Meskipun pengumuman hasil pilpres 2024 masih belum keluar, tangan Penulis sudah gatal ingin menyoroti beberapa kebijakan yang dibuat oleh calon presiden terpilih (sementara) kita, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Ada banyak alasan mengapa Penulis ingin membahas program kerja mereka sekarang, tapi salah satunya adalah karena program unggulan mereka, makan siang dan susu gratis, sudah dibahas di rabat kabinet, sebelum pengumuman resmi keluar.
Oleh karena itu, Penulis pun berpikir untuk apa menunggu mereka dilantik untuk mengomentar program kerja mereka? Alhasil, jadilah tulisan ini sebagai bentuk kritik dan masukan Penulis untuk pemerintah yang akan datang, jika benar-benar terpilih.
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Kompas)
Melalui tulisan “Mengamati Pilpres 2024 Bagian 2: Menyelami Paslon Lebih Dalam“, Penulis sudah mencantumkan visi misi berserta program kerja dari masing-masing paslon. Namun, Penulis ingin menyebutkan beberapa program kerjanya yang rasanya perlu kita catat.
Makan siang gratis untuk anak sekolah, ibu hamil, dan santri
19 juta lapangan pekerjaan
Menaikkan 8% gaji ASN (terutama guru dan nakes), TNI/Polri, dan pejabat
Mengembangkan Smart Farming
Program kredit untuk perusahaan startup
Melanjutkan program hilirisasi tambang dan digital
Menambah Fakultas Kedokteran menjadi 300 fakultas
Beasiswa 10 ribu pelajar Saintek ke luar negeri
Mendirikan Badan Penerimaan Negara
Meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap PDB menjadi 23%
Membangun 3 juta rumah untuk homeless (1 juta di pedesaan, 1 juta di pesisir, 1 juta di perkotaan)
Dana desa ditingkatkan menjadi 5 miliar per desa per tahun
Yang namanya janji kampanye tentu selalu terdengar indah. Untuk realisasinya, biar waktu yang menjawab. Penulis tidak akan mengomentari semua janji di atas, hanya beberapa yang membuat Penulis sedikit mengkerutkan alis.
Selain beberapa daftar janji kampanye di atas, pasangan Prabowo-Gibran juga terkenal karena ingin melanjutkan apa yang telah dikerjakan oleh pemerintah sebelumnya. Oleh karena itu, Penulis juga akan mengkritik beberapa program kerja yang akan dilanjutkan oleh mereka.
Ini adalah program kerja yang paling sering digaungkan oleh Prabowo-Gibran. Bahkan ketika debat capres terakhir, segala masalah yang ditanyakan kepada Prabowo selalu berputar di sekitar makan siang gratis.
Sejak awal, program kerja makan siang dan susu gratis ini sudah menjadi pro-kontra. Dengan anggaran jumbo mencapai 450 triliun per tahun, tentu ini akan memberatkan APBN kita. Saking beratnya, akan ada banyak subsidi + kenaikan pajak agar program tersebut bisa berjalan.
Kalau tidak percaya, bisa baca beberapa sumber berikut ini:
Memang, program makan siang dan susu gratis sudah diterapkan di banyak negara. Namun, perlu diingat kalau mayoritas dari negara-negara tersebut merupakan negara maju yang kondisi keuangannya telah stabil. Lha, kita, cari dana untuk membangun IKN saja sudah setengah mati.
Sama seperti pembangunan IKN, yang akan Penulis bahas lebih rinci setelah ini, Penulis merasa kalau pengadaan makan siang gratis bukan sesuatu yang urgent dan tidak menjadi solusi untuk banyak masalah yang diharapkan selesai dengan program ini.
Menurunkan harga bahan pokok sehingga bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat dan menjaga stok barang agar selalu terjelas lebih urgent dibandingkan dengan program makan siang yang kesannya hanya memberi “ikan”.
Selain itu, skema yang jelas mengenai pelaksanaan program kerja ini juga masih belum jelas. Idealnya, program kerja yang ditawarkan kepada publik setidaknya harus sudah memiliki blueprint agar kita sebagai masyarakat bisa membayangkan pelaksanaannya.
