Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 2 Perkenalan
Jam di tanganku menunjukkan pukul 06.45, menandakan Masa Orientasi Siswa akan segera dimulai. Dalam bayanganku, hari-hari MOS akan membosankan karena hanya ada penjelasan tentang kepemimpinan, budi pekerti, atau apalah itu namanya. Sesuatu yang hanya masuk telinga kiriku, lalu ke luar melalui telinga kiriku juga.
Bukankah peribahasa mengatakan “masuk ke telinga kiri, ke luar lewat telinga kanan”? Tentu tidak, karena jika ke luar lewat telinga kanan, pasti akan ada yang akan hinggap di otak cemerlangku ini. Aku tidak ingin mengotori pikiranku dengan sesuatu yang tidak penting seperti itu. Masih banyak yang jauh berharga daripada itu, seperti Biologi, Fisika, Matematika, Kimia atau bahkan pelajaran yang tidak begitu aku suka seperti Kewarganegaraan maupun Bahasa Indonesia. Aku yakin dengan kemampuanku, aku akan menguasai semua pelajaran yang akan diberikan di sini.
Beberapa saat setelah aku masuk, datang dua orang wanita. Yang satu nampak seperti ketakutan, mungkin was-was karena merasa terlambat. Pasti ia baru saja kena semprot penjaga yang mencegatku di gerbang tadi. Yang satunya lagi wanita dengan muka yang menengadah ke atas. Ia memasang wajah tersombong yang dapat ia kenakan. Ketika Kenji berusaha untuk berkenalan, ia hanya membuang mukanya. Bagus, ternyata bukan hanya aku yang risih dengan keramahan si dungu.
Kudengar bel sekolah berbunyi, sudah waktunya untuk para guru atau mungkin kakak-kakak OSIS yang gila hormat untuk masuk ke kelas kami. Anak-anak lain menjadi tenang untuk sementara waktu. Mungkin mereka takut dengan apa yang akan mereka hadapi. Aku tersenyum sinis melihat ekspresi ketakutan mereka. Anak-anak bodoh yang takut menghadapi sesuatu yang baru, seperti anak kecil yang baru melihat serangga berbulu merayap di ranting pohon. Hanya aku yang tampak bisa mengontrol diri.
Tok tok! Tiga orang berpakaian putih abu-abu masuk ke kelas, satu pria dan dua wanita, didahului dengan salam mereka mengenalkan diri mereka masing-masing.
“Perkenalkan kami dari pihak OSIS MPK disini sebagai kakak pembimbing kalian di masa orientasi siswa ini.” kata perempuan berkerudung dan berkacamata tersebut. Mereka memperkenalkan dirinya masing-masing. Wanita berkerudung itu bernama Rina, wanita yang sibuk dengan rambutnya bernama Desy, sedangkan yang laki-laki bernama Joko. Bukannya aku berniat menghafal nama mereka, hanya saja dengan kemampuan mengingatku yang luar biasa, mau tidak mau aku jadi hafal nama mereka.
“Jadi sekarang, sebaiknya kita membuat kepengurusan kelas dulu supaya nanti jadi gampang. Siapa yang mau menjadi ketua kelas?” Rina bertanya kepada kami semua.
Suasana kelas menjadi hening. Tidak ada yang menjawab pertanyaan dari Rina. Aku sama sekali tidak tertarik menjadi pengurus kelas karena itu hanya akan menjadi penghambat dalam hidupku. Aku juga tidak mau mengurusi bocah-bocah ingusan ini.
“Saya bersedia kak!” jawab seseorang dengan suara lantang, ternyata anak yang bertubuh kekar itu.
“Bagus! Siapa namamu dek?”
Dek? Dia memangilnya dek? Menyeniorkan dirinya sendiri. Karena itulah aku menganggap semua anak OSIS atau MPK dan sejenisnya adalah kumpulan orang sok senior dan sok berkuasa. Memang tidak ada nama panggilan selain dek? Atau panggil saja dengan kamu. Menggelikan.
“Nama saya Bejo.” jawab anak itu dengan penuh keyakinan
“Baik Bejo, bagaimana dengan yang lain? Setuju Bejo menjadi ketua kelas?” tanya wanita berkacama itu dengan nada persis dengan guru TK.
“Setuju!!” semua menjawab dengan serentak, selain aku tentunya.
“Jadi sekarang kita akan menunjuk siap wakil, sekretaris dan bendahara.”
“Kak Rina, sebaiknya sebelum menunjuk, semua siswa harus memperkenalkan dirinya di depan kelas agar kita juga tahu siapa mereka.” sanggah wanita satunya, sambil merapikan rambutnya yang tampaknya baru di-rebonding.
“Baik kak Desy, mulai dari depan. Kamu berdiri. Sebutkan nama, asal sekolah, tujuan kamu sekolah disini dan terakhir hobi.” ujar Rina yang menunjuk anak konyol itu.
Benar dugaanku, nama panggilannya adalah Kenji. Ternyata ia keturunan Jepang, yang artinya bocah tersebut keturunan penjajah. Itu semakin menambah kebencianku kepadanya, apalagi ketika ia diminta untuk memperkenalkan dirinya dalam bahasa Jepang. Ingin rasanya memenggal lehernya dan meletakkan kepalanya di depan sebagai peringatan untuk yang lainnya.
Setelah itu, perkenalan kelas pun berjalan secara berurutan. Aku tidak terlalu memperhatikan perkenalan mereka, toh aku sama sekali tidak ingin berkenalan mereka. Aku hanya ingin segera lulus dari sini dan menjadi orang hebat. Memiliki teman hanya akan memperlambat diriku.
