Pengalaman

Pengalaman Menjadi Tour Guide di Malang

Published

on

Pernah merantau ke Jakarta membuat Penulis memiliki banyak teman yang berasal dari sana. Tak sedikit dari mereka yang pernah mengutarakan keinginan mereka untuk berlibur ke Malang, yang tentu membuat Penulis merasa senang.

Pada akhirnya kesempatan untuk menjadi “tour guide” pun akhirnya kesampaian setelah mantan teman-teman sekantor membulatkan tekad untuk berlibur ke Malang, bukan hanya sekadar menjadi wacana.

Total ada empat orang yang akan berangkat dari Jakarta. Mereka adalah Naufal, Pandu, Dini, dan Tania. Pada tulisan kali ini, Penulis akan berbagi pengalamannya menjadi seorang “tour guide” untuk pertama kalinya.

Hari Kedatangan dan Hari Pertama

Kedatangan di Stasiun Malang

Rencana ini dimulai setelah lebaran, di mana Pandu dan Naufal sama-sama menghubungi Penulis dan mengatakan ingin main ke Malang. Lantas, mereka berdua saling menghubungi dan pada akhirnya akan ada 4 orang yang berangkat.

Setelah melewati berbagai diskusi, akhirnya diputuskan mereka akan liburan pada tanggal 13-17 Mei 2022. Mereka berempat akan berangkat dari Jakarta pada hari Jumat, 13 Mei 2022 malam, yang artinya akan sampai di Stasiun Malang pada Sabtu, 14 Mei 2022 pagi.

Penulis sempat salah melihat jam kedatangan mereka, di mana mengira kereta akan sampai pukul 8 pagi. Padahal, yang benar adalah jam 7 pagi. Untunglah Penulis sudah berangkat dari rumah lebih pagi, sehingga masih ada spare time dan bisa menjemput tepat waktu.

Setelah itu, kami berenam (beserta adik Penulis yang menyetir) berangkat ke rumah Penulis untuk istirahat sejenak sembari menunggu waktu check-in penginapan. Tentu di rumah ibu Penulis sudah menyiapkan sarapan untuk menjamu mereka.

Tragedi Masalah Penginapan

Penginapan yang Tidak Jadi

Selepas sarapan, istirahat, dan sedikit “ghibah”, kami pun segera berangkat ke penginapan yang berlokasi di Perumahan Ijen Nirwana. Berdasarkan foto dan deskripsi yang ada di aplikasi, penginapan tersebut berubah rumah yang memiliki tiga kamar.

(Yang menginap di penginapan ini hanya Naufal, Dini, dan Tania, sedangkan Pandu sudah memesan penginapan sendiri yang terletak di Jalan Semeru)

Hanya saja, setelah sampai di sana, ternyata tidak ada AC atau kipas angin di sana. Bagi (beberapa) teman-teman Penulis, tentu itu menjadi masalah yang besar. Apalagi, Malang sedang berada di suhu yang cukup panas.

Untuk itu, kami pun mulai mencari alternatif penginapan lain yang masih tersedia. Pencarian tersebut cukup sulit, mengingat saat itu memang sedang long weekend sehingga banyak yang berlibur. Untunglah, adik Penulis berhasil menemukan kamar kosong di Hotel Tychi yang dulunya bernama Hotel Kartika Graha.

Bakso Cak Man dan Lafayette

Di Lafayette

Sesampainya check-in dan bersih diri, kami pun langsung meluncur ke kuliner pertama yang harus dicoba ketika di Malang: Bakso. Pilihan kami jatuh di Bakso Cak Man yang terletak di dekat Rumah Sakit Lavalette.

Setelah itu, kami mampir ke Lafayette Coffee & Eatery. Respons mereka di kedua tempat tersebut kurang lebih sama: Murah dan Rasanya Enak. Jika dibandingkan dengan standar Jakarta, memang makanan di Malang masih relatif murah dan terjangkau.

Penulis dan adiknya tidak sampai malam mengantar mereka berkeliling karena kesehatan adik Penulis yang agak kurang fit. Akhirnya, pada sisa malam tersebut mereka berkeliling sendiri ke daerah Soekarno-Hatta dan menikmati street food yang ada di sana.

Hari Kedua

Berdasarkan agenda yang telah dibuat sebelumnya, hari kedua Penulis akan mengantar teman-temannya untuk pergi ke salah satu tempat wisata yang ada di Kota Batu. Di antara banyaknya pilihan, Jatim Park 3 menjadi tujuannya.

Berhubung adik Penulis sakit, maka perjalanan kali ini ditemani oleh adik Penulis yang pertama. Sekitar pukul 10 pagi, kami berdua menjemput teman-teman Penulis yang telah menanti di lobi hotel.

