Sosial Budaya

Memudarnya Etika Jurnalistik Dalam Tragedi

Published

on

Sebelumnya Penulis ingin mengucapkan duka yang sedalam-dalamnya terhadap korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air dengan kode penerbangan SJ-182. Semoga keluarga yang ditinggalkan mendapatkan kesabaran atas musibah yang tengah melanda mereka.

Setiap ada berita pesawat jatuh, suasana duka pasti langsung menyelimuti negeri ini. Tak terbayangkan betapa ngerinya suasana kabin pesawat sesaat sebelum jatuh.

Membayangkan berada di posisi keluarga korban, terasa begitu pedih rasanya kehilangan orang-orang tersayang secara tragis. Al Fatihah untuk para korban.

Sayangnya, ada saja hal-hal yang membuat kita mengelus dada. Salah satunya adalah judul-judul berita click-bait yang tidak berempati dan melanggar privasi.

Memudarnya Etika Jurnalistik

Memudarnya Etik Jurnalistik (The Climate Reality Project)

Penulis tidak hafal dengan yang namanya kode etik jurnalistik. Penulis hanya pernah membaca rangkuman singkatnya.

Walaupun begitu, tanpa mengetahui pasal per pasal yang ada di dalam kode etik jurnalistik, Penulis bisa berpendapat kalau media-media sekarang kerap melakukan hal yang tidak etis dalam memberitakan suatu kejadian, termasuk tragedi sekali pun.

Penulis ambil contoh dari peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya Air ini. Sangat wajar dan memang dibutuhkan informasi terkait pesawat tersebut, terutama di mana lokasi pesawat jatuh dan bagaimana kondisi korban.

Yang membuat banyak geram, ada saja media yang membuat judul seperti:

“Ini firasat keluarga korban sebelum jatuhnya pesawat”

“Ini gaji pilot pesawat yang menerbangkan pesawat”

“Ini ramalan yang menyatakan tahun 2021 akan ada pesawat jatuh”

“Ini tanggapan keluarga korban atas jatuhnya pesawat”

Belum lagi ada yang berusaha mencari instastory dari korban, seolah-olah itu adalah pesan terakhir dari mereka. Ada juga yang mengaitkan dengan peristiwa lain yang sebenarnya tidak ada kaitannya.

Cerita tentang bagaimana para pencari berita mewawancarai keluarga korban yang tengah bercucuran air mata, jelas bukan merupakan hal yang etis.

Masyarakat yang Doyan Berita Click-Bait

Masyarakat Doyan Click-Bait (Daniel Cañibano)

Sebagai orang yang bekerja di media, Penulis paham kenapa media daring sekarang begitu sering membuat berita click-bait walaupun dihujat dari kanan dan kiri.

Demi klik, demi jumlah views, demi meningkatnya traffic, dan ujung-ujungnya demi uang.

Kenapa berita dengan judul click-bait bisa mendapatkan traffic yang tinggi? Karena ada pasarnya, karena ada pembacanya, karena masyarakat menyukai berita-berita semacam itu.

Artinya, sebenarnya kita punya kuasa untuk menghentikan judul-judul berita seperti contoh di atas dengan tidak membaca beritanya.

Jika tidak ada yang membaca berita seperti itu, lama kelamaan media juga akan menghentikan produksi artikel yang kurang berfaedah seperti itu.

Selama masyarakat masih gemar menyumbang traffic untuk berita-berita seperti itu, media pun tidak akan pernah menghentikannya.

Lha mong cuannya mengalir terus, ngapain berhenti.

Belum lagi kebiasaan buruk masyarakat kita yang gemar menyebarkan foto ataupun video terkait tragedi yang terjadi. Ngapain sih mereka melakukan itu? Demi mendapatkan perhatian dan jadi viral?

Penutup

Penulis bukannya mau sok suci, toh Penulis juga berkecimpung di dunia tersebut meskipun beda lingkup wilayah. Hanya saja, hati nurani Penulis mengatakan kalau hal tersebut sangat tidak etis.

Kita butuh banyak informasi terkait kecelakaan pesawat yang terjadi, tapi kita tidak butuh tahu bagaimana perasaan korban yang ditinggalkan atau firasat yang dirasakan mereka.

Tanpa diberitakan pun, kita sudah tahu bagaimana perasaan keluarga korban. Mau firasat mau ramalan, kita tidak butuh bumbu-bumbu yang tidak penting.

Semoga saja iklim pemberitaan di Indonesia ke depannya bisa menjadi lebih baik. Tidak hanya mengutamakan cuan, tapi juga mengedepankan etika-etika yang berlaku di masyarakat.

 

 

Lawang, 10 Desember 2020, terinspirasi karena geramnya Penulis dengan beberapa judul berita terkait jatuhnya pesawat Sriwijaya Air

Foto: Markus Winkler

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version