berlebihan hingga menimbulkan dampak negatif, baik bagi yang dipedulikan maupun dirinya sendiri. Penulis pun tersadarkan, kalau peduli dan bodo amat ke orang lain itu ternyata harus seimbang.

Bagaimana Peduli Bisa Berdampak Negatif ke Orang Lain

Penulis merasa dirinya yang sekarang tidak bisa membiarkan orang lain yang terlihat kesusahan. Tanpa diminta, Penulis akan berusaha mencari cara agar bisa membantunya dengan cara yang bisa Penulis lakukan.

Hanya saja, ternyata tidak semua orang butuh dibantu. Kadang, mereka ingin menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa adanya campur tangan dari pihak luar. Ada banyak alasannya, seperti ini mandiri atau memang tidak ingin ada orang lain yang ikut campur.

Penulis sebenarnya menyadari, terkadang permasalahan yang sedang dihadapi orang lain bisa membuat mereka menjadi lebih kuat. Hanya saja, kembali lagi ke sifat Penulis yang tidak bisa diam saja melihat orang yang “terlihat” butuh dibantu.

Nah, itu adalah kesalahan Penulis lainnya. Dari perspektif Penulis, orang tersebut memang butuh dibantu. Padahal, dari perspektif orang tersebut belum tentu ingin dibantu orang lain. Penulis saja yang terlalu percaya diri kalau bantuannya dibutuhkan.

Selain itu, orang lain bisa saja merasa kalau kita terlalu ikut campur dalam masalahnya. Mungkin sekadar memberikan empati atau dukungan masih sah-sah saja, tapi kalau sudah memaksakan saran yang diberikan juga jelas salah.

Apa yang kita anggap baik, belum tentu akan dianggap baik orang lain. Apa yang kita anggap sebagai upaya untuk menunjukkan kepedulian kita, bisa saja dianggap sebagai upaya untuk ikut campur permasalahan orang lain.

Bagaimana Menyeimbangkan Peduli dan Bodo Amat ke Orang Lain

Penulis pernah berada di dua sumbu yang berseberangan ini: Pernah terlalu bodo amat, pernah terlalu peduli. Oleh karena itu, Penulis menyimpulkan kalau keduanya ternyata butuh diseimbangkan demi kebaikan diri sendiri dan orang lain.

Sebagai contoh, ada anak Karang Taruna yang tidak diterima SBMPTN. Biasanya, Penulis akan ikut kepikiran dan jadi berusaha memberikan masukan tentang informasi kampus lain. Tak jarang Penulis melakukan riset dan perbandingan secara mendalam.

Itu sebenarnya tidak masalah. Yang jadi masalah adalah ketika kita menjadi berlebihan, seperti dengan setiap hari memberikan masukan ini itu. Padahal, si anak Karang Tarunanya bisa saja sedang dalam keadaan suntuk dan ingin menenangkan diri terlebih dahulu.

Agar peduli dan bodo amatnya seimbang, seharusnya Penulis memberikan dukungan dan masukan secukupnya. Setelah itu, biarkan mereka mengambil keputusan sendiri. Toh, kalau butuh masukan, mereka pasti akan menghubungi kita.

Contoh lain ketika ada teman sakit. Menanyakan keadaan dan memberikan makanan adalah hal yang lumrah. Namun, jika kita menanyai keadaannya terlalu sering atau memberikan makanan terlalu banyak, mereka jelas akan menjadi terganggu.

Kata kuncinya adalah secukupnya. Peduli dan berempati hal yang baik dan menurut Penulis harus kita miliki di tengah dunia yang makin egosentris. Hanya saja, jangan melakukannya secara berlebihan juga hingga membuat orang lain merasa risih. Secukupnya saja.

Penutup

Terlalu memaksakan diri untuk masuk ke permasalahan orang lain jelas hal yang salah, dan selama ini Penulis merasa kerap melakukannya, terutama ke orang-orang terdekatnya. Niat baik yang dimiliki malah terkesan menjadi hal yang buruk dan merugikan.

Terlalu peduli atau terlalu berempati sebenarnya juga merugikan Penulis, karena tentu waktu, tenaga, dan pikirannya tersita oleh hal ini. Sudah menyita banyak hal, belum tentu yang dipedulikan membutuhkannya.

Jika bantuan atau empati kita ternyata ditolak, tentu akan muncul perasaan sakit hati karena merasa kurang dihargai. Untuk itu, Penulis pun sedang berusaha dirinya bisa menyeimbangkan dua hal ini agar bisa memiliki hidup yang lebih tenang.

Tentu ini bukan PR yang mudah untuk Penulis. Menyeimbangkan dua hal yang bertolak belakang jelas sulit untuk dilakukan. Namun, Penulis yakin pada akhirnya akan memiliki kemampuan untuk menakar, seberapa besar kepedulian yang harus diberikan ke orang lain.

Kita tentu tidak bisa mengendalikan bagaimana respons orang lain terhadap kepedulian yang kita berikan untuk mereka. Namun, kita bisa mengendalikan seberapa besar takaran kepedulian yang akan kita berikan untuk mereka. Ingat, jangan berlebihan!


Lawang, 12 Agustus 2022, terinspirasi setelah menyadari bahwa sifat terlalu peduli ke orang lain yang dimiliki bisa memiliki dampak yang negatif bagi kedua belah pihak

Foto: Sebastian Voortman

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version