Masalah sudah muncul sejak awal karena dengan sembrononya Penulis lupa membawa STNK. Untungnya, tidak ada masalah yang terjadi gara-gara itu. Kami berenam pun masuk ke dalam Jatim Park 3 hanya beberapa menit setelah tempat itu buka.

Berhubung lagi musim liburan, jumlah pengunjung di sana pun cukup membeludak. Setelah berdiskusi, kami memilih untuk masuk ke The Legend Stars Park dan Dino Park. Dengan baik hati, tiket Penulis dan adiknya dibelikan oleh teman-teman.

The Legend Stars Park

Ceritanya di White House

Setelah beli susu Cimory, kami pun masuk ke The Legend Stars Park terlebih dahulu. Ternyata, tempat ini ala-ala Museum Madame Tussauds, di mana ada banyak figur penting yang dibuatkan patung lilinnya. Tentunya, kualitasnya tidak bisa dibandingkan.

Ada beberapa tema yang dimiliki oleh wahana ini, seperti Istana Presiden, kantor Presiden Amerika, beberapa tema negara seperti Korea dan Jepang, hingga tema yang general seperti olahraga dan film. Kesannya, tempat ini memang cukup campur aduk.

Ada beberapa memorabilia dari tokoh olahraga dan film terkenal, lengkap dengan tanda tangannya (entah asli atau tiruan). Ketika bertanya kepada salah satu staf di sana, ternyata beberapa barang yang ada di museum ini adalah koleksi pribadi dari pemilik Jatim Park 3.

Setelah puas berfoto di wahana ini (Naufal bahkan sampai menyewa kimono Jepang), kami melanjutkan wisata ke Dino Park. Sepengetahuan Penulis, ini adalah salah satu wahana yang kerap menjadi pembicaraan.

Dino Park

Wahana yang Sedikit Absurd

Sewaktu masuk ke dalam museum yang ada di dalam Dino Park, Penulis merasa masuk ke film Night at the Museum karena adanya fosil dinosaurus dengan skala 1:1. Tidak hanya satu, ada beberapa fosil dinosaurus yang cukup menarik untuk diamati.

Sayangnya, wahana Kereta 5 Zaman yang tampaknya menjadi salah satu ikon tempat tersebut sedang mengalami perbaikan, sehingga kami pun meneruskan perjalanan. Bisa dibilang, inti dari tempat ini adalah replika dinosaurus dengan beberapa tema, walau tidak terlalu banyak.

Ketika mencoba untuk memasuki wahana yang ramai antriannya seperti 3D Aquarium, ada perasaan menyesal karena pengalaman yang didapatkan tidak sebanding dengan lamanya waktu mengantre. Untuk itu, kami pun akhirnya menghindari wahana yang ramai lainnya.

Alhasil, kami pun hanya berjalan-jalan di sekitar taman dan mencoba beberapa wahana mainstream seperti yang ada di Jatim Park 1. Setelah merasa cukup lelah, kami pun keluar dari Dino Park dan beristirahat sejenak di luar.

Tragedi Bioskop 6D

Ada kejadian yang lucu ketika kami beristirahat di The Coffee Bean & Tea Leaf yang juga berlokasi di dalam Jatim Park 3. Waktu itu, Pandu ingin berkeliling sedikit dan mencoba beberapa mini wahana yang lain.

Rencanan awalnya, ia ingin mengunjungi Museum Musik. Namun, keinginan itu gagal terwujudkan karena tidak adanya penjaga walaupun ia sudah menunggu beberapa lama. Akhirnya, ia mengubah tujuan dengan mengunjungi Bioskop 6D.

Setelah selesai menonton di sana dan menghampiri kami, terlihat raut kusut di wajahnya. Ternyata, ia baru saja menyaksikan film paling buruk sepanjang hidupnya. Cerita dan animasi film di Bioskop 6D itu sungguh buruk. Kami pun hanya bisa tertawa mendengarnya.

Tragedi Mencari Tempat Makan

Niatnya Makan di Sini… (Suwatu)

Setelah seharian berkeliling Jatim Park 3, tentu perut kosong protes minta diisi. Destinasi utama kami adalah Kanvill Outdoor Grill & Coffee yang terletak di kecamatan Dau. Konsep grill di tempat outdoor jelas sangat menarik bagi teman-teman Penulis.

Sayangnya, setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang disertai macet, ternyata tempatnya sudah penuh. Kalau mau menunggu, butuh waktu sekitar 2-3 jam. Berhubung sudah malam, kami pun memutuskan untuk pindah tempat.

Pilihan selanjutnya adalah Tahu Campur Pak Kumis yang terletak di Jalan Dinoyo. Ketika sampai di lokasi, parkirannya sudah penuh. Penulis pun mulai merasa panik, apalagi beberapa teman sudah diserang oleh asam lambung.