Walaupun berusaha mengabaikan perkenalan diri mereka, beberapa cukup menyita perhatianku. Wanita yang duduk di belakang orang yang sok hebat dengan menyalonkan diri menjadi ketua kelas menggunakan gue lo gue lo. Jelas dia bukan berasal dari sini. Selain itu, di sebelahnya, wanita yang tadi berani memarahiku, diminta untuk bernyanyi sedikit. Ingin muntah aku mendengarnya.
Orang yang duduk di sebelahku begitu lambat dalam menjawab pertanyaan. Aku heran, mengapa ia bisa masuk kelas aksel ini? Bukankah kelas ini diperuntukkan untuk anak-anak dengan kemampuan otak yang jenius seperti aku? Lalu mengapa anak idiot seperti dia bisa masuk di kelas ini? Benar-benar kacau kelas ini. Lalu, terbesit sebuat ide di kepalaku, sebuah ide yang akan membuat kelas ini menjadi kacau balau.
“Sekarang yang terakhir, yang duduk di pojok, silahkan perkenalkan diri kamu.” tunjuk Desy yang seolah-olah baru saja keluar dari salon, dan salon tersebut gagal membuatnya bertambah cantik. Dengan ogah-ogahan aku berusaha mengangkat tubuhku dari rasa malas, karena aku ingin melihat mereka marah di depan semua anak cengeng ini.
“Saya tidak mau memperkenalkan diri.”
“Kenapa!?” tanya si laki-laki dengan nada yang meninggi. Tampaknya rencanaku berhasil.
“Karena tidak penting. Segeralah panggil guru-guru dan segera ajari diriku dengan Fisika, Kimia atau apalah!” erangku dengan nada yang ikut tinggi.
“Hei, kamu itu anak baru disini. Jangan sok jagoan kamu. Kamu mau saya kasih pelajaran!?” sentak Joko dengan langkah yang mendekat ke diriku.
“Jika kau mau memberiku pelajaran berkelahi, maaf, aku sudah ahli.” kataku dengan tersenyum sinis.
“Joko, sudah sudah.” Rina menarik Joko kembali ke depan kelas, kekagetan terpancar dari wajahnya.
“Ingat dek, kamu di sini itu murid baru, jangan cari masalah.” kata wanita salon itu.
“Aku sudah bilang tadi kepada laki-laki yang dengan sombongnya merasa mampu jadi ketua kelas itu, masalah adalah teman baikku, lalu mengapa aku tidak boleh mencarinya?” jawabku dengan ekspresi yang kubuat semenyebalkan mungkin.
“Kamu yang hormat ya kalau ngomong sama kakak kelas.” Joko menambahi, suaranya sudah menurun setelah dibisiki oleh Rina.
“Orang-orang seperti kalian tidak layak untuk dihormati. Apa dasarnya aku harus hormat? Nonsense.”
Mereka terdiam, mungkin sudah kehabisan akal. Setelah itu tanpa banyak babibu mereka langsung keluar kelas tanpa mengatakan apapun kepada kami. Suasana kelas menjadi sangat tegang karena diriku. Aku justru bangga akan prestasiku ini.
“Pak ketua kelas, saya usul untuk menghajar anak yang duduk di belakang saya ini, bagaimana pak?” ujar si kembar yang laki-laki. Dia berdiri dari bangkunya dan mengepalkan kedua tangannya.
“Jangan! Kalian tidak boleh berkelahi di dalam kelas.” Bejo berteriak dengan lantangnya sehingga membuat kami semua terkaget.
“Lagipula ini masih di lingkungan sekolah, jaga emosi kalian.” tambah Bejo
“Dia benar bung, ini masih lingkungan sekolah.” ujar saudara kembarnya yang perempuan dengan menekankan dua kata terakhir.
“Ya, kamu benar.” jawab saudaranya sembari kembali ke tempat duduknya. Ekspresiku dingin, seolah-olah tidak terjadi apapun.
“Kalian mau menghajarku? Kusarankan jangan, atau kalian akan terluka.”
“Diam kamu.” jawab si kembar yang perempuan.
“Kau itu perempuan, berlakukah seperti perempuan, walaupun aku tak segan memukul perempuan.”
“Jadi,” Kenji, maksudku si dungu, tiba-tiba memotong percakapan, “kita sekarang sudah saling kenal. Aku harap kita semua bisa menjadi teman yang akrab dan saling membantu untuk meraih cita-cita kita masing-masing.” katanya penuh dengan motivasi-motivasi omong kosong itu membuatku muak.
Tidak ada merespon dia, nampaknya tidak mudah menghilangkan emosi yang disebabkan olehku. Bagus, begini lebih bagus dibandingkan tadi. Membencilah, tanamkan kebencian kalian ke diriku, itu hanya akan menjadi penambah energiku untuk mengalahkan sekumpulan kerbau seperti kalian.
Kesuraman kelas bertambah ketika ada suara dobrakan pintu membuat semua anak terlonjak dari bangkunya masing-masing. Sepuluh orang berpakaian putih abu-abu berwajah seram memasuki kelas kami. Perkenalan selesai.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #20: Modern Art
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #21: Century: Spice Road
-
Musik5 bulan ago
I AM: IVE
-
Anime & Komik4 bulan ago
Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya
-
Musik5 bulan ago
Tier List Lagu-Lagu Linkin Park Versi Saya
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Orang Makan Orang
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan
-
Politik & Negara5 bulan ago
Pusat Data Nasional kok Bisa-Bisanya Dirasuki Ransomware…
You must be logged in to post a comment Login