Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 6 Alis Tebal dan Idiot Bersaudara
Hari ini adalah hari terakhir acara bodoh itu. Akhirnya, aku akan meninggalkan hal yang tidak berguna itu dan memulai pelajaran-pelajaran yang sangat menggiurkan. Aku ingin segera belajar, segera ingin menggunakan otak superku untuk melakukan sebuah pemikiran yang sistematis ataupun ilmiah. Itulah tujuanku melanjutkan sekolah, bukan untuk hal bodoh seperti ini.
Pada hari MOS terakhir ini, kami semua dikumpulkan di aula. Pada mulanya semua OSIS berteriak menyebutkan semua kesalahan kami semua. Mereka meraung-raung seperti singa yang kelaparan. Nampaknya mereka masih dendam terhadapku, karena hanya kepadaku mereka memarahiku bersepuluh. Aku tidak peduli, aku tidak gentar sedikitpun.
Namun ternyata pada akhirnya laki-laki beralis tebal berkata “. . . atas semua kesalahan yang sudah kalian lakukan selama ini . . .” dia berhenti sejenak,” . . . kami minta maaf yang sebesar-besarnya.”
Sontak jumlah anggota kelas yang sedikit ini berteriak kesal dengan kerasnya, bagaikan seratus murid saja. Hanya aku yang tidak ikut berteriak. Aku sudah mengerti kalau mereka selama ini bersandiwara. Sungguh menyebalkan, terjebak di panggung sandiwara seperti ini. Aku ingin pergi dari sini sekarang juga. Ketika aku berjalan keluar dengan meninggalkan bawaanku, ada tangan yang menahanku. Siapa lagi kalau bukan si dungu.
“Hei kawan, mau kemana kamu? Kita kan belum bersalaman dengan kakak senior.” katanya dengan ceria seperti biasa.
“Lepaskan.” tanganku kutarik paksa dari pegangannya.
“Ayolah kawan, kita harus saling memaafkan.” kini dia menghadang jalanku dengan menawarkan senyum terlebar yang ia miliki. Sebenarnya aku ingin segera menghajarnya, namun ancaman dari BP selalu terngiang di kepalaku. Maka aku segera melewatinya begitu saja. Terdengar suara bisik-bisik dari arah belakang. Kutulikan telingaku dan segera bergegas meninggalkan aula ini.
Begitu aku meninggalkan aula, terlihat gerombolan laki-laki berseragam yang tampaknya kurang berpendidikan. Siapa mereka, dan mengapa mereka berjalan ke arahku?
“An, mana yang kamu maksud?” kata seorang yang berambut kribo kepada salah seorang senior. Ternyata si alis tebal.
“Itu.” kata si alis tebal dengan telunjuk mengarah padaku.
Begitu kata `itu` diucapkan, segera saja kerahku ditarik dari belakang dan tubuhku diseret beramai-ramai. Banyak suara protes dari beberapa senior, tapi aku tidak bisa jelas mendengarnya. Beberapa anggota kelasku menutupi mulutnya sebagai tanda tidak tega. Aku mau dikeroyok? Tanpa banyak babibu banyak pukulan segera menghajar tubuhku. Sekuat apapun aku, aku tidak akan bisa mengahadapi dua puluh orang sekaligus. Aku berusaha membalas mereka sekuatku, namun hanya beberapa pukulanku saja yang dapat mengenai mereka. Aku terus dipukuli, diinjak, bahkan ada yang meludahi. Aku kumpulkan semua sisa tenaga, dan berteriak, “KALAU BERANI SATU LAWAN SATU, BENCONG!!”
Bukannya berhenti, mereka malah semakin membabi buta. Kali ini kaki mereka lebih banyak berperan karena tubuhku sudah tergeletak di lantai. Aku rubuh. Kurasakan semua tubuhku perih, kesadaranku mulai hilang. Aku bisa melihat, si alis tebal dan Andra ikut mengeroyokku. Di saat kesadaranku sudah di ambang batas, aku mendengar suara yang memohon untuk menghentikan serangan ke arahku. Samar-samar aku ingat suara ini, suara si dungu bahkan si cerewet. Setelah itu, semua menjadi gelap.
***
Lampu ruangan sudah menyala ketika aku membuka mata. Ini ruangan yang asing bagiku, aku belum pernah kemari. Aku mencoba melihat sekelilingku, tampaknya ini di rumah sakit. Mataku menangkap sosok tubuh yang sedang melakukan sujud di atas sajadah. Kenji. Tampaknya ia sedang sholat. Aku kembali menatap langit-langit yang kusam, mencoba menerka apa yang tengah terjadi.
