Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 34 Di Mana Kenji Berada
Ternyata tanpa kusadari karena kekacauan dalam alam pikirku, kemarin malam setelah pulang sekolah teman-teman sudah mengunjungi Sica. Sayangnya Sica masih belum sadar ketika mereka berkunjung. Mereka, melalui Gita, memberitahuku kalau Kenji tidak bersama mereka, begitupula Sarah. Mereka berdua juga tidak hadir di kelas hari ini, sehingga total yang tidak masuk ada 3 orang, Terasa lengang kelas hari ini.
Ketika jam istirahat, kami semua berkumpul untuk membahas ke mana perginya Kenji. Kami tidak begitu mempedulikan kepergian Sarah, kalau perlu kembali saja sana ke Jakarta.
“Apa jangan-jangan Sarah menculik Kenji untuk dijadikan sandera?” Andra membuka percakapan kami.
“Tidak mungkin Ndra, apa alasannya?” sanggah Bejo dengan mengibas-ngibaskan tangannya. Selain Bejo yang memilih untuk berdiri –seolah ingin menunjukkan dia pemimpin forum–, yang lain sedang dalam posisi duduk melingkar.
“Mungkin saja ia merasa takut karena membuat Sica masuk rumah sakit.” saudara kembar Andra, Andrea, menambahi.
“Lalu ia merasa membutuhkan seorang sandera agar bisa lepas dari ancaman pidana.” tambah Andra lagi.
“Itu terlalu berlebihan, kalian terlalu banyak menonton film.” Gita juga mengeluarkan ketidakpercayaannya.
“Lalu, apa kamu punya teori yang lebih baik nona?” Andra bertanya dengan sedikit menyondongkan badan.
“Mungkin, Kenji ada suatu urusan mendadak.” jawab Gita, sangat kentara ketidakyakinannya.
“Jawabanmu…”
“…sama sekali…”
“…tidak meyakinkan kami.”
Sudah lama tidak kudengar saudara kembar ini bersaut-sautan seperti ini. Aku pun tersenyum mendengar hal tersebut. Namun memang benar, kami sama sekali tidak memiliki petunjuk ke mana dan mengapa Kenji tiba-tiba menghilang. Kenji bukanlah tipe orang yang suka keluyuran, yang berpergian tanpa tujuan, apalagi sampai tidak masuk sekolah. Aku cenderung setuju dengan ide Sudarwono bersaudara, terlebih lagi Kenji bukan termasuk anak yang berbadan kuat, bisa saja ia kalah bertarung dengan Sarah. Namun tetap hal tersebut susah untuk dipercaya.
Ketika aku sibuk dengan pikiranku sendiri, yang lain sedang berdiskusi satu sama lain. Aku melihat sekitar, dan menangkap Juna sedang terdiam. Nampaknya, ia agak kesulitan menangkap diskusi ini yang berlangsung dengan cepatnya. Karena merasa iba, aku mengangkat telapak tanganku dan mencoba memancing opini dari Juna.
“Juna, apakah kau punya teori kemana perginya Kenji?”
Ia memandang ke telapak tanganku, terdiam selama tiga, bukan, empat, lima detik, lalu mulai berbicara.
“Dengan melihat sifat Kenji yang seperti itu, kemungkinan ia melihat Sarah berusaha lari ketika keributan terjadi, lalu memutuskan untuk mengejarnya. Bukan untuk meminta pertanggungjawaban, melainkan untuk membantu Sarah melepas rasa bersalahnya. Menurut analisaku, Kenji memanfaatkan momen ini untuk menyadarkan Sarah.”
Kami semua terdiam selama tiga detik, bukan, tiga menit setelah mendengar pernyataan Juna. Bukan karena hipotesa mendalamnya, melainkan lancarnya jawaban yang dikemukakan. Ve yang pertama kali memberi respon.
“Bagaimana kamu bisa berpendapat seperti itu?”
Tiga detik berlalu.
“Pendapat?”
Aku merasa mendapatkan ilham bagaimana bisa berkomunikasi dengan Juna. Sama seperti sebelumnya, aku mengangkat kelima jariku sebelum bertanya.