Tempat makan yang muncul di pikiran Penulis adalah Rawon Nguling yang cukup legendaris. Apesnya lagi, tempat tutup tersebut tutup. Siapa yang menyangka kalau tempat makan sebesar itu malah harus tutup di saat banyak turis datang ke Malang.

…Akhirnya Makan di Kamar Hotel

Saking frustasinya, akhirnya kami memilih McDonalds atau KFC Sarinah saja. Masalahnya, begitu mau masuk ke tempat parkirnya, lagi-lagi parkirannya penuh! Sepanjang Penulis tinggal di Malang, rasanya baru kali ini Penulis ditolak masuk ketika mau masuk ke Sarinah.

Bingung, Penulis terpikirkan untuk makan di Ayam Bakar Mbak Sri yang dekat Mal Olympic Garden. Naasnya, Gedung Kartini yang biasanya dibuka untuk parkir malah tutup. Mau cari tempat parkir yang kosong, lokasinya cukup jauh dari tempat makan.

Kami coba pindah ke Rumah Makan Meneer yang ada di Jalan Semeru. Apesnya lagi, ternyata tempat makan itu tutup dan diganti dengan angkringan yang pilihan menunya tinggal sedikit. Coba geser ke Ayam Goreng Pemuda, katanya sudah penuh.

Alhasil, kami pun memutuskan untuk makan McDonalds yang ada di pertigaan Kayutangan. Karena tempatnya yang ramai, kami memutuskan untuk takeaway dan makan di hotel. Bahkan masih saja ada kejadian buruk, di mana pesanan Pandu tidak dibuatkan.

Tragedi 47 Botol Air Mineral Vit

Ilustrasi Botol Vit (Twitter)

Sebelum menikmati McD di hotel, ada satu peristiwa unik lagi ketika sedang menanti pesanan. Penulis bersama Naufal, Tania, dan Dini pergi berbelanja di Avia untuk membeli beberapa makanan dan minuman.

Ketika di kasir, cicicici yang berjaga di kasir terlihat sedang asyik mengobrol dengan temannya. Naufal sedikit menguping pembicaraan tersebut, dan katanya tema yang sedang diobrolkan adalah masalah guna-guna.

Setelah selesai membayar, Naufal memanggil Penulis karena di kuintasi tertulis ada 47 botol air mineral Vit. Padahal, Naufal hanya membeli 4 botol. Penulis pun menghampiri cici-cici tadi dan mengonfir masih hal ini.

Sambil minta maaf, cici-cici tersebut meminta maaf kepada kami dan mengembalikan uang yang sudah dibayarkan secara tunai. Sepintas kami mendengar, kalau kejadian ini semakin mempertegas kekhawatiran guna-guna yang ditakuti oleh cici-cici tersebut.

Hari kedua liburan teman-teman Penulis di Jakarta ini memang penuh dengan tragedi dan kejadian-kejadian unik.

Hari Ketiga

Di Latar Ijen

Di hari ketiga, Pandu sudah perjalanan balik ke Jakarta karena dia tidak mengambil cuti di hari Selasanya. Lantas, sisanya kembali berwisata kuliner sendirian di siangnya karena Penulis baru bisa ke Malang sore hari. Untungnya, tidak ada tragedi lagi yang menimpa mereka.

Penulis menyusul mereka bertiga di Latar Ijen dan nongkrong sebentar di sana. Setelah itu, kami nyemil sebentar di Bakso Bakar Pahlawan Trip yang rasanya sudah jauh berkurang drastis dibandingkan terakhir kali Penulis ke sana.

Terakhir, Penulis mengantar mereka untuk membeli oleh-oleh di daerah Sanan. Makanan yang dibeli pun seputar keripik-keripik yang sudah menjadi ciri khas. Setelah itu, Penulis kembali mengantar mereka ke hotel sekaligus berpamitan karena besok Penulis tidak bisa mengantar mereka ke bandara.

Penutup

Bisa dibilang, perasaan Penulis cukup campur aduk dengan pengalamannya menjadi tour guide untuk pertama kalinya. Senang karena ada teman yang jauh-jauh datang berlibur dari Jakarta, sedih karena merasa belum bisa memberikan “service” yang optimal.

Pengalaman pertama ini jelas sangat berharga untuk Penulis agar bisa menjadi tour guide yang lebih baik jika nanti ada teman-temannya yang lain memilih Malang sebagai destinasi liburannya.

Semoga saja teman-teman Penulis tidak kapok ke Malang hanya karena kekurangan Penulis sebagai tour guide.


Lawang, 26 Juni 2022, terinspirasi setelah menjadi tour guide untuk pertama kalinya

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version