Sosial Budaya

Dunia Gelap di 2023, Kita Harus Apa?

Published

on

Pada akhir bulan September kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat pernyataan yang cukup membuat masyarakat merasa was-was. Bagaimana tidak, di saat situasi tahun ini belum kunjung membaik, beliau mengatakan kalau tahun depan prospek perekonomian secara global akan semakin gelap.

“Dunia sekarang ini dalam posisi yang tidak gampang, posisinya betul-betul pada posisi yang semua negara sulit. Lembaga internasional sampaikan tahun ini, tahun 2022 sangat sulit. Tahun depan (2023) mereka menyampaikan akan lebih gelap,” kata Jokowi dalam acara BUMN Startup Day minggu lalu (27/9/22).

Kata “gelap” yang digunakan Jokowi tersebut digunakan untuk merujuk ke kondisi perekonomian yang berada dalam posisi yang tidak baik-baik saja, bahkan diramalkan akan memburuk. Banyak lembaga internasional yang sudah menyampaikan “dalam posisi yang tidak baik”.

Jokowi menambahkan kalau krisis perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung reda juga menyebabkan krisis pangan dunia benar-benar terjadi. Menurutnya, ada ratusan juta orang yang mengalami masalah kelaparan di seluruh dunia.

“330 juta orang kelaparan dan mungkin 6 bulan lagi bisa 800 juta orang akan kelaparan dan kekurangan makan akut karena tidak ada yang dimakan,” kata Jokowi.

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva juga memberikan pernyataan yang senada dengan Jokowi. Ia menyebutkan kalau 2023 akan “gelap gulita” karena adanya risiko resesi dan ketidakstabilan pasar keuangan. Penyebabnya tentu saja karena pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, serta bencana iklim di semua benua.

Bahkan, negara-negara maju seperti Amerika Serikat, China, serta negara di Eropa juga mengalami perlambatan ekonomi. Rusia yang mengalami embargo (larangan lalu lintas barang antarnegara) dari berbagai negara membuat banyak negara, terutama di Eropa, mengalami krisis energi di penghujung tahun.

Di Inggris, harga gas dan listrik melonjak gila-gilaan. Krisis yang terjadi di sana diprediksi bisa separah krisis ekonomi di tahun 2008. Regulator energi di Jerman mendesak konsumennya untuk segera menghemat lebih banyak gas menjelang musim dingin ini.

Sebenarnya, apa yang saja yang menyebabkan dunia berada di posisi sulit seperti sekarang?

Mengapa 2023 Dunia akan Semakin Gelap?

Grafik yang Menunjukkan Tingkat Pencetakan Uang di Amerika Serikat (GN Life Assurance)

Ned Davis Research dari Amerika Serikat menyatakan bahwa Model Probablitas Resesi saat ini berada di angka 98.1%. Ini angka yang sangat tinggi semenjak masa-masa awal pandemi Covid-10 dan Great Financial Crisis 2008-2009.

Sejak awal pandemi, kata “resesi” memang sangat sering terdengar. Tersendatnya roda perekonomian di awal masa pandemi Covid-19 jelas memengaruhi banyak sektor, bahkan hingga sekarang.

Bahkan, Amerika Serikat mencetak uang sangat banyak untuk rakyatnya demi membuat roda perekonomiannya tetap berputar. Bayangkan, mereka mencetak sekitar 3,3 triliun dolar! Dengan banyaknya uang yang beredar, inflasi pun menjadi ancaman nyata untuk Amerika Serikat.

Akibatnya, pemerintah Amerika Serikat pun memutuskan untuk menaikkan suku bunga untuk menarik orang menyimpan uangnya di bank. Masalahnya, hal ini menyebabkan banyak investor yang lebih memilih uangnya untuk disimpan di bank saja karena lebih aman dan bunganya tinggi.

Nah, startup yang termasuk investasi dengan risiko tinggi pun seolah kehilangan daya tariknya dan ditinggal oleh para investor. Alhasil, banyak startup yang melakukan PHK. Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa yang terkena imbasnya seperti Shopee Indonesia dan Zenius.

Hal ini diperparah dengan perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan krisis energi dan pangan. Bukti mudahnya seperti yang sudah terlihat di Inggris, bagaimana biaya hidup dan sewa rumah di sana melonjak tinggi sehingga banyak orang yang menjadi homeless.

Housing Bubble akan Pecah di 2023?

Evergrande di China Menjadi Contoh Housing Bubble (Insider)

Salah satu hal yang paling ditakutkan di tahun 2023 adalah pecahnya housing bubble atau real estate bubble yang dampaknya tidak main-main. Penulis akan coba jelaskan secara sederhana mengenai fenomena tersebut.

Istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan fenomena ketika harga rumah/properti melonjak karena tingginya permintaan dari masyarakat. Permintaan banyak, pasokan pun menjadi berkurang. Maka developer properti pun akan segera menambah pasokannya.

