Sosial Budaya

Polemik Larangan Berjualan di TikTok Shop

Published

on

Minggu kemarin, publik dibuat heboh dengan keputusan pemerintah yang melarang adanya kegiatan jual-beli di aplikasi TikTok. Aturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023, yang melarang media sosial menjadi social commerce.

Menurut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, seharusnya media sosial sebaiknya hanya berfungsi sebagai media sosial saja, jangan dicampur dengan fungsi lain seperti berjualan. Fungsi media sosial dalam berjualan hanya sebagai sarana promosi semata.

Dengan munculnya peraturan tersebut, tentu timbul pro kontra di masyrakat dan pelaku usaha. Walau kebanyakan bernada sumbang dan tidak setuju dengan keputusan tersebut, tidak sedikit yang mendukung upaya pemerintah tersebut.

BACA JUGA: Ketika Berinvestasi dengan Uang Panas

Ditutup karena Tanah Abang Sepi?

Tanah Abang Sepi karena TikTok Shop? (VOI)

Salah satu dasar mengapa keputusan melarang TikTok Shop melakukan transaksi jual-beli adalah sepinya pasar offline, terutama Tanah Abang. Dilansir dari berbagai sumber, banyak pedagang yang mengeluh kalau dagangannya tidak laku semenjak adanya TikTok Shop.

Hal ini kemungkinan dipicu karena adanya pandemi COVID-19 yang membuat segala aktivitas offline menjadi terbatas, termasuk aktivitas jual-beli. Lantas, muncul platform yang ternyata digandrungi oleh masyarakat berupa TikTok Shop.

Alhasil, meskipun pandemi telah berakhir, masyarakat sudah terlanjur nyaman dengan TikTok Shop karena berbagai alasan, termasuk alasan kepraktisan karena tidak perlu keluar rumah dan harganya yang jauh lebih murah.

Masalahnya, harga yang ditawarkan oleh TikTok Shop memang sering terlampau murah hingga rasanya tidak masuk akal. Sebuah hijab di Tanah Abang dengan harga Rp75 ribu harus bersaing dengan hijab impor di TikTok Shop dengan harga Rp5 ribu saja.

Ada Kaitannya dengan Project S?

TikTok juga mendapatkan tudingan kalau mereka berusaha memonopoli perdagangan di Indonesia dan merusak harga pasar dengan predatory pricing, praktik ilegal untuk merendahkan harga barang untuk menghilangkan persaingan.

Yang paling santer terdengar adalah Project S, di mana TikTok dituduh mengumpulkan data produk yang laris di Indonesia, lantas memproduksinya di China lantas menjualnya di Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah.

Pihak TikTok sudah membantah hal tersebut dengan menyebutkan bahwa Project S tidak pernah ditargetkan di Indonesia. Selain itu, mereka juga tidak merasa melakukan monopoli karena tidak memiliki sistem pembayaran dan logistik sendiri.

TikTok juga mengungkapkan kalau mereka tidak bisa menentukan harga pasar yang bisa menyulut predatory pricing. Semua harga yang ada di aplikasi TikTok Shop yang menentukan adalah pihak penjual.

Apakah TikTok Shop Sudah Memiliki Izin?

Bahlil Lahadalia (Kompas)

Alasan lain mengapa akhirnya TikTok Shop dilarang adalah karena masalah izin. Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, TikTok hanya terdaftar sebagai media sosial di Indonesia dan tidak memiliki izin untuk menjalankan toko online.

Wakil Kementerian Perdagangan Jerry Sambuaga juga menegaskan kalau TikTok belum memiliki izin e-commerce. Izin yang sudah dimiliki oleh TikTok adalah izin mendirikan usaha agar bisa beroperasi di Indonesia.

TikTok sendiri telah memberikan pernyataannya dan menyebutkan bahwa mereka telah mengantongi Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE) dari Kementerian Perdagangan.

Pihak pemerintah sendiri melalui Bahlil secara tegas mengatakan jika TikTok tidak mau ikut aturan, maka mereka harus hengkang dari Indonesia dan izinnya terancam dicabut.

Siapa Saja yang Terdampak?

Pihak TikTok melalui juru bicaranya mengatakan kalau setidaknya akan ada 13 juta pihak yang akan terkena dampak dari pelarangan TikTok Shop ini, yang dibagi menjadi 6 juta penjual lokal dan 7 juta affiliate creator.

Dengan dalih melindungi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), keputusan melarang TikTok Shop untuk berjualan justru dikeluhkan oleh sebagian pelaku. Contohnya adalah pelaku UMKM di Jawa Tengah, yang menuding kalau keputusan ini hanya akal-akalan pemerintah untuk mendapatkan pajak dari TikTok Shop.