“Bagaimana kau bisa berpendapat seperti itu?”
Mungkin karena tersugesti menghitung kelima jariku, maka lima detik kemudian ia menjawab lagi dengan lancar.
“Kalian kenal watak Kenji bukan, ia tipe yang akan mengorbankan dirinya untuk kepentingan bersama. Ia selalu berusaha menyelesaikan permasalahan di kelas ini sendirian hanya karena tidak ingin merepotkan kalian.”
Kami mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan Juna yang terdengar sangat logis. Aku merasa malu, bukankah selama ini aku yang sering berinteraksi dengan Kenji? Mengapa justru Juna yang lebih memahami Kenji? Mungkin karena sikap acuh yang kumiliki.
Selain itu tanpa sengaja, aku berhasil menemukan metode untuk berbicara dengan Juna. Aku tidak tau mengapa terdapat perbedaan yang begitu besar dalam dua detik, mungkin ada trauma atau hal lain. Aku bukan seorang psikolog, tapi mungkin Kenji bisa menemukan jawabannya. Hingga bel yang menandakan istirahat berakhir, kami sepakat bahwa hipotesis Juna adalah yang paling mendekati kebenaran terkait keberadaan Kenji.
***
Sepulang sekolah, kami mencari informasi terkait tempat tinggal Sarah. Tidak ada satupun dari kami yang mengetahui di mana ia tinggal, karena memang tidak ada yang peduli dengan iblis betina itu. Kesombongan dan keangkuhannya itulah yang menjadi momoknya, dan itu diperparah dengan ketidakpedulian kami. Bingung tidak menemukan informasi, kami mencoba untuk bertanya kepada wali kelas kami, bu Rima alias guru olahraga kami yang galak itu. Bejo dan Gita, sebagai ketua kelas dan sekretaris 2 (aku baru tahu bahwa Sica adalah sekretaris 1 dan Gita sekretaris 2, sedangkan Sudarwono bersaudara menjadi bendahara), menjadi perwakilan kami. Kebetulan sekali, rumah Bu Rima tepat berada di seberang sekolah kami sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk berkunjung ke rumah beliau. Sekitar 15 menit, mereka berdua kembali dengan membawa hasil.
“Ternyata Sarah tinggal di Singosari, di salah satu perumahan elit yang lumayan jauh.” Gita menjabarkan hasil investigasinya.
“Permasalahannya, tidak ada satu di antara kita yang memiliki SIM, dan tidak ada angkutan umum yang bisa mencapai rumahnya.” Bejo menambahkan.
“Aku tidak keberatan menyetir motorku kesana.” Andra mengangkat tangan memberi usul.
“Tidak Andra, kamu tidak punya SIM, aku tidak ingin mengambil resiko.” Bejo menolak usul Andra tersebut.
“Ayolah bung, ini keadaan darurot.” Andra menyanggah dengan dibumbui humor.
Bejo terdiam sesaat, lalu memutuskan untuk mempersilahkan Andra mengecek rumah Sarah dengan syarat, jika besok mereka berdua masih tidak hadir di kelas ini. Dengan sedikit menggerutu, Andra mematuhi perintah Bejo. Aku menjadi heran, mengapa Bejo begitu terlihat berwibawa diantara teman-teman meskipun aku tidak merasakannya. Aku tidak pernah merasa segan dengannya, mungkin karena watakku yang keras saja.
Rapat ditutup, kami pulang ke rumah masing-masing. Aku memutuskan untuk mengunjungi rumah Kenji terlebih dahulu.
***
Kenji tetap tidak ada di rumahnya. Ketika akan beranjak pulang, aku bertemu lagi dengan nenek tua berambut afro. Aku menanyakan kepada beliau, mungkin ia tahu di mana Kenji berada. Sayangnya, ia juga tidak tahu dimana Kenji. Lalu terbesit di benakku mengenai agen koran di mana Kenji bekerja. Sang nenek memberitahuku dengan begitu detailnya, sehingga aku dapat menemukan agen koran tersebut.
