Olahraga

Ketika Kondisi Pemain Tak Jadi Pertimbangan dalam Bisnis Sepak Bola

Published

on

Ada yang menarik dari dunia sepak bola. Carlo Ancelotti, pelatih Real Madrid yang baru membawa klubnya juara Liga Champions untuk ke-15 kalinya, mengungkapkan bahwa timnya tidak akan berpartisipasi pada Piala Dunia Antarklub.

“FIFA bisa melupakan hal itu. Para pesepak bola dan klub tidak akan berpartisipasi dalam turnamen itu. Satu pertandingan di Madrid bernilai €20 juta dan FIFA ingin memberikan angka itu untuk seluruh turnamen: negatif. Seperti kami, beberapa klub akan menolak undangan tersebut.”

Namun, tak lama kemudian pihak Real Madrid mengklarfikasi ucapan tersebut dan menyatakan bahwa mereka akan tetap menjadi peserta turnamen tersebut. Ancelotti sendiri akhirnya juga membuat klarifikasi, dengan mengatakan bahwa pernyataannya “tidak ditafsirkan seperti yang saya maksudkan.”

Terlepas dari kehebohan yang diakibatkan oleh Ancelotti, Penulis memang ingin menyorot tentang bisnis sepak bola yang semakin berorientasi kepada uang dibandingkan kondisi pemain. Hal ini bisa terlihat dari format-format baru turnamen populer sepak bola.

Format Baru Turnamen-Turnamen Sepak Bola

Liga Champion akan Memiliki Format Baru (UEFA)

Selama ini, kita sudah familiar dengan format Liga Champion yang mempertandingkan 32 tim dari seluruh penjuru Eropa yang dibagi menjadi ke dalam 8 grup. Juara dan runner-up dari masing-masing grup akan lolos ke babak Playoff, dari 16 besar hingga final. Sesederhana itu.

Piala Dunia Antarklub juga sederhana, di mana perwakilan masing-masing zona akan mengirimkan satu perwakilannya. Turnamen ini memang kerap dipandang sebelah mata, mengingat kebanyakan juaranya berasal dari perwakilan Eropa.

Nah, mulai musim depan, format dari turnamen-turnamen ini akan dirombak habis-habisan. Kita mulai dari Liga Champion, yang jumlah pesertanya akan bertambah dari 32 menjadi 36 tim. Selain itu, semua tim akan dijadikan satu grup besar, tidak lagi dibagi menjadi 8 grup.

Lalu, masing-masing klub akan berhadapan dengan 8 lawan yang berbeda, di mana 4 pertandingan dilakukan secara Home dan 4 pertandingan secara Away. Pemilihan tim akan dilakukan secara acak melalui sistem pot.

Peringkat 1-8 akan otomatis lolos ke babak 16 besar, sedangkan peringkat 9-24 akan menjalani Playoff dengan sistem dua leg untuk menentukan 8 tim sisanya. Selain itu, tidak akan ada lagi tim dari Liga Champion yang akan turun ke Europe League.

Dengan format ini, maka jumlah pertandingan di Liga Champion akan meningkat pesat dari 125 pertandingan satu musim menjadi 189 pertandingan. Menurut hitungan Penulis, satu tim bisa melakoni hingga 19 laga dalam satu musim.

Piala Dunia Antarklub pun berubah total dengan menggunakan format lama Liga Champion. Artinya, dalam satu piala dunia akan ada 32 tim yang akan bertanding. Eropa kebagian jatah paling banyak dengan 12 tim, disusul Amerika Selatan (6), Amerika Utara dan Tengah (5), Asia (4), Afrika (4), dan Oseania (1).

Jangan lupa, Piala Dunia edisi 2026 pun akan mengalami perubahan format dengan diikuti oleh 48 negara. Seluruh peserta akan dibagi ke dalam 12 grup berisi 4 tim. Juara, runner-up, serta 8 tim peringkat 3 terbaik akan lolos ke babak 32 besar hingga ke babak final.

Potensi Cedera Pemain yang Makin Besar

Pemain Jadi Makin Rawan Cedera (Bloomberg)

Mungkin bagi penonton sepak bola seperti Penulis, lebih banyak pertandingan sepak bola akan menyenangkan. Namun, Penulis jadi kepikiran mengenai nasib para pemain yang seorang dikuras habis-habisan tenaganya demi bisnis bernama sepak bola ini.

Dengan format yang sekarang saja, fenomena badai cedera seolah sudah menjadi hal yang lumrah. Lihat saja Manchester United yang mendapatkan lebih dari 60 kasus cedera musim ini. Real Madrid pun sempat kehilangan semua bek tengahnya.

Tentu dengan semakin banyaknya pertandingan yang harus dijalani pemain setiap musimnya, potensi cedera pun menjadi semakin tinggi karena tenaga pemain menjadi terlalu diforsir. Mau main rotasi pun susah jika banyak pemain yang tidak tersedia.

Sekali lagi, Manchester United menjadi contoh yang bagus di sini. Hampir di setiap pertandingan, mau di Liga Inggris, Liga Champion, atau FA Cup, komposisi pemain yang diturunkan Ten Hag mirip-mirip karena memang tidak ada pemain lain yang bisa diturunkan.

Apakah pihak klub jadi harus menganggarkan dana lebih agar memiliki roster pemain yang tebal di klubnya? Rasanya sulit, mengingat harga pemain makin ke sini inflasinya makin gila-gilaan. Dompet klub bisa jebol jika harus menambah jumlah pemain agar pelatih bisa melakukan rotasi dengan lancar.

Mungkin pihak UEFA atau FIFA bisa berkelit dengan mengatakan ini-itu, tapi para penggemar bola rasanya tahu kalau alasan utama dari perubahan-perubahan format ini ujung-ujungnya ya perkara duit.

Logika sederhana yang paling gampang terlihat, dengan lebih banyaknya pertandingan yang tersaji, maka nilai sponsor yang masuk otomatis akan menjadi lebih besar karena produk mereka akan lebih sering muncul.

Penulis tidak tahu bagaimana para pemain menanggapi bertambahnya jumlah pertandingan yang harus mereka lakoni dalam semusim. Mungkin mereka happy-happy saja, apalagi kalau yang makan gaji buta seperti Neymar di Al-Hilal.

Namun, bagi para penggemar sepak bola, kekhawatiran tentang lebih mudahnya pemain cedera menjadi concern utama. Penulis sendiri sudah merasakan bagaimana badai cedera menghantam tim favoritnya hingga performanya menjadi amburadul.

Semoga saja kekhawatiran tersebut tidak benar-benar terjadi. Mengingat musim depan adalah pertama kalinya format baru turnamen akan diterapkan, kita akan melihat apakah format tersebut akan membuat pemain jadi lebih mudah cedera atau tidak.


Lawang, 10 Juni 2024, terinspirasi setelah melihat kompetisi sepak bola yang semakin banyak sehingga berpotensi membuat pemain sering mengalami cedera

Foto Featured Image: University of Huddersfield

Sumber Artikel:

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version