Masalahnya, pada titik tertentu permintaan pasar akan menurun yang akan berakibat pada anjloknya harga properti. Gelembungnya pecah, industri properti pun babak belur. Contoh yang bisa kita lihat terjadi pada perusahaan properti Evergrande di China, yang meninggalkan banyak bangunan hantu di sana karena kena imbas dari hal ini.

Saat pemerintah AS memberikan uang untuk rakyatnya di masa pandemi, banyak yang menginvestasikannya ke properti. Ini membuat harga properti di sana menjadi naik karena tingginya permintaan.

Nah, rumah itu kan nyicilnya lama, bisa puluhan tahun. Jika resesi semakin parah, kemungkinan akan banyak orang kehilangan pekerjaan, yang membuatnya kehilangan pendapatan. Artinya, mereka tidak akan mampu melunasi kredit rumahnya. Ini bisa membuat harga properti terjun bebas.

Sampai saat ini, belum ada kasus housing bubble di Amerika Serikat yang separah kasus Evergrande di China. Di Indonesia pun belum terdengar banyak beritanya. Namun, kita perlu tetap merasa waspada dan melakukan antisipasi agar tidak terkena dampaknya terlalu berat.

Dunia Makin Gelap, Kita Harus Apa?

Harus Mulai Lebih Rajin Menabung (CNET)

Mungkin banyak masyarakat yang beranggapan kalau pernyataan Presiden Jokowi dan pemberitaan di media massa hanya untuk menakut-nakuti. Padahal, jika mau lapang dada dan menerima informasi ini dengan kepala dingin, kita bisa melakukan antisipasi dan bersiap diri jika sampai hal-hal buruk sampai terjadi.

Banyak yang menyebutkan kalau dalam masa-masa sulit seperti ini, cash is king. Bukan dalam artian kita harus punya uang tunai sebanyak mungkin, tapi kita menaruh uang di aset-aset investasi yang relatif aman dan mudah dicairkan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

Dengan adanya peringatan dini ini, kita jadi bisa lebih bijak dalam mengeluarkan uang. Pengeluaran yang bersifat sekunder bahkan tersier bisa ditunda dulu, kita alihkan untuk menabung terlebih dahulu. Jadi jika dalam kondisi sulit, kita masih punya pegangan hidup.

Mungkin Pembaca pernah tahu kalau dalam kondisi krisis, orang kaya justru makin kaya. Kenapa? Karena mereka bisa membeli aset-aset investasi yang harganya sedang jatuh seperti saham. Istilahnya, mereka akan “menyerok” di kala orang lain melepas saham mereka karena butuh cash.

Cash is King di 2023? (Amartha Blog)

Nah, nanti uang cash yang kita simpan bisa digunakan beberapa untuk membeli aset-aset investasi yang harganya sedang turun. Ini tentu butuh banyak belajar secara mendalam, bukan hanya sekadar ikut kata orang. Jadi, kita harus berhati-hati jika ingin melakukan hal ini.

Selain itu, sebisa mungkin hindari hutang baik ke bank maupun pinjaman online (pinjol). Kalau tidak benar-benar mendesak, benar-benar tahan diri. Ini sebagai antisipasi jika bunga hutang juga ikut naik mengikuti kenaikan suku bunga.

Jika penghasilan bulanan kita dirasa kurang dan ada waktu luang, tidak ada salahnya untuk memiliki tambahan pendapatan dengan mencari kerja sampingan. Untuk itu, selalu belajar hal dan skill baru mutlak dibutuhkan untuk menghadapi era yang serba tidak pasti seperti sekarang ini.

Penulis paham tidak semua orang memiliki privilege untuk melakukan semua hal di atas. Boro-boro untuk nabung, untuk makan besok aja belum tentu ada. Untuk itu, Penulis berdoa agar kita selalu dilindungi oleh Tuhan diberi kecukupan untuk bisa menghadapi masalah-masalah yang ada di depan mata ini.

Penutup

Dari lubuk hati yang paling dalam, tentu Penulis berharap bahwa tahun 2023 dunia tidak akan benar-benar gelap dan kita bisa melewatinya dengan baik. Semoga saja prediksi-prediksi di atas salah dan tidak terjadi.

Namun, tidak ada salahnya juga untuk prepare for the worst untuk berjaga-jaga. Toh, seandainya yang dikhawatirkan tidak terjadi, dana yang sudah kita siapkan pun nantinya bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain. Setidaknya, kita bisa menjadi lebih hemat dalam beberapa bulan ke depan.

Mungkin dampaknya ke Indonesia hingga saat ini belum terlalu terasa. Harga BBM dan beberapa hal lain memang naik, tapi setidaknya krisis yang kita alami tidak seperti negara-negara lain yang terlihat lebih gila lagi.

Sekali lagi, semoga saja dengan adanya peringatan ini, kita bisa jadi lebih siap jika hal-hal buruk benar-benar terjadi.


Lawang, 8 Oktober 2022, terinspirasi setelah membaca dan menonton beberapa informasi mengenai prediksi 2023 yang tampaknya akan gelap

Foto: Pinterest

Sumber Artikel:

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version