Politik & Negara
Setelah Menonton Debat Capres Pertama
Seperti yang sudah penulis duga, debat capres pertama terasa begitu membosankan. Penulis serasa mengalami dejavu, karena jawaban yang dilontarkan para capres sama seperti debat 5 tahun yang lalu.
Jawaban 01 seringkali dijawab dengan “saya akan”. Padahal, sebagai seorang petahana, harusnya beliau bisa dengan tegas mengatakan “saya telah”. Ini tentu menjadi kerugian sendiri bagi pihak 01.
Pun dengan capres 02. Cara penanganan korupsi dari beliau juga sama persis dengan apa yang disampaikan dulu, yakni meningkatkan gaji para aparat negara. Dari dulu, penulis tidak setuju dengan cara ini karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang tamak.
Hilangnya Esensi Debat
Selain itu, penulis tidak melihat esensi debat pada acara ini karena kedua belah pihak sama-sama sering membaca teks. Parahnya, pendukung mereka saling menuding tanpa melihat dirinya sendiri.
Kekhawatiran publik terkait diberikannya kisi-kisi oleh KPU terbukti. Ucapan moderator tentang “pertanyaan masih disegel” hanya retorika belaka yang tak bermakna. Pertanyaan tersegel kok jawabannya ada di kedua calon.
Bahkan untuk tingkat Karang Taruna, penulis berusaha untuk benar-benar menjaga kerahasiaan pertanyaan debat demi menguji kapabilitas para calon ketua. Untuk sekadar kisi-kisi pun tidak ada.
Sedangkan ini debat calon presiden yang akan memimpin kita untuk lima tahun ke depan lo. Bagi penulis, mungkin juga orang lain, justru ingin melihat siapa yang terlihat memalukan ketika debat.
Kita ingin melihat kemampuan para calon dalam menjawab pertanyaan dan mengomentari jawaban lawannya. Jika ada yang tidak bisa menjawab, ya bagus. Kita jadi tahu siapa yang mampu dan siapa yang tidak mampu.
Yang Disorot dari Paslon 01
Penulis juga gemas melihat kubu 01 yang seringkali melontarkan serangan yang tidak ada hubungannya dengan topik debat. Melakukan sindiran terkait dia yang telah berbohong tentu tidak diperlukan dalam berdebat.
Kubu 02 terlihat tidak terlalu sering melontarkan serangan yang bersifat personal alias cenderung defensif. Bahkan tidak terselesaikannya kasus Novel Baswedan pun tidak digunakan sebagai amunisi untuk menyerang. Padahal topik yang sedang dibahas adalah HAM.
Cawapres dari kubu 01 juga membuat penulis heran dengan berkali-kali mengatakan cukup. Memang, dalam debat capres peran presiden harus lebih dominan, akan tetapi terlalu pasif juga kurang baik.
Selain itu, banyak pertanyaan dari capres 02 tentang penyelesaian hukum dijawab oleh capres 01 dengan jawaban “kalau ada bukti, laporkan”. Kita semua tahu ada berapa kasus yang tak terselesaikan meskipun ada bukti-bukti yang cukup kuat.
Kok kubu 01 mulu yang dikritik? Oh tenang, penulis juga memiliki kritik untuk kubu 02, terutama jawaban-jawaban yang dilontarkan oleh capresnya terkait penanganan korupsi.
Yang Disorot dari Paslon 02
Capres 01 menanyakan keputusan capres 02 yang mengijinkan kadernya yang mantan napi korupsi untuk kembali mencalonkan diri (walaupun capres 01 sendiri yang mengijinkan mantan napi korupsi untuk kembali mencalonkan diri).
Capres 02 menjawab kurang lebih seperti “mungkin korupsinya sedikit, tidak seberapa, tapi masih diinginkan rakyat”. Jawaban yang meremehkan nominal korupsi ini penulis anggap sebagai blunder.
Mau berapapun yang dientit, korupsi tetaplah korupsi. Ia adalah salah satu pelanggaran hak asasi terbesar yang ada di kehidupan kita. Hukuman seberat-beratnya sudah sangat pantas diberikan kepada para koruptor.
Untuk cawapresnya sendiri, bagi penulis bisa memosisikan diri dengan baik. Tidak terlalu dominan, tapi juga tidak terlalu pasif.
Penulis tidak mempermasalahkan pernyataan capres 02 yang mengatakan “Jawa Tengah lebih besar dari Malaysia”. Bukan itu poin yang ingin disampaikan, melainkan besarnya tanggung jawab pemimpin daerah tidak sebanding dengan gaji yang didapatkan.
Akan tetapi, pendukung 01 ramai-ramai menyudutkan pernyataan ini, meskipun telah diklarifikasi yang dimaksud besar adalah jumlah penduduk (ya, penulis tahu betapa sering kubu 02 melakukan klarifikasi).
Bahkan gubernur Jawa Tengah sendiri menyatakan sudah clear, sehingga masalah “besar” ini tidak perlu lagi diperdebatkan.
Penutup
Pendukung kedua kubu sama-sama mengklaim kemenangan. Mereka merasa bahwa calon mereka menampilkan performa yang lebih bagus. Seperti biasa, mereka hanya menyebutkan kelebihan paslon yang didukung dan kekurangan lawannya. Tidak ada yang berimbang.
Semoga KPU mau mendengar masukan dari masyarakat yang menghendaki debat yang lebih bermutu, sehingga kita mendapatkan edukasi politik yang lebih baik lagi.
Bagi penulis sendiri, tidak ada pemenang dalam debat tersebut.
Kebayoran Lama, 20 Januari 2019, terinspirasi setelah menonton debat capres pertama
Foto: Finroll.com
You must be logged in to post a comment Login