Jika melihat track record dari Prabowo, Penulis jadi berprasangka kalau nantinya perusahaan yang akan diajak untuk melaksanakan program ini ya kroni-kroninya Prabowo (atau Gibran/Jokowi) semua.
Lihat saja PT TMI untuk pengadaan alutista dan PT Agrinas untuk food estate. Nepotisme seolah memang bukan hal yang tabu untuk capres-cawapres kita.
Catatan: Penulis sudah terbayang bagaimana bentuk pembelaan dari pendukung mereka, yang kurang lebih akan berbunyi, “Memang sengaja pakai rekanannya Prabowo-Gibran agar kontrolnya lebih mudah dan tidak dikorupsi.”
Sejak awal, Penulis sudah merasa kontra dengan rencana Jokowi untuk membangun ibukota negara baru. Ide untuk memindahkan ibu kota memang bukan hal baru dan mungkin dibutuhkan, tapi menurut Penulis tidak untuk sekarang ketika kondisi keuangan negara belum benar-benar fit.
Selain itu, alasan pemerataan yang selalu dikumandangkan juga tidak Penulis setujui. Ide dari kubu 01 yang ingin membangun 40 kota setara Jakarta lebih masuk sebagai solusi dibandingkan membangun satu kota baru yang hanya akan dihuni oleh 2 juta orang saja.
Selain itu, entah mengapa pemerintah kita seolah tidak belajar dari kegagalan negara-negara lain yang telah memindahkan ibukota mereka. Contoh paling dekat adalah Myanmar, yang memindahkan ibukota dari Rangoon ke Naypyidaw.
Alasannya sama, agar ibukota terletak lebih ke pusat untuk mendorong pemerataan ekonomi. Hasilnya, kota tersebut sepi dan nyaris terlihat seperti kota mati. Pembaca bisa menonton video ulasannya di bawah ini:
Lantas, seandainya tidak dilanjutkan, jadi rugi dong karena sudah keluar banyak biaya? Betul, tapi menurut pendapat Penulis, sesuatu yang hasilnya tidak baik lebih baik dihentikan di tengah jalan daripada dilanjutkan. Semoga saja pendapat Penulis ini salah, dan IKN memang terbukti berhasil.
Secara ide, Penulis sangat setuju dengan program hilirisasi. Tak heran jika ketiga pasang capres-cawapres kemarin sama-sama memasukkan hilirisasi ke dalam programnya. Namun, jika melihat yang sudah dikerjakan oleh pemerintah saat ini, rasanya terlalu ugal-ugalan dan hanya berorientasi pada uang.
Akibatnya, kerusakan alam dan dampak buruk bagi masyarakat seolah diabaikan begitu saja. Sudah ada banyak laporan dari berbagai lembaga mengenai kerusakan yang terjadi akibat hilirisasi yang ugal-ugalan ini.
Banyak masyarakat di sekitar area hilirisasi jadi harus hidup di lingkungan yang tidak sehat dan kesulitan untuk sekadar mendapatkan air bersih. Tidak percaya? Coba tonton salah satu contoh video dokumentasi dan twit di bawah ini:
Buat kamu yang jauh dari Kawasi, Pulau Obi, Maluku Utara, beginilah kondisi perairan laut di sana.
Lebih parahnya lagi, menurut beberapa laporan termasuk dari ekonom Faisal Basri, sebenarnya keuntungan dari hilirisasi ini, terutama nikel, lebih dinikmati oleh pihak asing seperti China. Coba tonton video beliau di bawah ini:
Ke depannya, jika memang ingin melakukan hilirisasi, cobalah untuk memperhatikan aspek lain, jangan hanya fokus ke proses produksi hingga mengabaikan rakyatnya sendiri. Belum lagi jika nanti hilirisasi ugal-ugalannya membuat pasokan melebihi permintaan, sehingga harganya menjadi jatuh.
