Renungan
Bencana Datang karena Maksiat?
Awal tahun 2020 harus dibuka dengan banyaknya bencana di berbagai tempat, mulai dari banjir di Indonesia hingga kebakaran di Australia yang seolah tak kunjung padam.
Di Twitter, sempat ramai cuitan salah satu komedian yang tujuannya menyindir orang-orang yang kerap menghubung-hubungkan terjadinya bencana dengan kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia.
Sepengamatan Penulis, cuitan tersebut mendapatkan respon negatif dan kebanyakan netizen merutuknya, walaupun tak sedikit yang membelanya (mungkin dari para fansnya yang “open-minded“).
Terlepas dari kontroversi tersebut, benarkah bencana bisa datang karena perbuatan maksiat yang dilakukan oleh manusia?
Definisi Maksiat
Dalam pemahaman sehari-hari, kata “maksiat” sering diidentikkan dengan perbuatan tercela yang biasanya dilarang oleh agama. Contohnya yang paling mudah adalah berzina dan mabuk-mabukan.
Jika menggunakan logika manusia, jelas seolah tidak ada hubungannya antara berzina dan timbulnya bencana alam. Paling mentok kita akan menganggap bencana tersebut datang sebagai bentuk azab kepada manusia.
Penulis pernah menemukan lelucon di media sosial yang mengatakan bahwa jika memang seperti itu, maka orang Kalimantan adalah orang yang baik-baik karena jarang terkena bencana.
Setahu Penulis, gempa bumi hampir tidak pernah mampir ke sana, beda dengan mayoritas daerah lain di wilayah Indonesia. Mungkin itu yang menjadi salah satu alasan mengapa ibu kota akan dipindahkan ke sana.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemahaman tersebut menjadi lebih luas seperti yang tertera di bawah ini:
maksiat/mak·si·at/ n perbuatan yang melanggar perintah Allah; perbuatan dosa (tercela, buruk, dan sebagainya): salat itu mencegah –;
Artinya, semua perbuatan yang melanggar aturan agama adalah perbuatan maksiat. Nah, ketika sholat Jumat kemarin, Penulis mendapatkan pencerahan dari sang khotib mengenai korelasi antara bencana dan maksiat.
Merusak Alam adalah Bentuk Kemaksiatan
Penulis yakin semua agama mengajarkan kita untuk menjaga dan melestarikan alam. Kita adalah bagian mereka, sehingga tak patut bagi kita untuk merusaknya dengan berbagai aktivitas.
Perusakan alam, menurut sang khotib sholat Jumat, merupakan salah satu bentuk kemaksiatan yang kita lakukan kepada lingkungan. Bisa berupa hal besar seperti deforestasi hingga yang sepele seperti membuang sampah tidak pada tempatnya.
Jika kita sudah mengedapan ego dan melupakan tugas kita untuk menjaganya, alam pun akan murka dan memberikan balasan kepada kita. Sudah banyak sekali contoh yang menghampiri kita.
Lantas, apa yang bisa kita lakukan sekarang? Jika tidak bisa melakukan hal besar seperti yang dilakukan oleh Greta Thunberg, mulailah dari hal-hal yang sepele dan ada di sekitar kita.
Mengurangi penggunaan sampah plastik, hidup secukupnya tanpa perlu berlebihan, hingga menanam pohon merupakan contoh-contoh kecil yang bisa kita lakukan untuk tidak melakukan kemaksiatan kepada alam.
Penutup
Di dalam kepercayaan yang Penulis yakini, memang ada yang menyebutkan bahwa kemaksiatan bisa menimbulkan azab berupa bencana alam. Akan tetapi, Penulis tidak menganggap hanya kemaksiatan seperti berzina yang bisa menimbulkan azab tersebut.
Perusakan lingkungan menjadi salah satu bentuk kemaksiatan yang fatal karena dampaknya bisa mengenai semua orang, termasuk yang tidak melakukannya. Bahkan makhluk hidup lain yang tak bersalah pun menjadi korbannya.
Yang bisa kita lakukan adalah mengurangi perusakan lingkungan dan melakukan antisipasi agar dampak yang ditimbulkan bencana tersebut bisa diminimalisir di masa depan. Jika mampu, berilah bantuan kepada korban bencana sesuai kemampuan kita.
Semoga saudara-saudara kita yang terdampak bencana, di mana pun mereka berada, segera diberikan kemudahan dan ketabahan untuk menghadapinya. Amin.
Kebayoran Lama, 12 Januari 2020, terinspirasi setelah mendengarkan khotbah Sholat Jumat di masjid Gandaria City
Foto: NBC News