Agen koran Kenji ternyata berada di pinggir jalan raya, dan kita perlu melewati terowongan kecil -karena ada jalur kereta di atasnya- untuk ke sana. Kantor agen ini lumayan besar, mungkin yang terbesar, aku kurang tahu karena aku sangat jarang sekali berkeliling bahkan di kelurahanku sendiri. Yang pasti, Kenji bekerja di sini.
Setelah bertanya kepada sales yang berjualan di tempat, aku dipersilahkan masuk ke dalam kantor dan diminta untuk menunggu sebentar. 5 menit kemudian, keluarlah pak Sholeh, pemilik dari agen koran Miki Mos (kelak aku akan bertanya kepada Kenji apa alasan loper koran sebesar ini memiliki nama selucu itu). Setelah perkenalan dan basa-basi sesaat untuk memberi tahu bahwa aku teman sekelas Kenji, aku mulai mengajukan pertanyaan.
“Wah iya, kebetulan saya juga berencana mengunjungi rumahnya. Tumben sekali hari ini ia tidak datang untuk mengambil korannya. Saya sampai turun sendiri ke lapangan untuk mengantarkan koran-koran karena saya takut jika diserahkan orang lain, koran tersebut tidak sampai ke pemilik. Padahal, ini kan amanah.”
Nampaknya bosnya Kenji ini sangat suka sekali berbicara.
“Lalu apa bapak tidak mendapatkan informasi apapun mengenai dia? Karena dia juga tidak masuk kelas hari ini, bahkan ia mulai menghilang kemarin setelah jam olahraga.”
“Wah bapak tidak tahu dek, bapak tahu aja baru pagi ini. Bulan-bulan sebelumnya belum pernah Kenji melalaikan kewajibannya seperti ini. Ia selalu tepat waktu, bahkan terlalu tepat waktu. Ia bekerja disini semenjak insiden kecelakaan itu kan? Karena itu saya memberinya pekerjaan ini karena saya berharap ia bisa mandiri, toh ini bukan pekerjaan yang susah untuk anak yang baru lulus SMP. Kenji itu ya dek saya kasih tahu, dia itu…”
Aku yang tidak sabaran ini berusaha menahan sabar dengan sangat teramat. Ia bercerita bagaimana gigihnya Kenji, lalu berlanjut ke gigihannya sendiri merintis dari nol usaha ini, lalu bercerita tentang keluarganya hingga bercerita anaknya yang baru masuk sekolah dasar. Sangat sulit mencari celah untuk menyetop pembicaraannya.
Ketika momen itu tiba, aku segera mengajukan permohonan pamit dengan alasan adik saya tidak ada temannya di rumah. Sayangnya, justru ini membuka percakapan yang baru. Ia mulai mengorek kehidupanku, tentang keluargaku. Dengan sopan aku menolak untuk menjawab dengan alasan terburu-buru, karena aku takut ia akan heboh begitu tahu ibuku meninggal gantung diri dengan ayah yang tidak bertanggungjawab. Percobaan kedua, aku berhasil mengeluarkan diri dari kantor tersebut dengan tetap berusaha sesopan mungkin.
Meskipun aku sama sekali tidak mendapatkan informasi mengenai hilangnya Kenji, aku jadi mengetahui tempat Kenji bekerja, dan membayangkan bagaimana keseharian Kenji dalam melaksanakan pekerjaannya. Mungkin suatu saat aku akan menawarkan diri untuk menemaninya. Sekarang aku akan pulang, bersiap-siap, lalu mengunjungi Sica di rumah sakit, walau di dalam hati masih terdengar gema pertanyaan “di mana Kenji berada?”.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #20: Modern Art
-
Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #21: Century: Spice Road
-
Musik5 bulan ago
I AM: IVE
-
Anime & Komik4 bulan ago
Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya
-
Musik5 bulan ago
Tier List Lagu-Lagu Linkin Park Versi Saya
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Orang Makan Orang
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan
-
Politik & Negara5 bulan ago
Pusat Data Nasional kok Bisa-Bisanya Dirasuki Ransomware…
You must be logged in to post a comment Login