Sosial Budaya

Mario Savio dan Pidatonya akan Bahaya Mesin (AI)

Published

on

“Ketika pengoperasian mesin menjadi sangat menjijikkan, membuat Anda sangat sakit hati, sehingga Anda tidak dapat mengambil bagian. Anda bahkan tidak dapat berpartisipasi secara pasif, dan Anda harus meletakkan tubuh Anda di atas persneling dan di atas roda, di tuas, di semua peralatan, dan Anda harus menghentikannya!”

Kutipan di atas merupakan kutipan dari Mario Savio, seorang aktivis yang menjadi bagian dari Berkerley Free Speech Moment. Penulis mengetahuinya karena Linkin Park menggunakan pidato tersebut untuk lagunya yang berjudul “Wretches and Kings” di album A Thousand Suns.

Yang Penulis tangkap dari pidato Savio tersebut adalah kekhawatirannya Savio mengenai keberadaan mesin yang semakin mengkhawatirkan dan bisa menggantikan peran manusia. Menariknya, pidato tersebut dilakukan pada tanggal 2 Desember 1964.

Penulis melihat ini menjadi hal yang sangat menarik, karena bagaimana bisa pidato yang diucapkan 60 tahun lalu masih relevan hingga saat ini, ketika keberadaan Artificial Intelegence (AI) di dunia untuk menggantikan manusia semakin mengerikan dan mengkhawatirkan.

AI yang Semakin Merajarela

Steve Wozniak (Dext)

Seperti yang kita ketahui, belakangan ini isu AI semakin ramai. Dimulai dari ChatGPT yang bisa membuat tulisan hingga AI yang bisa membuat desain sendiri hanya dengan memasukkan kata-kata, kekhawatiran publik langsung mencuat.

Bahkan, beberapa tokoh terkenal di bidang teknologi pun ikut menyuarakan ketakutannya, seperti Elon Musk (CEO Tesla dan SpaceX), Steve Wozniak (salah satu pendiri Apple), hingga Evan Sharp (pendiri Pinterest).

Bagaimana tidak, pekerjaan-pekerjaan yang dulu dianggap “aman” dan tidak akan digantikan mesin ternyata bisa digantikan. Contoh yang paling nyata dan dekat dengan kehidupan Penulis adalah pekerjaan sebagai penulis dan desainer.

Hampir semua pekerjaan-pekerjaan “di balik meja” bisa digantikan, bahkan pembawa berita acara dan bintang iklan pun bisa dilakukan oleh AI. Rasanya, saat ini hanya pekerjaan fisik seperti pemain sepak bola, supir, hingga kuli bangunan yang benar-benar aman.

Di tengah susahnya bagi sebagian orang untuk menemukan pekerjaan, tentu kabar ini semakin membuat ketar-ketir. Jika dulu hanya bersaing dengan sesama manusia saja sudah sulit, sekarang harus sudah ditambah dengan bersaing melawan AI.

Perang Lawan AI, Kita Harus Apa?

ChatGPT (ZDNET)

Kalau dari sisi perusahaan atau korporat, tentu penggunaan AI sangat membantu dalam menghemat anggaran. Apalagi, AI terbukti mampu bekerja lebih cepat, walau terkadang hasilnya masih belum benar-benar sempurna.

Hal ini semakin diperparah karena AI disokong oleh perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft dan Google. Semua seolah berlomba untuk menghadirkan AI terbaik, dengan dalih ingin membantu pekerjaan manusia menjadi lebih ringan.

Lantas, di tengah “perang” antara manusia dan AI ini, apa yang harus kita lakukan? Menurut Penulis, satu langkah konkrit yang bisa diambil adalah berusaha untuk memiliki skill yang tidak akan bisa digantikan oleh AI.

Tentu tidak mudah untuk menemukannya. Seperti yang sudah Penulis singgung di atas, banyak pekerjaan yang awalnya dianggap aman ternyata bisa-bisa saja digantikan Ai. Beberapa tahun ke depan, Penulis tidak bisa membayangkan akan secanggaih apa AI nanti.

Kondisi ini tentu membuat kita teringat akan film-film bertema sci-fi di mana manusia tak berdaya berkat ciptaannya sendiri. Keberadaan AI yang semakin canggih tentu membuat masa-masa distopia seperti itu sangat mungkin untuk terjadi.

Apakah Pekerjaan Penulis Juga Terancam?

Sampai Saat Ini, Masih Aman (Can Buy or Not)

Penulis telah berkarir di bidang media selama kurang lebih 8 tahun, dimulai dari seorang penulis hingga sekarang sebagai editor. Dengan kehadiran AI terutama ChatGPT, apakah pekerjaan di bidang ini akan terancam?

Seperti yang kita ketahui, ChatGPT (dan AI lainnya) belum benar-benar sempurna. Meskipun mampu merangkai kalimat dengan sangat baik, Penulis masih merasakan kalau tulisan tersebut dibuat oleh mesin, bukan tangan manusia.

Tidak percaya? Beberapa waktu lalu, salah satu kontributor di tempat kerja Penulis menyetorkan artikel yang terasa “terlalu sempurna”. Apalagi, dia mampu membuatnya dalam waktu yang begitu cepat. Hal ini ganjil, mengingat yang bersangkutan kurang berpengalaman.

Benar saja, kecurigaan Penulis terbukti benar. Di salah satu artikel yang ia buat, ada informasi yang benar-benar kacau dan ia tidak menyadarinya. Setelah Penulis desak, ternyata terbukti kalau ia menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan artikel.

Belajar dari kasus ini, Penulis menyimpulkan kalau AI belum bisa menggantikan peran penulis betulan, setidaknya untuk saat ini. Manusia jelas masih lebih hebat dalam menyusun kalimat yang menarik. Terasa kok, mana tulisan buatan manusia mana buatan mesin.

Penutup

Siapa yang menyangka kekhawatiran Mario Savio berpuluh-puluh tahun yang lalu masih relevan hingga hari ini, bahkan dalam skala yang lebih mengerikan. Jika dulu mesin yang menggantikan manusia bisa terlihat secara fisik, maka AI seolah tak terlihat.

Mau berharap pengembangan AI dihentikan juga susah, karena para korporat raksasa justru berlomba menciptakan yang terbaik. Tampaknya percuma saja kita mengajukan protes, pengembangan AI tidak menunjukkan tanda-tanda akan melambat.

Namun, daripada memusingkan kemunculan AI, lebih kita fokus dengan apa yang bisa dilakukan. Anggap saja kemunculan AI mendorong dan memaksa kita keluar dari zona nyaman. Kehadiran AI menjadi pengingat, kita harus selalu mengembangkan diri.


Lawang, 2 Juli 2023, terinspirasi setelah ada banyak sekali AI yang semakin mengkhawatirkan

Foto Featured Image: The Nation

Sumber Artikel:

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version