Padahal, TikTok Shop bisa digunakan sebagai platform untuk menyalurkan produk mereka secara online. Apalagi, pemerintah belum memberikan alternatif atau solusi setelah mengeluarkan larangan berjualan di TikTok Shop yang sedang ramai.

Mirip dengan Kasus Ojek dan Taksi Online?

Demo Taksi Offline (Liputan6)

Fenomena ini tentu mengingatkan kita atas “duel” antara ojek/taksi online melawan ojek/taksi offline. Transportasi online yang sedang booming dan menjadi pilihan masyarakat membuat transportasi perlahan ditinggalkan, sehingga para driver pun tidak mendapatkan penghasilan.

Setelah ada demo besar-besaran, akhirnya pemerintah mengeluarkan beberapa regulasi untuk mengatur transportasi online, seperti menentukan tarif dasar agar harga transportasi offline bisa bersaing.

Kasus TikTok Shop ini pun memiliki pola yang sama, di mana ada suatu sistem yang mampu mendisrupsi sistem yang lama. Offline digantikan online, yang mampu memberikan kenyamanan ekstra dan harga yang jauh lebih terjangkau.

Bagaimana dengan Negara Lain?

Sebenarnya bukan hal baru jika ada yang melarang TikTok Shop beroperasi di negaranya. Dilansir dari akun Instagram @ngomonginuang, India dan Pakistan bahkan melarang TikTok secara keseluruhan. Selain itu, Uni Eropa juga memberlakukan pelarangan penggabungan data media sosial dan e-commerce.

Ada beberapa negara yang mengizinkan TikTok Shop beroperasi di dalam aplikasi TikTok, seperti Amerika Serikat yang baru diresmikan pada tanggal 12 September 2023 kemarin. Inggris pun juga memberikan izin yang sama.

Sebagai perbandingan, aplkasi Instagram pun memiliki fitur Shop di dalam aplikasinya. Bedanya, fitur tersebut hanya mengarahkan pengguna ke laman penjualannya seperti website atau marketplace, sehingga di dalam aplikasi tidak ada transaksi apapun.

Apakah Ini Keputusan yang Tepat?

Sudah Tepatkan Kebijakan Ini? (Vox)

Meski Peraturan Kementerian Perdagangan telah resmi berjalan, pada praktekknya masih banyak masyarakat Indonesia yang masih berjualan di TikTok Shop. Platform tersebut masih bisa berfungsi seperti biasa.

Kalau menurut pendapat Penulis sendiri, ada banyak sudut pandang untuk menilai fenomena ini. Jika berasumsi bahwa pemerintah benar dan TikTok memang belum punya izin sebagai e-commerce, maka keputusan untuk melarang pun jadi tepat.

Namun, tentu pemerintah juga harus mampu menghadirkan solusi untuk pihak-pihak yang terdampak. Total 13 juta orang jelas bukan jumlah yang sedikit, dan mereka tentu harus menanggung kerugian karena tidak bisa menjual produk mereka di TikTok Shop lagi.

Pemerintah juga harus lebih tegas dalam membatasi produk impor yang masuk ke dalam Indonesia. Rendahnya harga barang di TikTok Shop tentu perlu dicurigai, jangan-jangan masuknya secara ilegal sehingga tidak membayar bea cukai.

Masyarakat pada umumnya jelas memilih produk yang lebih murah, tak peduli itu barang impor maupun buatan dalam negeri. Ini juga menjadi tantangan untuk UMKM agar bisa menghadirkan barang berkualitas dengan harga yang bersaing.

Jika melihat tujuannya untuk melindungi UMKM, rasanya penutupan TikTok Shop kurang tepat (dengan asumsi mereka telah memiliki izin) karena platform tersebut justru bisa dimanfaatkan untuk memasarkan produk mereka.

Logikanya, dengan berjualan online di TikTok Shop, maka para pelaku usaha tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa lapak untuk menampilkan produk-produk mereka. Mereka bisa berjualan dari rumah dan memasarkan produknya langsung ke calon-calon pembeli.

Para pelaku UMKM pun harus menyadari kalau disrupsi itu bisa terjadi di segala bidang, termasuk berdagang. Sama seperti taksi konvensional yang perlahan digantikan taksi online, toko konvensional pun sangat mungkin tergusur oleh toko online.

Dengan adanya perubahan yang begitu masif di era digital ini, kita yang harus mampu beradaptasi dengan keadaan. Jika tren belanja masyarakat telah bergeser, maka para pelaku usaha pun harus menyesuaikan diri dengan tren tersebut agar bisa bertahan.


Lawang, 2 Oktober 2023, terinspirasi setelah mendengar kabar mengenai ditutupnya TikTok Shop oleh pemerintah karena beberapa alasan

Foto Featured Image: Search Engine Land

Sumber Artikel:

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

Fanandi's Choice

Exit mobile version