Gaji Pejabat Dinaikkan, Pajak Rakyat Juga Dinaikkan
Pada tulisan sebelumnya, Penulis sudah membandingkan bagaimana ketiga pasangan capres-cawapres menghadapi kasus korupsi di Indonesia. Tentu ada beberapa yang bagus dan perlu didukung, tetapi ada satu yang membuat Penulis merasa geleng-geleng kepala:
Naikkan Gaji Pejabat Negara
Entah apa yang membuat Prabowo begitu yakin kalau menaikkan gaji pejabat adalah solusi untuk memberantas korupsi yang seolah sudah mendarah daging di kita ini. Padahal, gaji dan harta para tersangka koruptor itu sudah di atas rata-rata UMR Indonesia.
Selain itu, Penulis juga masih geram dengan beberapa pernyataan Prabowo yang seolah menyepelekan kasus korupsi. Pada tahun 2019, ia pernah mengatakan kalau korupsinya tidak seberapa itu tidak apa-apa. Penulis masih ingat betul ucapan tersebut hingga hari ini.
Pendukungnya pun sama saja, yang meyakini kalau sudah kaya tidak mungkin korupsi. Padahal, seperti kata Ahok, orang kaya itu kalau korupsi lebih mengerikan karena yang diinginkan sangat mewah.
Program Kerja Lainnya
Apakah Realistis Membangun 300 Fakultas Kedokteran? (BIC)
Selain empat program utama yang sudah Penulis bahas di atas, ada beberapa program kerja lain yang ingin Penulis singgung. Pertama, adalah tentang rencana untuk membangun 300 Fakultas Kedokterandengan tujuan untuk menambah jumlah tenaga medis di Indonesia yang masih defisit.
Jujur, bagi Penulis ide ini terlihat tidak realistis. Selain karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit, seberapa banyak orang tua calon mahasiswa yang mampu membayar biaya masuk FK yang terkenal sangat mahal itu? Kecuali ada beasiswa khusus, Penulis merasa program kerja ini terlalu mustahil untuk diwujudkan.
Kedua adalah dana desa 5 miliar untuk tiap desaper tahun, dari yang semula 1 miliar. Program kerja ini juga sempat disampaikan oleh pihak 01 ketika kampanye, dan itu tidak membuat Penulis menyetujui ide ini.
Seperti yang sudah Penulis singgung di atas, Penulis lebih suka program kerja yang memberi rakyat kail, bukan ikan, apalagi dengan jumlah yang fantastis. Selain itu, dengan semakin tinggi dana desa, Penulis khawatir peluang untuk mengorupsinya pun semakin besar, sehingga yang diterima oleh rakyat pun berkurang.
Oh, ada satu lagi yang baru muncul akhir-akhir ini, yakni keinginan Prabowo untuk mengubah singkong menjadi bioetanol. Apakah singkong di Food Estate yang akan digunakan? Ups, maaf Penulis lupa, kan singkong yang di sana sudah berubah menjadi jagung.
Selain itu, ada juga yang berpendapat kalau singkong sebenarnya tidak terlalu cocok untuk dijadikan bioetanol. Intinya bisa, tapi biayanya diperkirakan akan cukup mahal.
bapak yakin singkong mau diubah jadi biofuel? singkong itu pati loh, pati itu polisakarida, mecahin polisakarida menjadi monosakarida sebelum di proses jadi ethanol fuel itu proses nya lumayan loh, yang ada malah nambah biaya produksi. https://t.co/46HAJqR8KN
Penulis sebenarnya merasa heran karena program Food Estate jarang terdengar dari Prabowo-Gibran, baik ketika debat maupun selama masa kampanye. Bahkan, Food Estate tidak terlalu ditonjolkan dalam program kerja yang akan mereka kerjakan.
Padahal, jika memang berhasil, bukankah itu bisa menjadi portofolio untuk Prabowo? Atau, memang sebenarnya segagal itu Food Estate sehingga terkesan “disembunyikan”? Ah, jadi gatal rasanya tangan ini ingin menulis tentang Food Estate.
Lawang, 4 Maret 2024, terinspirasi setelah kaget ketika mendengar program makan gratis telah dibahas di rapat kabinet, meskipun pemenang pilpres belum diumumkan secara resmi
You must be logged in to post a comment Login