Setidaknya sampai sekarang aku sudah punya masalah dengan dua pihak, si alis tebal dan si idiot bersaudara. Mungkin yang tadi itu adalah kawan-kawan mereka. Jadi mereka sekongkol untuk menghajarku ramai-ramai. Mereka melakukan serangan bagaikan Jepang menyerang Pearl Harbour, serangan mendadak tanpa menghormati etika perang. Tanpa diduga, tanpa ada isyarat, dan di saat damai. Mereka semua pengecut, tidak ada yang berani melawanku satu lawan satu. Aku jadi semakin kesal, karena tidak berdaya menghadapi mereka.
“Kamu sudah siuman?”tanya anak dungu ini kepadaku.
Aku tidak menjawab pertanyaannya dan terus memandang langit-langit kusam ini.
“Kamu tidak perlu masuk sekolah besok. Biar aku yang membuatkan surat ijinnya.”
“Aku harus masuk, aku tidak ingin ketinggalan hari pertamaku.” jawabku dengan lirih, entah kenapa aku tidak mampu bersuara keras.
“Tidak perlu kamu paksakan kawan. Kamu tidak akan bisa berkosentrasi dalam menghadapi pelajaran. Toh hari pertama paling pengenalan dari guru.”
“Diam kau.” kataku sembari berusaha untuk duduk. Aku laki-laki tangguh, tidak akan menyerah hanya karena hal-hal seperti ini.
“Hahaha, memang mustahil untuk memberi tahu dirimu.” kini giginya yang berjejer rapi dipamerkannya kepadaku.
“Ini di mana?”
“Di UKS. Aku yang membawamu kesini.”
Deg! Jantungku berdetak dengan keras. Mengapa dia rela menolongku?
“Kenapa kau begitu perhatian kepadaku?”
“Karena kita sama, Napoleon.”jawabnya kalem.
“Apanya yang sama? Kita ini hidup di dunia yang berbeda.”
“Dari sorot matamu terlihat jelas, kamu kehilangan kasih sayang orang tua.”
Rasanya darahku langsung mendidih. Dan entah dengan sadar atau tidak, aku segera menghadiahkan sebuah bogem mentah untuk dirinya. Aku sangat terbakar emosi jika menyangkut hal tentang orang tua.
“Ma . . maafkan aku kawan, jika kamu tersinggung.”
Bibirnya mengeluarkan darah.
“Aku benar-benar tidak tahu kalau hal tersebut sangat sensitif bagimu.”
Aku sudah tidak peduli lagi. Dengan cepat aku meninggalkan Kenji dan ruang UKS. Dengan segera aku bisa melupakan kebaikannya lagi. Tapi masih ada yang mengganjal dalam diriku, bagaimana ia tahu kalau aku kekurangan kasih sayang orang tua? Darimana ia tahu hal-hal pribadi semacam itu? Melihat dari sorot mataku? Bah, aku tidak percaya dengan bualannya. Pasti dia tahu dari narasumber. Tapi dari siapa? Adikku? Ya benar, kalau bukan dia siapa lagi? Kurang ajar.
“Kakak, kenapa badan kakak penuh dengan luka?”tanya adikku begitu aku memasuki rumah.
“Dengar,” kataku tanpa mempedulikan pertanyaannya,”tadi ada anak berwajah bodoh dan bermata sipit kan kemari? Lalu kau memberitahukan aib keluarga kita kepadanya kan? JAWAB!!” erangku dengan kemarahan yang sudah mencapai ubun-ubun.
“Gisel enggak tahu maksud kakak.” jawab adikku ketakutan.
“Jangan bohong!”
Segera tanganku mendarat di pipinya dengan keras dan meninggalkan bekas tangan berwarna merah. Adikku langsung memegangi tangannya dan menangis.
“Gisel berani sumpah kak, Gisel enggak tahu maksud kakak.”
“Halah, sudah diam! Dasar, sudah idiot pembohong pula!” teriakku sembari meninggalkannya tergeletak di lantai.
Aku segera merebahkan diri di tempat tidur. Hari ini sungguk memuakkan. Aku benar-benar benci hari ini. Sudah dihajar habis-habisan, kini aibku di ketahui orang lain. Aku belum puas menghajar Kenji. Besok akan kuhajar habis-habisan. Akan tetapi, apakah aku menghajarnya karena dendam kepadanya ataukah sebagai pelampiasan atas kejadian yang menimpaku tadi? Mungkin dua-duanya. Sebaiknya aku segera beristirahat sekarang dan berusaha melupakan si alis tebal dan idiot bersaudara yang telah membuatku terluka seperti ini.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #20: Modern Art
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #21: Century: Spice Road
-
Musik5 bulan ago
I AM: IVE
-
Anime & Komik5 bulan ago
Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya
-
Musik5 bulan ago
Tier List Lagu-Lagu Linkin Park Versi Saya
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Orang Makan Orang
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan
-
Politik & Negara5 bulan ago
Pusat Data Nasional kok Bisa-Bisanya Dirasuki Ransomware…
You must be logged in to post a comment Login